Natsuki El, aku memanglah anak SMA biasa. Namun, aku memiliki suatu rahasia yang tak dimiliki oleh anak sekolah menengah biasa. Aku terpilih menjadi anggota SDF, yang memiliki kepanjangan Secret Defense Force. Organisasi ini sebenarnya sama seperti secret service milik Amerika Serikat. Bertugas untuk menjaga keamanan para orang penting di negara ini. Pak Gabriel adalah orang pertama yang merekrut ku tanpa alasan. Sampai anggota lain kebingungan kenapa Menteri Pertahanan itu sangat percaya kepadaku. Bahkan dalam beberapa bulan bertugas, aku langsung diangkat menjadi pemimpin pasukan khusus.
Setelah setahun bertugas memberantas teroris yang ingin menjatuhkan negara ini. Akhirnya aku dipilih untuk menjadi bodyguard Haruka Elaine. Yang tak lain dan tak bukan adalah anak dari menteri pertahanan. Begitulah kira kira latar belakang singkat yang Lulu ceritakan padaku dengan perantara earphone di telingaku.
"Jadi..., tugasmu apa?" Pertanyaanku seraya melihat keluar jendela kamar rawat ku ini.
"Yaa..., buat kejadian kaya gini nih! soalnya cuma kamu yang sering amnesia sampe dikasih asisten!" Jelas Lulu.
"Ohh...," aku mengangguk sembari berbalik ke arah pintu keluar.
Itu artinya Lulu bertugas untuk mengarahkan aku kembali ke diriku yang dulu. Sungguh hari yang berat bagi kepalaku, harus mencerna semua ini setelah beberapa menit sadar dari mimpi burukku.
"Oh iya..., sekarang kamu ikutin Elaine sana! Dia ada di atap rumah sakit ini!" Perintah Lulu tanap memberiku jeda untuk beristirahat.
"Hemm...," aku bergegas mengeluarkan badanku dari ruangan itu.
Melangkah di lorong sepi menuju lift. Sungguh tepat sekali, karena pintu lift itu langsung terbuka tanpa ada orang sama sekali di dalamnya. Ku jejakkan kakiku di sana, berdiri diam diiringi lagu yang diputar di speaker lift ini. Tak lupa juga menekan tombol ke lantai paling atas. Lantai sepuluh, sebelas, dan dua belas. Lulu mulai membuka suaranya lagi.
"Natsuki, apa kamu suka sama Elaine?" Tanya Lulu ragu ragu. Seperti ada yang menahan kata kata dari hatinya.
"Uh? maksudnya?" Aku diam terbingung karena sama sekali tak ingat masa laluku.
"Ga apa apa, ya uda kalo ada apa apa tinggal ngomong... aku siap kapanpun!" Timpal Lulu lalu memutus sambungan komunikasi kami.
Dua puluh, dua puluh satu, dua puluh dua, dua puluh tiga, dua puluh empat, dan dua puluh lima. Akhirnya kedua pintu di depanku terbuka ke kanan dan kiri. Angin musim semi pertama menusuk ke kulit wajahku. Kaki kananku yang pertama keluar dari kotak yang membawaku ke atap rumah sakit ini. Hanya ada beberapa kain putih yang dijemur dan pagar tinggi mengelilingi sisi atap gedung ini. Elaine menangkap perhatianku, berdiri sendiri melihat keluar pagar membelakangi ku. Rambut hitam panjangnya terombang-ambing angin udara musim kedua tahun ini.
Beberapa langkah ke depan, dan Elaine mulai sadar akan keberadaan ku. Membalikkan perhatiannya, dan memperhatikanku dengan kedua mata biru nan indah itu. Hanya ada kacamatanya yang memisahkan kami diantara jarak pandang ini.
"Ngapain kamu di sini?" Elaine meremas roknya erat, menahan emosi yang tidak aku mengerti.
"Oh, cuma jalan jalan." Jawabku memasang wajah datar.
"Boong!" Sangkal Elaine menatapku tajam.
Entah kenapa dada ku terasa sakit tiba tiba. Bukan, ini bukanlah luka, namun terasa sangat sakit. Aku ingin mengatakan sesuatu, namun aku tak tahu itu apa.
"Elaine..., maaf..," hanya dua kata itulah yang bisa keluar dari ucap ku. Aku tak tahu harus berkata apa lagi.
"Buat apa?" Ia mengalihkan pandangannya dariku.
"Aku....,"