Rumah ini, kenangan ini, debu tipis yang menyelimutinya. Menggambarkan bahwa Lulu sudah lama tidak menginjakkan kakinya di sini. Aku yang sudah menghantarkannya sampai sini pun malah harus bertanggung jawab, aku diminta untuk membersihkan debu yang ada di barang perabotan yang sudah lama tak terurus ini. Mulai dari sofa, kursi, meja, televisi, rak buku, dan Lantai dasar rumah ini, semuanya aku sapu sampai bersih. Stamina ku terkuras habis seketika. Ya tapi mau bagaimana lagi, ini juga salahku karena tidak bertanya terlebih dahulu sebelum membawanya ke sini.
Satu jam pun mengalir begitu saja, akhirnya lantai bawah rumah ini sudah bebas dari kuasa debu waktu yang menumpuk. Lulu yang sedari tadi menunggu di mobil pun akhirnya bisa masuk kedalam dan bernafas lega.
"Huwaaa udah lama ga ke sini!" Ujarnya tersenyum lebar sembari mengangkat kedua tangannya meregangkan otot kaku di tubuh.
"Hadeh...," Aku menghela napas lalu menjatuhkan badan ke sofa panjang warna merah di ruang tamu rumah ini.
"Capek? utututu... sukurin!" Ejek Lulu dengan senyuman lebar.
"Ya udah itu kamar di bawah pake aja!" Ujarku menunjuk ke satu kamar yang baru saja kubersihkan. Karena tak sanggup berdiri lagi, aku memutuskan untuk menghabiskan malam di sofa saja.
"Iya dong ini kan rumahku!" Sahut Lulu membawa tas dan laptop di tangannya. Ia berjalan masuk ke kamar lalu menutup pintu.
Telapak kakiku rasanya terbakar, sungguh lelah sekali. Padahal hanya membersihkan lantai bawah, apa lagi lantai atas. Karena tak tahan dengan sepi, aku pun mengambil remote televisi yang berada di meja depan sofa ini. Ku tekan tombol power, laku televisi di seberang meja itu menyala dengan sendirinya. Aku hanya berbaring dan merenung, sama sekali tak memperhatikan berita yang tayang di televisi itu.
"Oi! Mau makan apa?" Wajah Lulu tiba tiba masuk ke pandanganku, membuatku terperanjat, dan akhirnya dahi kami saling berbenturan karena jarak antara kami sangat tipis.
"ADUH!"
Teriak kami berdua serentak, aku pun bangkit terduduk sembari mengelus jidatku.
"Kamu tuh! Ati ati dong makannya!" Sergah Lulu juga mengelus kepalanya yang sakit itu.
"Ya kamu sih ngagetin!" Aku mencoba untuk membela diri. Walau pasti tak berguna di depan orang seperti Lulu yang tak mau salah.
"Huff... ya uda deh... mau makan apa?" Mengejutkannya Lulu menjadi orang yang penyabar entah hasutan setan dari mana.
"Emang bisa masak?" Aku keheranan.
"Heh!"
"Aduh!"
Setelah ia menjitak kepalaku dua kali, Lulu pun mengeluarkan ucapan.
"Ya udah nasi telor aja ya! Pake saus rahasia kesukaan mu!" Lulu menjawab pertanyaannya sendiri, meninggalkanku menuju ke dapur yang tepat berada di samping ruang tamu.
"Sebelum kamu amnesia..., aku sering masakin kamu tauk!" Dumel Lulu mengeluarkan bahan bahan makanan dari plastik putih yang entah ia dapat dari mana.
"Oh...,"
Aku hanya bisa terdiam dan mengalihkan pandanganku ke arah layar televisi.
~Bom bunuh diri kembali terjadi di daerah taman Fuyuki, menelan 8 korban jiwa termasuk pelaku~
Suara reporter berita dari televisi itu menemani malam ini. Lulu yang masih sibuk memasak untuk makan malam itu pun akhirnya membuka bibirnya lagi.
"Belakangan ini, banyak banget bom bunuh diri..., untung kamu ga mati pas nyelametin Elaine." Ucap Lulu sedikit kesal ketika menyebut nama putri dari menteri pertahanan itu.
"Kenangan kita kan jadi ilang..., lagi...," lanjut Lulu dengan suara yang lebih lembut dan pelan.
Aku pun berinisiatif untuk mengganti saluran televisi. Dan setelah beberapa kali menekan tombol di remote ini. Lulu menghentikan jempolku saat mendengar satu iklan di suatu saluran televisi.
~Saksikan Embul Bear..., tale of rabbit and Bear tayang sepuluh menit lagi~
"Natsu! uda saluran itu aja! itu kartun kesukaanku!!" Sergah Lulu mempercepat gerakannya seakan ingin cepat cepat menyelesaikan kegiatannya.