Pukul [21:58]
"Udah yok! lanjut makan!" Kata Lulu mengakhiri masa lalunya yang kelam itu.
"Hemm..., makan yang banyak!" Aku menepuk kepalanya dengan lembut, mencoba memberinya semangat untuk melanjutkan sisa malam ini.
"Natsu..., kenapa kamu selalu milih Elaine?" Pertanyaan Lulu setelah ia kembali mengambil piring makanannya.
"Maksudnya?" Ya, tentu saja aku tidak mengerti, aku baru saja amnesia.
"Oh ga apa apa! itu kartun kesukaanku dah mulai!" Seru Lulu dengan senyuman lebar menunjuk ke arah televisi menggunakan sendok di tangan kanannya.
"Hemm," senyuman tipis kembali mengiringi wajahku.
Waktu mengalir seperti sungai misteri, tak ada yang tahu dimana dimulai, dan dimana berakhir. Akan tetapi yang pasti, waktu akan terus membawa kami melewati hari hari seperti ini. Entah kenapa hatiku merasa nyaman nerada di dekat Lulu. Walau ia agak menyebalkan, Lulu juga memiliki sisi lembut yang jarang ia perlihatkan kepada orang lain. Setelah menghabiskan makanan, aku pun berinisiatif.
"Sini aku cuci," Aku bangkit berdiri serta mengambil kedua piring putih di meja.
"Besok pagi aja!" Lulu menahan lengan bajuku, membuatku membatalkan semua gerakan yang ingin ku lakukan.
"Iya uda deh...," aku kembali duduk dan bersandar di sofa merah yang sedari tadi menemani kami beristirahat.
""Natsu..., aku boleh minta sesuatu?" Lulu menoleh ke arahku.
"Apa?"
"Jangan pilih Elaine...,"
Buk!!! Prak!!!!
Suara benda jatuh menyela pembicaraan yang mulai serius ini. Kami berdua serentak berhenti, lalu melihat ke arah atas, asal dari suara itu. Lantai dua, aku sama sekali tidak naik ke sana. Aku tak tahu apa yang ada, dan apa yang bisa mengancam berada di dalam rumah ini. Insting ku langsung merasakan bahaya yang hendak datang.
"Lulu, perasaanku ga enak..., kamu tunggu di sini ya?" Aku membangkitkan badanku. Rasa lelah ini seakan lenyap begitu saja ditelan insting yang terpicu.
"Natsu, hati hati!" Ucapnya menggenggam erat tangan kananku.
"Iya..., tenang aja... kamu tunggu disini ya?" Ucapku menenangkan asisten pribadiku itu.
Ku lepas tangan yang menggenggam ku itu. Kaki kananku menjadi pemimpin langkah. Perlahan menaiki anak tangga menuju kegelapan lantai dua. Suasana mencekam menyelimuti malam. Saat aku mencapai level tangga tertinggi. Ku hanya melihat lorong dengan satu pintu di masing masing kanan dan kiri. Mataku tertarik oleh cahaya tipis yang keluar dari celah bawah pintu kamar sebelah kiriku. Sesekali terdengar suara langkah kaki yang samar samar. Setelah mempersiapkan mental beberapa detik. Aku menyentuh kenop pintu dan memutarnya.
Perlahan membuka, dan terlihatlah seseorang yang berdiri di dalam sana. Mataku terbelalak, badanku membeku seketika. Ia memiliki wajah seperti badut, dilapisi bedak tebal warna putih. Matanya diselimuti kegelapan tanpa batas, tidak ada cahaya sama sekali. Mengenakan jubah hitam yang menutup seluruh tubuhnya. Ia membuka tudung jubahnya, memperlihatkan rambut acak acakan warna biru. Bola matanya sama sekali tidak memiliki warna, hanya hitam penuh. Perlahan ia melangkah ke meja belajar di kamar yang terang itu. Mengambil sebuah bingkai foto, berisi sisa kenangan Lulu dengan kedua orang tuannya.
"....."
Aku hanya membeku ditelan ketakutan yang tak terbatas. Membuka mulutku pun tak sanggup, apa lagi menggerakkan kedua kaki untuk memperingatkan Lulu. Ia menyeringai lebar, memperlihatkan gigi yang semuanya nampak seperti taring tajam. Badut menakutkan itu menatap foto keluarga Lulu dengan matanya yang kosong. Namun tangan pucat bercakar biru itu melumat bingkai kayu itu dengan mudah. Memecahkannya menjadi kepingan sampah kenangan. Namun tak bertahan lama, sisa kenangan itu terbakar oleh api biru yang entah datang dari mana.
