Partikel Aka, yang berarti merah. Ya, sesuai namanya, partikel itu memiliki warna merah darah. Ukuran partikel tersebut kurang lebih sama seperti ukuran atom. Namun memiliki sifat seperti balon hidrogen, yang bisa berpencar kesegala arah tergantung dengan tekanan udara yang mengarahkannya. Partikel Aka, akan bereaksi dengan gelombang yang berada di dalam otak manusia. Terutama pada saat manusia mengalami kekecewaan atau depresi yang sangat berat. Intinya, Partikel Aka bereaksi kepada manusia yang memiliki kondisi mental yang rentan. Entah itu depresi, setres, atau gangguan kecemasan.
Ketika satu butir partikel ini menemukan gelombang otak yang sesuai. Maka partikel itu perlahan akan menyatu dengan manusia tersebut. Menggandakan jumlahnya tergantung tingkat energi negatif yang dikeluarkan oleh induknya, yaitu manusia. Partikel ini memang bersifat parasit, dan juga bersifat magis dan spiritual. Jadi mata telanjang kita tidak bisa melihat manusia yang sudah terinfeksi dengan partikel ini. Perlahan namun pasti, Partikel ini membentuk kesadarannya sendiri. seiring berjalannya waktu, kumpulan partikel yang memiliki kesadaran itu mulai meniru kepribadian sang induk. Memahami gaya bicara, berfikir, maupun berinteraksi. Tak ada yang bisa melihatnya, dan tak ada yang bisa merasakannya.
Setelah melewati semua itu, berjalanlah fase pelepasan. Mendapat nama pelepasan, karena partikel itu sudah berubah bentuk menjadi Akume. Roh sihir merah antar dimensi yang akan membunuh induknya sendiri. Namun proses dari fase Infeksi, Pembentukan, dan Pelepasan tersebut memakan waktu yang cukup acak. Karena penggandaan butir partikel tersebut tergantung dengan kondisi manusia yang menjadi induknya.
"Jadi? yang tadi aku tembak?" Aku menatap wajah cantik Elaine sejenak.
"Yap, itu Akume yang menginfeksiku," Sahut Elaine mendorong piring plastik merah muda itu ke dadaku.
"Huh?" Dengan penuh pertanyaan aku hanya diam dan menerima piring di dadaku.
"Dah yuk balik! Adik kita dah nunggu!" Elaine mendahului langkah kembali menuju tenda kami.
Sembari mengikuti bimbinganya. Aku merogoh ke saku celana kiriku dan menunjukan kartu namaku padanya.
"Uh oh... soal organisasi ini? apa kamu tau sesuatu?" Kami berjalan sembari melihat ke arah kartu namaku.
"Itu... Organisasi buatan ayaku, dia itu mantan pekerja di lab ayahmu sebelum menjadi mentri pertahanan." Sahutnya santai.
"Huaa... ayahmu mentri pertahanan? keren dong." Ujarku mengembalikan kartu itu kedalam saku celana.
"Elaine...," Panggilku ditengah langkah kami menuju cahaya api unggun di balik pelukan pepohonan.
"Kenapa?" Elaine menoleh kepadaku.
"Kenapa kamu diem aja tadi?" Sebenarnya Elaine sudah sadar akan keberadaan Akume yang siap menyerangnya. Meski begitu dia seakan tak peduli akan dirinya yang bisa saja diterkam bahaya.
"Oh... aku taruhan!" Elaine melempar senyum padaku.
"He? Taruhan?" Aku memiringkan kepalaku bingung.
"Yap, kalau kamu nyelametin aku... kamu memang Natsuki yang aku kenal!" Elaine menggenggam tanganku lalu meningkatkan lajunya.
Aku hanya membisu seribu kata. Kata kataku seakan ditelan senyuman indahnya itu. Dengan kepasrahaan aku mengikuti langkahnya menuju cahaya dan kepulan asap di dalam hutan itu. Sekitar lima puluh langkah dan akhirnya mata kami bisa melihat dua tenda yang saling berhadapan, dan ditengahnya ada lilin dari kayu bakar. Akito dan Nekochi masih duduk di tempatnya masing masing. Mereka memusatkan padangan ke arah kami berdua saat kami sudah dekat.
"Uiii! Gimana kencan kalian?" Ujar Nekochi menggoda kami berdua.
"Ei..., mana ada kencan!" Sangkal Elaine.
"Hmm? Terus itu tangan gandengan apa?" Wajah cuek Akito mematahkan kata kata Elaine. Membuat wajah Kakak Nekochi di sampingku ini merah merona.
"Heee! Mana ada! Natsuki tuh modus!!" Sangkalan Elaine melepaskan tangannya dariku.