Bandara Tokyo – Sibuk dan terasa sepi meski begitu banyak orang berlalu lalang.
Veeneta menurunkan koper miliknya lalu bergegas keluar dari lorong kursi dan berjalan mengikuti arah keluar yang diarahkan oleh pramugari di depan pintu depan.
Almilan dan Alnitak tidak ingin ketinggalan, mereka berdua sangat terburu-buru.
Karena ada banyak orang yang menanti kehadiran keduanya terutama Alnitak sebagai master bintang produk baru perusahaan kosmetik milik keluarganya,
"Ke mana perginya gadis itu?" tanya Alnitak saat dia berjalan keluar pesawat dan melihat sosok yang baru saja dia lihat sudah menghilang.
"Aku rasa sekarang bukan waktunya memikirkan gadis itu, ayo cepat kita pergi dari sini." Almilan menarik kerah jaket Alnitak, menyeretnya seperti sedang menyeret hewan peliharaan. Dan itu membuat Alnitak sedikit berontak tapi dia mau tidak mau mengikuti arus dan akhirnya pasrah ditarik oleh kakaknya sendiri.
Tapi beruntungnya mereka hidup di negara yang sebagian penduduknya sangat tidak peduli dengan urusan orang lain jadi, apapun yang dilakukan keduanya bahkan tidak akan menarik perhatian kecuali …
"ALNITAK … ALNITAK … ALNITAK …"
Suara menggema di udara terdengar keras saat keduanya sudah mengantri di konter imigrasi untuk segera keluar dari bandara.
"Isshh … sialan, bagaimana mereka bisa mengetahui kalau kamu sedang dalam perjalanan sih. Netizen sekarang memang gila."
"Hei, jangan menyumpahi mereka. Aku menjadi seperti sekarang karena fanatik mereka padaku." Ucap Alnitak memprotes.
Alnitak mengibaskan tangan kakaknya, dia langsung membenarkan pakaiannya dan juga topi dan masker yang dia kenakan.
Almilan yang melihat langsung berkomentar, "Apa yang kamu lakukan?"
"Aku harus selalu berpenampilan bagus bukan, mereka selalu membawa kamera canggih dan bisa menangkap wajahku dengan sempurna."
"Dasar bodoh!"
Almilan memukul kepala adiknya.
"Aduh! Sakit." Erang Alnitak.
"Ayo cepat maju, antrian di depanmu sudah kosong. Sebentar lagi kita keluar dari sini."
Almilan bisa melihat di depan mereka ada sekelompok remaja membawa kertas berukuran lumayan besar dan memperlihatkan ke arah mereka.
"Bagaimana mereka bisa tahu?" ucap Almilan menatap dengan takjub kelompok kecil itu yang terlihat sangat menarik perhatian. Embel-embel bertuliskan nama adiknya dan banyak foto serta tanda cinta yang mereka bawa.
Alnitak menoleh lalu di balik masker matanya bisa terlihat kalau dia sedang tertawa bahagia dan berkata, "Mereka salah satu fanatikku yang gila memang, aku yakin mereka membeli tiket pesawat agar bisa masuk ke area ini, gila kan. Ternyata menjadi aku sekarang sangat menyenangkan."
TUK!
Almilan memukul kepala belakang Alnitak dengan ujung paspor miliknya.
Alnitak menoleh lagi lalu matanya terlihat marah tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah selalu dibully oleh kakaknya sendiri.
"Kalau bukan karena … aku tidak akan sudi menjadi manajermu." Gerutu Almilan.
Alnitak hanya tersenyum dalam hati lalu kini giliran dia maju ke depan melakukan pemeriksaan.
Petugas wanita yang berjaga di konter imigrasi tersenyum senang saat dia melihat wajah sosok yang dia kenali saat masker Alnitak dibuka.
Sungguh Alnitak sangat – sangat membuat semua wanita bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih setiap kali dia dengan sengaja tersenyum.