"Cantiknya....," Suara lirih nan menyeramkan itu masuk ke dalam telingaku.
"Ohh...., tokoh utama!" Ia langsung menatapku, ia tak memiliki mata, namun aku bisa merasakannya dia bisa melihatku dengan jelas.
"Hunter...," Bisiknya melangkah satu dua dan tiga sampai berhenti tepat di depan wajahku.
"Namaku Hunter...," Tangan kanan badut bernama Hunter itu mencengkeram leherku dengan kuat.
"Ughh!!!" Aku berusaha melepas tangannya dariku, namun percuma saja, karena ia memiliki tenaga super.
Hunter mengangkatku perlahan sampai ujung kakiku tak bisa menyentuh tanah lagi. Dengan seringai senyumnya itu, aku dibuangnya melewati jendela lantai dua rumah Lulu. Terlempar seperti batu yang menembus kaca. Aku mendarat di tengah jalan setapak yang gelap ini. hanya beberapa meter diluar cahaya yang mengelilingi rumah Lulu. Tubuhku rasanya remuk, aku tak bisa merasakan kakiku, maupun tanganku, aku hanya bisa tengkurap dah melihat ke rumah Lulu.
SWUSSHH!!!!
Jubah hitam terbang melayang di atas langit malam. Ia mendarat tepat di depanku. Memakai tudung menyembunyikan rambut birunya yang buruk itu. Hunter melayangkan senyum taringnya itu lagi.
"MWAHAHAHAHAHAH!!!!!!!!"
Hunter mengeluarkan tawa lantangnnya, bergema ke sana dan kemari. Diiringi oleh kata kata.
"AKU AKAN BUNUH TOKOH UTAMA!!! MWAHAHAHAH!!!"
Aku sama sekali tak mengerti kata kata si badut itu. Tapi saat tawanya berhenti tiba tiba, aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Sebelum itu! Mari kita liat pertunjukan kembang api!!! MWAHAHAHAHAHA!!!"
Tidak, Lulu, aku tidak boleh membiarkan Lulu menderita lagi. Aku, harus menghampirinya, apapun yang terjadi padaku, aku harus menyelamatkannya.
"Lulu...," ucapan pertamaku setelah sekian lama di telan diam.
Tangan kananku membimbing tubuh ini merayap, perlahan. Menahan rasa sakit yang semakin memakan tubuhku. Aku tak mempedulikan badut itu. Aku hanya ingin sampai ke cahaya itu.
"Lulu...," panggilku lemas.
Suaraku pasti belum sampai di telinganya. Tapi aku mohon, setidaknya, setidaknya sampailah ke hatinya.
"Lulu!" Sekali lagi aku mencoba meraihnya.
Masih belum tergapai, aku harus segera ke cahaya itu. Aku pasti bisa, aku mohon, sampaikanlah suaraku kepadanya. Sekali ini saja, hanya kali ini saja.
BRUAK!!!
"Aghhh!!!!"
Si badut itu menginjakkan kakinya di atas punggungku, menahan ku untuk bergerak maju ke depan.
"Jangan pergi! Pesta kembang apinya baru dimulai!!! MWEHEHEHEHHE!!!!"
BOMMM!!!!!!
Suara tawanya itu memicu ledakan besar yang menghancurkan rumah Lulu seketika, api oranye itu melahap semua yang ada didalamnya, lalu mencernanya menjadi abu hitam. Mobil sedan yang terparkir di depan rumahnya pun ikut terbalik dan semua kacanya lenyap, dihancurkan oleh suara ledakan yang memecah gendang telinga.
"HAHAHAHAHA!!!!"
Tawanya itu membangkitkan emosiku, badut itu menanamkan luka yang tak akan bisa sembuh di dalam hatiku.
-120BPM-
Detak jantungku meningkat, rasa sakit di tubuhku menghilang. Syaraf syaraf tubuh ku nampak bersinar terang menembus kulit. Tangan kiri ku berwarna biru, dan kanan berwarna merah. Kepalaku terasa sangat sakit, terutama mata kiri ku. Keajaiban pun terjadi, bola bola cahaya kecil mulai menguap dari tubuhku. Memecah kenangan di tubuhku, dan membawaku pergi ke alam cahaya. Rasa remuk di badanku seketika sembuh entah dari mana.