"Okaasan – aku melihat ada bintang jatuh atau itu adalah meteor?"
Seru seorang anak berusia tujuh tahun dari jendela apartemen di pusat kota Tokyo.
"Apa benar seperti itu?" tanya ibunya langsung berlari mendekati putranya yang sedang berdiri di sisi jendela kaca lantai dua tujuh.
Jendela kaca itu sengaja dibuka agar anak semata wayangnya itu bisa melihat keluar, anak itu sangat menyukai langit, jadi setiap malam setiap dia ingin tidur selalu meminta ibunya membuka jendela kaca di kamarnya yang tidak begitu luas.
Duduk di pinggir tempat tidur yang menempel dengan jendela kaca besar yang sengaja dibuka, sosok kecil itu terlihat seperti siluet dari kejauhan karena lampu kamarnya selalu dia padamkan, sengaja seperti itu dengan begitu dia bisa melihat ke angkasa yang terang.
Ibunya selalu menuruti putranya itu.
"Aku sungguh melihatnya malam ini?" ucap si anak.
"Apa kamu sudah meminta sesuatu?"
"Hm …"
"Apa yang kamu minta kali ini?"
"Aku berharap, aku bisa sembuh dan membantu ibu."
Mendengar apa yang dikatakan putranya itu, wanita berusia tiga puluh tahun itu hanya bisa memegang tangan kecil putranya, dia menahan diri untuk tidak mengeluarkan air matanya.
Putranya mengidap kanker usus stadium empat sejak lahir putranya sudah mengidap penyakit bawaan dari suaminya yang lebih dulu meninggal dengan riwayat penyakit yang sama.
Di taman lain di pusat kota Tokyo.
Seorang remaja berusia enam belas tahun pun melihat hal yang sama malam itu.
Gadis berambut hitam sebahu itu memukul lengan tangan sahabatnya, "Oi – apa kamu melihatnya juga?"
"Apa?" jawab sahabatnya lelaki sebaya dengan gadis itu acuh tak acuh.
"Aku baru saja melihat sesuatu seperti bintang jatuh dengan cepat."
"Jangan bermimpi!"
"Aku tidak bermimpi."
"Kamu pasti kelaparan lagi, apa di toserba tempatmu bekerja tidak ada makanan yang sudah kadaluarsa yang bisa kamu makan." ujar sahabatnya yang terbaring tengkurap di bangku taman panjang.
TUK!
"Adow! Apa yang kamu lakukan."
Tiba-tiba gadis berambut hitam sebahu memukul kepala sahabatnya yang sedang terbaring dengan smartphone miliknya.
"Aku serius tapi kamu …"
"Hei … apa kamu melihatnya tadi?" suara dari tempat lain tak jauh dari mereka.
Keduanya langsung saling bertatapan mendengar obrolan lain tak jauh dari tempat mereka.
"Aku melihat bintang jatuh." Seru yang lainnya.
Gadis berambut hitam sebahu itu menguping lalu tangannya memukul bahu sahabat lelakinya yang masih tidur tengkurap menatap tanah menyuruhnya untuk bangun.
"Ah, aku tidak melihat apapun." Jawab si anak lelaki, dia langsung membalikkan tubuhnya kali ini menatap ke atas langit, dahinya berkerut, dia berpikir tidak ada apa-apa di atas sana selain kumpulan cahaya redup.
"Kenapa semua orang melihat tapi aku tidak."
"Itu namanya kamu tidak beruntung. Huh!" seru si anak perempuan mendengus.
"Ka-kamu …" anak lelaki itu seketika terkejut begitu juga bibirnya komat kamit dibalik topi, saat wajahnya ditutupi oleh topi miliknya sendiri.
Setelah itu dari tempat lain obrolan tentang bintang jatuh juga terdengar.
Gadis itu dengan cepat membuka smartphone miliknya, dan dalam sekejap pada berita terkini ada banyak pembasahan tentang orang-orang yang melihat bintang jatuh seperti dirinya.
"Lihat!"
Gadis itu mengarahkan layar smartphone miliknya ke depan wajah sahabatnya yang topinya sudah berubah tempat.
