Api memetik hidup ranting ranting dan daun kering di dalamnya. Pepohonan menari karena angin malam yang dingin. Deruan sungai di arah baratku itu berusaha untuk menghilangkan sunyi diantara kami berdua. Aku terdiam tanpa sepatah kata, memandang ke arah teh panas yang menggenang dalam gelas di tanganku. Beberapa saat kemudian aku mebgalihkan padanganku ke arah perempuan yang duduk di seberang api unggun itu. Rambut panjang hitamnya itu sesekali mengikuti arah angin. Pantulan cahaya dari kacamatanya mengingatkanku pada sesuatu, namun aku tak tahu apa.
"Natsuki? kenapa? kok ngalamun?" Perempuan itu berusaha mendapat jawaban dari mulutku yang terkunci.
"Kak Elaa!! aku dapet ikann loohh!!!" Satu lagi perempuan datang berlari dari arah sungai.
Ia berpenampilan hampir sama dengan Ela, perempuan yang dari tadi menemaniku diantara api unggun itu. Gadis itu nampak berumur satu atau dua tahun lebih muda dari Ela. Tunggu, setelah ia duduk di samping Ela. Aku baru sadar, wajah mereka sangat mirip. Bahkan kembar. Namun ada beberapa hal yang membedakan mereka. Pertama yaitu umur, aku asumsikan bahwa perempuan itu adalah adiknya. Adik Ela itu berambut sebahu saja, danĀ belum memakai kacamata seperti kakaknya. Ia memakai jaket warna merah muda dan celan putih.
"Oh yaa? Yang mancing itu Nekochi atau Akito hayo?" Kata Ela menyentuh hidung adiknya dengan senyuman ejekan.
"Heh! Aku lah! Akito kan nda isa apa apa!" Ujar gadis bernama Nekochi itu melihat ke arah sungai.
Lalu munculah laki-laki seumuran dengan Nekochi itu dari dalam kegelapan. Muncul perlahan dan mendekatiku, sembari membawa beberapa ikan hasil pancingan mereka di keranjang.
"Huff... Haruka! jangan lari dong cape aku!" Keluh laki laki yang kutebak, namanya adalah Akito.
Perlahan lahan ia mendekatiku, lalu melempar keranjang ikan itu kearahku. Sontak aku melemparkan gelasku ke arah kanan.
"Kak! Bawain ini dong! Aku mau ngembaliin pancingan dulu!" Pintanya lalu masuk kedalam tenda biru yang berada satu meter di belakang punggungku ini.
"Heee Akito! Nda sopan kamu sama kakak sendiri!" Omel Nekochi dengan nada kesal.
"Nekochi..., kakak mau ngomong sama Natsuki dulu ya bentar!" Timpal Ela melihat kearahku sejenak.
"Emang kenapa?" Nekochi mendekatkan wajah polosnya itu ke bahu Ela.
"Sssttt! rahasia! ehehe!" Ela menjauhkan muka adiknya itu lalu bangkit berdiri.
"Weh? Kalian mau kemana?" Akito memunculkan wajahnya dri dalam tenda.
"Bentar doang kok!" Haruka berjalan mengambil gelas yang aku lempar tadi. Meletakannya di depan api unggun. Lalu merebut keranjang berisi ikan itu dan meletakannya sembarang di tanah.
"Ayo Natsuki! kenapa ngalamun?" Ela mengulurkan tangan kanannya padaku.
"Hem...," Aku menerima uluran tangannya dan akhirnya bangkit berdiri.
"Kalian masak ikannya dulu ya!" Ela tersenyum sembari menarik tanganku.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, seterusnya. Kami semakin menjauh dari tempat berkemah itu. Namun di langkah yang ke sepuluh. Ela menghentikan kakinya, dan akupun mengikuti bimbingannya. Kami berdua berbalik menghadap ke arah api unggun yang menjadi sumber cahaya itu.
"Kamu Fate Keeper kan?" Pertanyaan dari Ela yang mengejutkan diriku.
Aku terperanga dan membuka mulutku kecil. Sedikit tak percaya karena gadis di sampingku ini, mengetahui identitas asliku. Seketika aku sadar, siapa yang bisa melompati dimensi, selain Fate Keeper. Penyihir yang ingin dilenyapkan oleh Sang Penulis.
"Hem... apa maumu?" Tanyaku memasang wajah serius.