Asih meliriknya sekilas dan kemudian membuka sabuk pengaman.
Bara melihat Asih yang tak kunjung keluar dari mobil karena dia kesulitan membuka sabuk pengamannya.
Mata Bara membelalak kesal dan juga merasa miris melihat Asih, karena Asih sangat kuno menurut Bara.
"Lo payah banget sih Asih, buka sabuk pengaman aja enggak bisa," bentak Bara, Asih tidak menggubrisnya dan masih berusaha membuka sabuk pengaman itu.
Bara kemudian membuka sabuk pengamannya lebih dulu dan memperlihatkan caranya pada Asih.
"Nih, gini!" ucapnya.
Bara terlihat sangat mudah sekali, dan Asih mencobanya kembali tapi tetap susah.
Bara pun kesal, jengkel. Pokoknya dia gereget sama si Asih.
"Lo kampungan amat sih, heran gue. Sini, gue bantu," tawarnya.
Bara pun membukakannya untuk Asih, dan saat sudah terlepas … mata Bara dan Asih saling beradu membuat kecanggungan di antara keduanya hingga dalam hitungan detik ke depan mereka pun saling memalingkan wajah dengan perasaan gugup yang ada.
Asih pun cepat-cepat keluar. Tanpa pamit pada Bara, Asih segera pergi berniat menuju kelasnya. Tapi, lagi-lagi Bara mencegah.
"Heh, mau ke mana lo?" tanya Bara.
Asih kikuk, dia tidak tahu apa yang diinginkan Bara. Semuanya seakan serba salah.
"Aku mau ke kelas," balas Asih.
Tangannya memegang erat lengan tas gendongnya yang tengah dia pakai.
Sesudah mobilnya terkunci, Bara pun melangkah mendekati Asih.
"Lo harus bareng sama gue biar kedok kita gak bocor," ucap Bara menasehati Asih. Asih pun paham.
Asih hanya mengangguk dan mereka pun berjalan bersama pergi menuju kelas. Sudah seperti adik kakak yang kaya raya saja.
Dari kejauhan Bella and The Gengs melihat kedatangan Bara dan Asih.
"Wah Bell, si Bara pake mobil ke sekolah. Kayaknya masih baru tuh," celetuk Tata.
Tapi Bella masih memerhatikan Bara dan Asih dari kejauhan. Hatinya sangat kesal.
DIa juga semakin menyesal karena telah menyelingkuhi Bara yang kian hari juga terlihat semakin tampan saja.
Bella kemudian menggigit telunjuk kanannya dan sesekali juga melihat mobil Bara. Bella cukup hapal harga mobil dan merek mobil itu.
"Bell, lo enggak nyesel balikan lagi sama si Alfred?" Keyla menimpali.
Pertanyaan itu membuat hati dan pikiran Bella tidak sinkron. Bella juga tidak ingin balikan lagi dengan lelaki yang telah sengaja menodainya, bukan karena Alfred tidak kaya.
Dia juga kaya, hanya saja Bella lebih menyukai Bara ditambah Bara juga cukup berpengaruh di sekolah
Kepopularitasan Bara membuat Bella juga terpukau, beda dengan Alfred yang hanya pendatang.
Hanya seperempat kalangan perempuan yang menyukai Alfred, tidak sebanyak pada Bara.
Bella sangat senang jika pacarnya itu populer dan banyak diinginkan oleh orang lain.
Terasa dia adalah orang yang paling beruntung di muka bumi. Namun sekali lagi sayang, Bella sudah terlanjur menyakiti hati Bara dan sangat sulit membuat dia jatuh cinta lagi padanya.
Bara terlalu keras kepala, Bella tahu itu. Daripada balikan sama Bella, Bara lebih senang untuk menghukum dirinya dan membalas rasa sakitnya.
"Apa maksud lo?" tanya Alfred di belakang Keyla.
Semuanya terkejut, karena barusan mereka sedang membahas dirinya.
Keyla menyeringai.
"Hehe, enggak kok. Iya kan temen-temen?" Wajahnya memelas meminta dukungan.
Tata mengiyakan sambil terkekeh-kekeh.
"Iya Alfred, Keyla enggak ngomong apa-apa kok."
Wajah Alfred begitu seram, mata tajamnya melirik kedua orang itu sedangkan Bella tertawa melihat raut wajah Keyla dan Tata yang begitu tegang.
Tapi, di tengah kecemasan mereka itu … Ica bersuara.
"Apa maksud lo, Ta?" tanya Ica, semua orang terkejut.
Mereka sudah tahu kalau Ica akan mengacau, Keyla dan Tata melotot pada Ica, memberi tanda peringatan agar dia diam saja.