Anak lelaki itu sudah duduk dengan topi bertengger di kepalanya, alisnya berkedut melihat layar smartphone milik sahabatnya itu dan dia langsung berkata sambil menggaruk bagian leher belakangnya, "Mengapa aku tidak melihatnya. Hm … Ano … apa itu …"
"Sudah, aku rasa kamu memang tidak akan paham." gerutu si anak gadis, karena sahabatnya itu mimik wajahnya masih terlihat tidak mempercayainya.
"Itu karena kamu sering berhalusinasi tentang apa kata kamu … bintang biduk yang kabarnya memang ada."
"Aku malas membahasnya." jawab si anak gadis dengan cemberut.
"Semoga saja doaku terkabulkan, aku bisa diterima di Universitas Wase tahun ini." ucapnya lagi dengan wajah penuh senyuman.
'SEBUAH BINTANG JATUH DIPERKIRAKAN TERJADI TEPAT PUKUL DELAPAN MALAM DI PUSAT KOTA TOKYO.'
Berita seketika menggemparkan semua orang, terutama Asosiasi Vampir di Jepang.
Saat itu juga mereka langsung mengirimkan pesan ke semua pihak, terkait berita yang sedang viral, mereka memastikan itu bukan salah satu dari mereka.
Saat Mintaka dan yang lain sedang terkejut, smartphone miliknya bergetar, dari suara pesan tersebut Mintaka langsung mengetahui dari mana pesan itu dikirimkan.
Almilan yang mendengarnya matanya melebar begitu juga dengan yang lain.
"Kakak …" ujar Almilan saat Mintaka membaca pesan tersebut.
Dari sudut kelopak matanya dia menyapu keluar jendela.
"Tidak mungkin itu dia, kan?" tanya Almilan dengan penasaran.
"Aku tidak tahu." Jawab Mintaka.
"Apa dia mengalami sesuatu yang mencurigakan?" tanya Almilan lagi dan itu membuat Mintaka geram, mata sedingin es itu menatap Almilan dan membuatnya merasa sesak napas seketika.
"Kalian sebaiknya bawa Alnitak keluar dulu, aku akan memastikan Misaki atau bukan." Ucap Mintaka.
"Apa yang akan Kakak lakukan?" tanya Almilan.
"Bukankah kita sudah memasang alat pelacak pada Misaki, dia saat ini berada di …" Alis Mintaka seketika naik, rahangnya mengeras saat dia membuka aplikasi deteksi posisi Misaki saat ini berada.
"Tidak mungkin!" ucap Mintaka dengan matanya melotot karena terkejut.
"Hei, aku sudah siap." Tiba-tiba Alnitak sudah berdiri di antara Mintaka dan Almilan setelah hembusan angin menerpa mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya Alnitak melihat ekspresi kedua kakaknya tidak seperti biasa.
Mintaka menoleh ke Alnitak lalu berkata, "Apa kamu mengirimkan sesuatu kepadanya atau kamu mengalami …"
Alnitak dahinya berkerut lalu dia teringat sesuatu, begitu juga dengan Almilan.
"Gadis itu?"
Seru keduanya saling menunjuk ke arah satu sama lain.
Mintaka mengangguk.
"Jadi dia sudah sampai di Tokyo." Ucap Mintaka.
"Apa yang terjadi pada Misaki?" tanya Alnitak.
"Aku akan menjelaskan pada kalian setelah ini, kalian cepat ke aula pertunjukan, ulur waktunya sebaik mungkin agar mereka tidak mencurigai kita terutama Misaki. Kalau anak itu tidak ada di acara itu semua orang pasti tidak akan merasa puas."
"Baiklah!" jawab Almilan, "Ayo Nitak."
"Tunggu, aku tidak paham, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi?"
"Sudah, nanti saja." Almilan menarik tangan Alnitak.
Alnitak memberontak, seketika Mintaka memberi kode pada kedua pengawal di depannya.
Dua pengawal itu menangkap lengan Alnitak lalu membawanya keluar ruangan.
