Chereads / Hope! Oh My Angels / Chapter 15 - Bintang 14

Chapter 15 - Bintang 14

Hotel Bintang Lima di Tokyo …

Mintaka sejak tadi tidak bisa tenang, dia terus menatap pemandangan yang ada di luar jendela besar yang dipenuhi lampu dari gedung bertingkat.

Berkali-kali juga dia memeriksa jam di pergelangan tangannya.

Misaki yang duduk di sofa dengan kaki disilang dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa hanya bisa mengerutkan kening setiap kali Mintaka mendengus kesal.

"Dua orang bodoh itu selalu terlambat, apa mereka tidak mengerti kalau acara ini sangat penting bagi kita semua." Mintaka bolak balik di depan Misaki yang sekarang dia justru memejamkan matanya dengan tenang.

"Seharusnya mereka sudah tiba tepat waktu." Ucap Mintaka lagi.

"Apa kamu tidak bisa tenang sedikit. Ah … suaramu sangat berisik sekali." Seru Misaki dengan matanya yang terpejam, kepalanya menunduk, dia sungguh sangat tenang sekali.

Beberapa pengawal yang berdiri mengelilingi mereka menahan napas, mereka takut Mintaka melampiaskan amarahnya kepada mereka.

Ini bukan pertama kalinya adik kakak itu datang terlambat di saat seperti ini.

Cetak

Cetok

Cetak

Cetok

Suara langkah kaki terdengar kencang memasuki ruangan, Mintaka berbalik dia pikir itu kedua adiknya tapi lagi-lagi sosok wanita berpakaian seksi mengenakan dress warna merah yang bagian kanan kakinya terbuka sampai ke bagian paha. Riasan wajah wanita itu juga sangat mencolok, bibirnya merah darah, rambutnya sebahu tergerai berwarna coklat terang.

Siapa pun tidak akan mengira kalau dia adalah Rosie, pengasuh ketiga kembar bersaudara yang sudah setia menemani mereka semenjak mereka memutuskan menetap di Tokyo.

"Mintaka, apa kalian sudah siap?" tanya Rosie, dia menatap Mintaka yang gugup lalu pandangannya beralih pada Misaki yang sangat tenang, sejak tadi Misaki tidak sama sekali bergerak, menundukkan kepala dan kedua tangan disilang ke dada. Mungkin kalau ada yang melihatnya dia seperti mayat yang kaku.

"Abaikan saja dia. Rosie, apa semua tamu sudah datang?" tanya Mintaka pada Rosie.

"Hm … waktu kita tinggal beberapa menit lagi, apa kita akan tetap memulainya tanpa menunggu Alnitak?" ucap Rosie pada Mintaka.

"Jangan, Alnitak adalah segalanya dalam proyek kita ini. Apa kamu tidak tahu Misaki sudah berusaha keras membuat komposisi kosmetik ini dengan baik. Selama ini kita telah berhasil menjadi manusia normal dengan membangun perusahaan ini, dan semua manusia tidak akan mencurigai kita karena kita begitu awet muda, karena serum yang sudah dibuat Misaki."

"Tapi …" Rosie menyela.

"Rosie, kamu keluar saja temui para tamu dan bersikaplah senormal mungkin agar mereka tidak bertanya-tanya dan curiga. Aku yakin mereka semua sangat antusias menunggu Alnitak." Jawab Mintaka, dia memegang bahu Rosie.

"Baiklah!" jawab Rosie.

Setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan setelah melirik Misaki yang masih juga belum bergerak sama sekali.

"Kalian … apa kalian sudah mendapat informasi keberadaan kedua adikku?" tanya Mintaka pada pengawal yang berada di ruangan.

"Tuan, mereka sedang dalam perjalanan, aku rasa akan ada keterlambatan kali ini."

Jawab salah satu pengawal.

"Sekarang juga, kalian atur penjemputan mereka dengan helikopter, aku rasa waktunya tidak akan cukup, suruh mereka yang menggunakan mobil kembali ke sini. Dan kirim tim kedua secepatnya."

"Baik Tuan." Jawab si pengawal.

Dengan cepat dia mundur lalu meninggalkan ruangan dan berbicara dengan seseorang melalui earphone yang menempel di telinga kanannya.

Pengawal itu adalah pengawal pribadi keluarga Zeus yang setia mendampingi ketiga saudara kembar itu sejak lama.

"Misaki, apa yang harus kita lakukan?" tanya Mintaka, dia duduk di sebelah Misaki.

