Chereads / Takdir dan Kebahagiaan / Chapter 28 - Awal Takdir 8

Chapter 28 - Awal Takdir 8

"Oh iya...," Akito mengambil sesuatu yang berada di atas dashboard mobil itu.

"Kalau ada apa apa telepon!" Ujar Akito mengulurkan sebilah pisau di tangan kanannya.

"Hih! Iya iya! uda sana pulang!" Elaine langsung membalap tangan kananku, merebut pisau itu dari tangan Akito.

"Iya iya!" Ujar Akito dengan wajah datar seraya kaca pintu mobil itu naik dengan sendirinya.

Aku bersama Elaine terdiam sejenak tanpa berkata kata. Terfokus pada kendaraan roda empat warna hitam yang perlahan bergulir menjauh dari kaki kami. Tertinggal di tengah kesunyian dan dibawah cahaya lampu penerangan di parkiran ini. Suara jangkrik yang bernyanyi juga mulai terdengar di telinga. Lampu sorot kereta kuda bermesin itu berlari menghilang dalam alur jalan aspal.

"Natsuki..., apa kamu masih inget aku?" Elaine memandang ke arah kakinya.

"Maksudmu?" Ku pandang wajahnya yang penuh dengan kehampaan itu.

Sraakk!!!!

-98 BPM-

Mataku terbelalak, burung gagak keluar dari kegelapan dan meluncur menjauh. Rasa sakit yang sangat amat dalam mulai merambat dari perutku. Cairan merah hangat mulai bertebaran ke alas kakiku. Tanpa suara sedikitpun, aku melirik ke bawah, dan melihat perut kananku. Alangkah terkejutnya aku, bahwa pisau yang Elaine genggam menancap di sana. Manik mataku kembali ke wajah Elaine. Tidak, sepertinya aku telah berbuat kesalahan besar. Aku sudah percaya pada penyihir yang seharusnya aku lenyapkan.

-80 BPM-

Elaine mendekatkan mulutnya ke telinga kananku, lalu berkata.

"Sudah cukup..., sudah cukup...., aku gak mau kamu menderita lagi karena aku!" Melodi lirih nan menyedihkan itu sampai ke hatiku.

-70 BPM-

Tunggu, Elaine tidak ingin membunuhku untuk balas dendam. Tapi ia ingin melepaskan ku dari penderitaan yang belum aku alami. Aku tak tahu apa yang ia hadapi sebelumnya. Namun kata katanya tadi membuatku mengerti perasaannya. Sepi, gelap, dalam, tanpa udara, hampa. Sulit untuk dijelaskan dengan kata kata.

-60 BPM-

"Aku ingat..., semua..., aku tidak mau kamu dibunuh oleh dirimu sendiri lagi! Untuk yang ketiga puluh kalinya!" Lanjut Elaine meneteskan air mata ke pundak kananku.

Pandangan mataku mulai kabur kesana kemari. Di saat yang sama aura merah darah keluar dari tubuh Elaine. Seiring berjalannya waktu, dan sesudahnya darahku mengalir keluar. Keseimbangan kakiku mulai goyah, dan akhirnya angin malam meniup ku ke aspal yang dingin ini. Terdiam, tanpa seribu bahasa, diserang rasa sakit yang menggerogoti lubang di perutku ini. Aku masih bisa melihat, Elaine, ia masih menggenggam erat pisau itu. Tetesan darah merah masih tersisa di ujung bilahnya.

-25 BPM-

"Selamat tinggal!"

Penyihir itu membalikan ujung pisau itu ke arah dadanya.

Jangan!

Entah kata kata dari mana, tapi aku tidak bisa hanya diam membiarkan Elaine yang akan melukai dirinya sendiri. Jari telunjukku mulai membimbing ku bergerak. Tangan ku mulai merangkak, kaki ku mulai melangkah. Ku tepis tangan kanan Elaine, pisau ditangannya pun melayang ke udara. Tubuhku yang sudah tak kuat berdiri sendiri ini terjatuh ke pelukan penyihir itu.

"Jangan...," Satu kata yang ku ucapkan dengan nafasku yang berharga ini.

"Ta-tapi? kenapa?" Elaine membeku, menerimaku dalam pelukannya.

"Aku ga kenal kamu..., tapi... aku bisa mengenalmu!" Detak jantungku yang tadinya melemah. Sekarang meningkat, sedikit demi sedikit.

-70 BPM-

Kesadaranku mulai kembali.

-90 BPM- Pandanganku mulai membaik.

-100 BPM- Kehangatan Elaine kembali menggapaiku.

Ayolah! Sedikit lagi! Aku mohon!

-120 BPM- Genangan darah merah ku di tanah mulai mendidih dan bersinar terang.

Syaraf syarafku mulai mengeluarkan cahaya merah dan biru. Aku akan mengorbankan saat terakhir ini untuk kembali ke masa lalu dimensi ini. Untuk mengenal Elaine, dan untuk memulai hidup baru sebagai Natsuki El.

"Elaine..., Kalau inget sesuatu ingetin aku ya?" Kataku sembari tersenyum tipis.

Cahaya putih mulai menyelimuti tubuhku. Memecah kenyataan diriku menjadi butiran kenangan kecil. Beterbangan ke bulan yang menjadi saksi bisu. Aku harap aku bisa menjalani kehidupan normal, sebagai manusia biasa. Menjalani kisah bersama seseorang yang disebut teman.

---------------------------------

Pesan Dari Penulis:

Buat yang baca sampe sini... terimakasih banyak... entah siapa pun itu... penulis bersyukur udah ngikutin cerita sampe sini ehehe... lanjot.....

----------------------------------