"Kakak, apa yang terjadi pada Misaki, kalau dia mati aku juga akan mati, apa kau tidak ingat itu." Teriak Alnitak.
"Nitak, jangan bodoh. Misaki tidak akan mati semudah itu bahkan dia tidak akan pernah mati."
"Aku tidak percaya."
Tapi percuma Alnitak tidak bisa berbuat apa-apa.
Dari ketiganya Alnitak yang paling lemah dan bahkan semenjak dia memberikan setengah dari darah yang ada di tubuhnya pada Misaki, Alnitak masih dalam pemulihan dan kekuatannya bertahap meningkat dan itu juga karena bantuan dari Misaki yang sudah berhasil membuat minuman sejenis suplemen untuk varian vampir seperti dirinya.
Mintaka dengan cepat berteleportasi.
….
Di lorong bawah tanah dekat bandara.
Sosok lemah terduduk dengan wajah memar, sudut bibirnya sedikit berdarah. Dadanya dia tekan sekuat tenaga, ada lubang dalam di sisi kanan itu akibat pukulan dari tangan Misaki yang sangat kuat.
Misaki menggeram menatap sosok pria bertubuh kurus yang hampir saja menyerang Veeneta saat di bandara.
Meski Misaki sendiri tidak percaya bahwa kekuatannya sudah berada di level ini, dia bisa membuat vampir lain terbaring tidak berdaya dengan satu pukulan keras.
"Aku beri peringatan kepadamu, sampaikan pada ketua klanmu jangan pernah berani menyerang gadis itu atau aku sendiri yang akan menghabisi klan dan juga keluargamu." Ucap Misaki dengan tatapan sinis.
"A-aku … ti-tidak bermaksud …" suara pria bertubuh kurus itu terbata-bata saat berkata, mata merahnya terlihat marah saat dia menatap Misaki.
"Kau hanya …"
JLEB!
Misaki menyerangnya lagi tanpa ampun, dia tahu apa yang dipikirkan pria itu.
Mengatakan bahwa dirinya mendapat kutukan sudah menjadi sosok yang seperti sekarang.
Saat Misaki memiringkan kepalanya ke kanan sambil menyeringai.
"Misaki-Chan jangan!" teriak Mintaka.
Dalam sekejap Mintaka mendorong Misaki hingga terpental jauh beberapa meter terbentur dinding lorong bawah tanah dan terjatuh di tanah yang becek.
"Kau pergilah, jangan pernah memperlihatkan wajahmu lagi di hadapan kami." Ujar Mintaka pada sosok vampir bertubuh kurus itu.
Mintaka berbalik setelah mengatakannya.
"Tunggu!" seru si pria bertubuh kurus pada Mintaka.
Mintaka berhenti lalu dia menoleh.
"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin membantunya." ujar si vampir bertubuh kurus.
"Membantunya?" Dahi Mintaka berkerut, dia tidak jadi melangkah pergi justru sebaliknya mendekati pria itu.
Saat itu juga …
"MISAKI – CHAN …. CEPAT PERGI DARI SINI."
Mintaka melesat dengan cepat, tangannya berhasil menarik tangan Misaki lalu berteleportasi.
BOOM!
Seketika lorong bawah tanah itu meledak.
"Kenapa kalian suka ikut campur urusan orang lain." Seru Damian sambil mematahkan lehernya sendiri sehingga keluar suara 'krek' yang keras saat dia mendapati sosok vampir bertubuh kurus itu terkapar dan dia sudah berhasil membantu Mintaka pergi dari sana sebelum kelompok vampir itu datang.
[STANDARD 7 MENGHILANG.]
Sebuah pesan dikirimkan dengan cepat.
'Aku bahkan sudah menunggunya keluar dari pengawasan ketiga kembar bersaudara itu tapi kau justru mengacaukannya."
KREK!
KREK!
KREK!
Suara patahan leher berbunyi sangat keras.
Damian seketika mematahkan leher vampir pria bertubuh kurus itu lalu membakar tubuhnya dengan tanpa rasa belas kasihan.