Di belakang Alnitak berjarak beberapa meter Almilan bibirnya mengerucut saat dia menghantarkan suaranya ke Alnitak.
'Jangan berlebihan tebar pesona cepat lakukan dengan cepat, kita sudah sangat terlambat kali ini. Aku tidak ingin melihat wajah ditekuk Kak Mintaka saat kita datang terlambat.'
'Baiklah … apa kakak tidak sama sekali memberiku waktu, ini sangat menyenangkan tahu.'
'Kamu ..'
'Baiklah …'
Setelah itu Alnitak berjalan keluar menunggu Almilan dan dia dengan sengaja menghadap kelompok remaja yang langsung mengambil apapun sosok idola mereka di depannya dengan lampu blitz kamera yang membombardir ke arah Alnitak.
"Tuan …" sosok pria berpakaian rapi menghampiri Alnitak.
"Kalian?" ujar Alnitak saat dia menoleh dan mendapati sosok yang dia kenal.
Tak lama Almilan bergabung dengan mereka.
"Bagus kalian datang tepat waktu, seret dia sekarang juga." Ucap Almilan pada kedua pengawal pribadinya.
"Kakak, tunggu sebentar saja." Kata Alnitak tapi dia sudah dipegang dan dibawah oleh kedua pengawalnya.
Tanpa bisa berbuat apa-apa Alnitak pasrah.
Mereka masuk ke pintu darurat.
Menuju ke atap gedung.
Siapa yang tidak mengenal sosok di belakang mereka. Bahkan keluarga Zeus sudah mendapatkan akses mudah dimana pun mereka berada di negeri Sakura ini.
Keempat orang itu dengan cepat naik ke atas dalam hitungan menit grup itu sudah berada di atas gedung bandara, sebuah helipad menunggu mereka.
"Kita seharusnya tidak perlu repot dengan menggunakan ini kan, kita bisa menghilang dan sampai di tempat tepat waktu." Ucap Alnitak saat dia sudah duduk di kursi dalam helipad.
"Dasar bodoh. Apa kamu mau semua orang tahu tentang kita. Sebagai manusia ikuti semua aturan manusia dan bersikaplah seperti mereka. Duduk cepat dan pasang pengamannya dengan baik." Bentak Almilan saat mereka sudah berada di dalam helipad.
Kedua pengawal pun duduk di sisi kanan kiri pintu.
Helipad itu terbang menjauh dari atap bandara.
Veeneta dengan senang akhirnya dia berhasil melarikan diri dari kedua vampir yang menyebalkan.
Siapa bilang Veeneta tidak tahu tentang mereka berdua.
Sudah lama keluarganya mengikuti semua kisah dan berita tentang Saudara Kembar Bintang Biduk itu.
Menghela napas panjang Veeneta masih berdiri di halaman depan bandara lalu dia menatap ke langit yang cerah.
Jaket ini tidak berguna di sini, gumam Veeneta sambil tersenyum sendiri.
Sangat kontras dengan tempat tinggal Veeneta sebelumnya lalu dia melihat ke sekeliling, semua orang terlihat acuh tak acuh.
Ini bagus!
Gumam Veeneta dalam hati.
Dengan begitu dia bisa hidup tenang di sini dan belajar dengan baik tanpa ada yang peduli dengan keberadaannya.
Diam-diam …
Di sisi lain sosok yang Veeneta tanpa sadari tengah memperhatikannya sejak dia berada satu pesawat sebelumnya.
Pria bermata hitam, rambut hitam dan kantung mata hitam di sekitar bawah kedua matanya dengan tatapan tajam sedari tadi mengawasi Veeneta.
Mata sosok tinggi kurus dan terlihat sangat angkuh itu setajam elang saat dia tanpa berkedip terus memperhatikan Veeneta dari sudut yang tak jauh.
"Aurora …" seru pria itu dengan wajah membentuk senyuman kecil lalu menyeringai.
"Akhirnya kita bertemu." Lanjutnya dengan sorot mata yang tidak bisa diungkapkan.