Tapi, bukan Ica namanya kalau dia tidak loading.
"Bukannya tadi Keyla tanya ke Bella, ya? Katanya gini –" Ica meragakan. "Lo enggak nyesel balikkan sama si Alfred?' gituh, Al. Keyla tadi bilang gituh kok," ucap Ica tanpa keraguan dan membenarkan kacamata bulatnya.
"ICAAA!!!" sebut Keyla dan Tata geram dengan meremas kedua tangan mereka sendiri.
Ingin sekali mereka juga membekam mulut Ica dan memasungnya di gudang sekolah.
Ica bengong, dia tidak suka berbohong dan juga tidak ingin kalau temannya berbohong.
Alfred memelototi mereka dengan garangnya.
"Awas ya kalian, gue enggak bakal traktir kalian di hari balikkan gue sama Bella," ancam Alfred terlihat marah.
"Ya … jangan gituh dong Al," Tata memelas.
Keyla juga mengangguk setuju. "Iya Al, maafin kita. Tadi cuman bercanda doang kok."
"Ah, gue enggak peduli." Tepis Alfred karena dua perempuan itu memegangi tangannya, berharap Alfred mencabut kata-katanya barusan.
"Ayo Bell! Kita ke kelas," ajak Alfred menarik tangan Bella.
Ketua gengs mereka, dibawa oleh Alfred tanpa perlawanan. Terlihat Bella juga tidak sesemringah biasanya.
"Si Bella kok dari tadi diem mulu, ya?" tanya Ica heran.
Kedua temannya yang tadi sudah disudutkan oleh Ica pun tidak menggubris pertanyaan Ica meskipun mereka juga setuju tentang pernyataan Ica barusan.
Bella memang tidak terlihat sedang baik-baik saja, tetapi keduanya sudah terlanjur geram pada Ica yang tidak bisa diajak bersekutu.
"Tahu ah, gelap," ucap Keya dan Tata serempak sembari bergandengan tangan, berlalu meninggalkan Ica untuk menuju ke kelas.
Ica melongo.
"Apa lagi salahku Ya Alloh? Sebel …. ah." Ica menghentakkan kakinya dan berlari menyusul kedua temannya.
"Tunggu aku!" teriak Ica.
Tapi Keyla dan Tata bukannya berhenti, mereka justru juga berlari menghindari Ica.
Di kelas, Bara berkumpul dengan teman-temannya. Keramaian di kelas itu sudah biasa terlihat.
Ada yang sibuk selfie, ada yang bergosip, ada yang main gitar meskipun gitar mereka sering disita karena selalu dimainkan saat jam pelajaran, tapi tetap saja tidak ada kapok-kapoknya mereka.
Beberapa murid juga duduk di bangku sembari mengobrol, termasuk Bara yang sedang tertawa-tawa dengan temannya sembari memakan kwaci yang dibawa oleh Tobi.
Tobi juga merayu Asih dan menawarinya, Asih menolak dengan lembut dan senyumannya semakin membuat Tobi terpingkal-pingkal.
"Manisnya …," puji Tobi dengan mulut menganga sembari memakan kwaci dan matanya yang layu seakan terhipnotis oleh kecantikan Asih.
Tiba-tiba semua mata tertuju pada Alfred yang baru datang bersama Bella.
Bella tidak berani menatap Bara, dan dilihatnya tangan Bella dan tangan Alfred saling menggenggam.
Semua mata para murid di kelas langsung tertuju pada genggaman itu.
Sebelum masuk kelas, Alfred sempat memberi arahan pada Bella terkait dirinya yang ingin mengumumkan hubungan mereka agar Bara semakin kesal.
Walaupun sudah putus, Alfred yakin kalau Bara sedikitnya masih menyukai Bella.
Puing-puing kenangan mereka yang sudah lewat dan dengan mudahnya Bella menyelingkuhi Bara menjadi luka tersendiri bagi lelaki sombong itu, pikir Alfred.
Emosi Bara akan tidak stabil dan Alfred sangat suka dengan itu. Dia bisa menyerang Bara dengan membuatnya emosi terus-terusan sampai energinya habis dengan percuma.
Melemahkan musuh dengan membuatnya jadi stress adalah taktik yang serupa dengan santet, begitulah pikir Alfred.
"Kau mengerti?" tanya Alfred tadi sebelum mereka masuk kelas.
Bella jadi tidak punya kuasa atas pilihan hidupnya sendiri, dia pun hanya mengangguk saja.
"Bagus, itu baru pacarku," puji Alfred sembari menyolek dagu Bella.
Bella menghindar karena jijik, dia juga tidak ingin kalau Alfred mencari masalah dengan mantan kekasihnya yang masih dia cintai itu, Bara.