Natsuki El, seorang anak SMA yang menyelamatkan anak Menteri Pertahanan. Begitulah headline berita yang dibacakan Elaine. Gadis cantik berambut hitam panjang yang sedari tadi duduk di samping ranjang ku. Wajah kacamatanya itu memantulkan bayangan dari majalah terbaru yang terbit. Memakai kemeja putih dan rok kotak kotak selutut. Itu adalah seragam SMA terkenal di kota Natsu. SMA Asakura, dan ternyata aku juga bersekolah di sana, dan tentu seperti cerita di novel. Aku satu kelas dengan heroine satu ini.
Natsuki El, laki laki yang tak punya otak. Begitulah kata kata yang dilontarkan Haruka Nekochi. Adik kembar dari Haruka Elaine. Sepertinya mustahil, memiliki adik kembar yang umurnya berjarak dua tahun satu sama lain. Tapi, itulah kenyataan yang ada di sini. Memakai jas almamater warna biru muda, dan rok putih selutut. Dilengkapi dengan sepatu hitam sol berdebu. Gadis rambut hitam sebahu itu nampak malu ketika menatap wajah teman satu sekolahnya yang bersandar di pintu ruang rawat ku ini.
Natsuki El, si bodoh yang suka pikun. Tak punya kepribadian, dan tak pernah berbicara lebih dari satu kalimat. Begitulah kata adik tiri yang satu seragam dengan Nekochi. Fuyuki Akito, rambut hitam kemerahan yang berantakan itu menggambarkan dirinya yang kacau.
Natsuki El, menyelamatkan Haruka Elaine di saat bom teror terjadi di jalanan kota. Membuat kepalanya tersambar oleh potongan besi hasil dari ledakan. Menghapus masa laluku, namun juga menulis masa depanku.
"Natsuki? kamu beneran dah baikan?" Pertanyaan disertai kekhawatiran Elaine melihatku berusaha bangkit duduk di ranjang.
"Iya," Aku meraba bagian kepalaku yang terbalut selembaran putih.
"Hehh?! Jangan dilepas!" Pekik Nekochi miris.
Tentu saja aku memasang kepala batu, merobek ujung balutan perban ini, lalu memutarnya perlahan. Satu, dua dan tiga, akhirnya balutan kain ini terpisah dari kepalaku. Tangan kananku berlanjut merogoh dari tengkuk sampai atas kepala. Dari dahi sampai pelipis, kanan dan kiri. Tidak terdapat luka lecet sedikitpun. Kedua anak orang penting negara ini pun terperangah melihatnya.
"Natsuki?" Suara indah Elaine menarik perhatianku.
"Kenapa? aku sehat tuh!" Ujar ku sok menepuk pelipis ku kanan dan kiri.
"Heeh! Ngawur kamu!" Ibu jari dan telunjuk Elaine mengunci daun telinga kananku.
"Adehh dehhhh!!! sakit!" Peringis ku kesakitan.
Tap! Tap!! Tap!!!
Suara sepatu yang melangkah maju itu semakin keras. Diiringi dengan Akito yang langsung berdiri tegap seolah memberi jalan kepada orang yang akan datang melewati pintu.
"Akito, gimana kondisi kakakmu?" Suara seorang pria berwibawa yang berdiri di depan pintu masuk menyapa Akito.
"Lapor! Fire One sudah sadar!" Ujar Akito dengan nada dan wajah serius. Ia terus memandang lurus ke depan layaknya prajurit militer.
"Ga perlu gitu, kenapa pake codename? udah ngomonh normal aja!" Pria berambut putih itu melangkah masuk, memandang langsung ke arahku dengan bola mata birunya yang menatap tajam.
"Papi?" Elaine berdiri dari bangkunya.
"Uh ah?" Aku menoleh ke arah Elaine dan Nekochi bergiliran.
Beberapa detik kemudian aku paham betul siapa. Pria bersetelan jas serba putih itu adalah ayah mereka yang adalah seorang menteri pertahanan negara ini.
"Aku Gabriel Leo! salam kenal!" Salamnya mengulurkan tangan kanan.
Tanpa bisa berkata, aku segera menjabat tangannya selama beberapa detik dengan kebingungan.
"Loh? Papi tau Natsuki amnesia?" Tanya Nekochi menarik ujung jas ayahnya.
"Woiya... Papi tu tau segalanya dong!" Ujar Mentri Pertahanan itu dengan wajah sombongnya.
"Dukun!" Ejek Elaine tanpa rasa takut sedikitpun.