"Kalian semua, menyingkirlah dan jangan melakukan sesuatu yang dapat melukainya atau aku tidak akan segan mencongkel jantung kalian." Suara dingin pria itu menggema di sekitar mereka yang sejak tadi bersembunyi, diam-diam mengikutinya.
Ada sekitar empat lima orang di sana lalu mereka perlahan menjauh hanya satu orang yang berjalan mendekatinya sedikit membungkukkan badan lalu dia berkata, "Tuan, karena Aurora sudah ditemukan apa yang harus kita lakukan?"
"Kalian pergilah … tunggu perintah dariku dan jangan pernah menyentuhnya." Ucapnya dengan nada suara penuh bijaksana.
"Baik Tuan Rigel." Ucap pria bertubuh tegap, tinggi dan berwajah kasar tanpa ekspresi lebih tepatnya.
"Semuanya mundur dan jangan lakukan apapun." Pesan suara yang dihantarkan pria yang baru saja membungkukkan badan itu saat dia pergi ke arah berlawanan.
Rigel Orionis.
Sang Alpha dari kawanan serigala yang terkenal di negeri Virgin Lands.
Dia adalah satu-satunya ketua dari tujuh alpha yang berkuasa di negeri tersebut.
Kedatangan Rigel ke Tokyo saat ini adalah menjemput Aurora yang menurut dari ramalan leluhur adalah sosok yang dapat menyelamatkan hidupnya di masa depan. Dia harus memiliki keturunan untuk kekuasaan dan juga hidupnya.
Rigel tidak akan melakukan semua ini – menuruti apa yang dikatakan para penatua bahwa dia harus membawa Aurora untuk menyelamatkan hidupnya dengan menikahinya.
Konyol sekali!
Pikir Rigel saat dia memimpin pertemuan sidang kawanan Alpha di kastilnya sebulan yang lalu.
Tapi pada akhirnya Rigel, diam-diam mencari dan menemukan sendiri.
Dia adalah sosok gadis bertubuh kecil dan mungil bahkan tidak pernah terbayangkan.
Apa keistimewaan gadis itu?
Dalam tatapan tajamnya Rigel yang masih berdiri menatap Veeneta terus berpikir, dia bahkan tidak istimewah dan secantik para gadis di negerinya.
Tapi, saat itu Veeneta yang tanpa diketahui Rigel berjalan berbalik arah menuju ke arahnya.
Seketika Rigel terkejut, meski mereka tidak saling kenal tetap saja Rigel merasa dia yang menurut para penatua adalah calon istrinya di masa depan, dalam hati Rigel, meski dia tidak menarik – dan aroma manis yang semakin dekat itu.
"Tidak mungkin! Dia … "
Saat itu juga Rigel langsung menerjang Veeneta saat dia melihat cahaya biru yang datang tiba-tiba menuju ke arah Veeneta.
BRAK!
Bahu Rigel menabrak dinding kaca gedung dan Veeneta terkejut saat dia menyadari tangan kokoh merengkuh tubuhnya, koper Veeneta menabrak garis pembatas lalu berhenti tepat di dinding kaca juga.
"A-apa yang kamu lakukan?" tanya Veeneta dengan kedua mata membesar dan sangat terkejut.
Beberapa orang yang ada di sana melihat adegan itu lalu mereka berpikir, apa mereka berdua sepasang kekasih yang baru saja bertemu.
Setelah itu semua orang mengabaikan keduanya.
"A-aku …" Dengan cepat Rigel melepaskan tangannya dari bahu Veeneta.
Berdiri dengan linglung Veeneta menatap pada bahu Rigel.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Veeneta.
Rigel bisa melihat wajah halus dan cantik Veeneta dari dekat saat hoodie yang menutupi wajah Veeneta jatuh tanpa disadarinya.
Dan itu membuat Rigel percaya bahwa apa yang dikatakan oleh penatua tentang gadis ini memang benar, dia sangat istimewah.