Misaki masih diam, dia mengacuhkan Mintaka.

Sejak Misaki menjadi pahlawan bagi keluarga Zeus selama beberapa dekade, Mintaka dan kedua adiknya sangat menghormati Misaki.

Bagi mereka Misaki adalah mahkulk terpenting bagi keluarga Zeus.

Bagaimana tidak, sejak beberapa dekade mereka telah berhasil membangun kerajaan bisnis di Tokyo sebagai perusahaan kosmetik terkenal, 'Young Cosmetic.'

Sebenarnya perusahaan itu mereka bangun sebagai pengalih untuk keberadaan mereka, karena selama ini mereka tidak pernah berubah sama sekali.

Maka dengan adanya kosmetik yang membuat seseorang awet muda, semua orang percaya bahwa perusahaannya telah berhasil membantu mereka yang ingin selalu terlihat cantik tampan dan menawan tanpa sekalipun mengalami penuaan.

Bahkan perusahaan mereka bukan hanya berkembang di Jepang saja tapi sudah go international.

Melihat Misaki mengacuhkannya, Mintaka menendang ujung kaki Misaki.

"Jangan mengabaikanku … " ucap Mintaka dengan nada dingin.

Sejak mereka memutuskan berbaur dengan kehidupan manusia, Misaki telah banyak mengajari mereka bagaimana mereka bersikap agar terlihat alami.

"Misaki ..." Mintaka menendang lagi ujung kaki Misaki.

Misaki akhirnya membuka matanya, menyasar pandangan ke Mintaka.

Melihat itu membuat Mintaka merinding, "Kau … jangan menatapku seperti itu."

Ada kilatan berwarna emas pada mata Misaki, dan itu membuat Mintaka sedikit takut.

Sejak kejadian malam dia mana dia meninggalkan ruangan saat Misaki sekarat, beberapa hari kemudian Misaki pingsan, dan saat dia terbangun Misaki menjadi sangat berbakat.

Bahkan Mintaka tidak bisa mengalahkannya.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Mintaka pada Misaki.

Biasanya saat Misaki bersikap seperti ini, dia sedang merasakan sesuatu.

"Mintaka … aku bisa merasakannya?" kata Misaki, dia menatap Mintaka dengan tajam.

Tiba-tiba mata Misaki bersinar terang lalu berubah dari merah menyala, lalu berubah gelap dan kembali lagi merah keemasan.

"Misaki, apa yang kamu lihat?" Mintaka maju mendekatkan dirinya lebih dekat pada posisi duduk Misaki.

Misaki memegang kepalanya yang terasa sakit di bagian belakang.

"Ah … ada apa ini?" ucap Misaki, wajahnya menegang.

Mintaka langsung memegang tubuh Misaki yang kaku.

"Misaki … "

"Aromanya manis sekali." Mata Misaki berkilat, untuk pertama kalinya Mintaka melihat kembali kilatan ganas pada sorot mata Misaki.

Dengan sekali jentik Mintaka memerintahkan semua pengawal bergegas keluar mengamankan ruangan.

Siapa pun tidak boleh masuk ke ruangan ini.

Otot pada rahang Misaki terlihat sangat jelas, dia mendengus lalu mengendus dan lalu matanya melotot.

Beberapa saat kemudian Misaki menjilati bibirnya sendiri.

Mintaka dengan cepat menahan tubuh Misaki.

Misaki masih belum bisa menahan diri. Mintaka selalu ingat pesan ayahnya kalau Misaki belum sepenuhnya menjadi manusia abadi seperti dirinya dan juga Almilan.

Misaki dan Alnitak memiliki fase yang sama, mereka masih setengah manusia dan setengah vampir, itu karena Alnitak telah berbagi darah dengannya.

"Ini pasti mungkin Alnitak bertemu dengan seseorang dan merasakan hal yang sama." Mintaka menekan tubuh Misaki ke lantai, dia mengukung Misaki yang terus mengendus.

"Misaki kendalikan dirimu." Bisik Mintaka.

Di ruangan lain, ruangan mewah itu dipenuhi dengan para undangan. Dari selebritis yang terkenal di Jepang dan sampai negara tetangga semua ada di sana. Para selebgram, seniman, pengusaha dan beberapa pejabat yang mengenal Misaki dan juga Mintaka.

Rosie terus tersenyum menyambut para tamu dan juga menjawab pertanyaan mereka yang terus menanyakan di mana si tuan rumah.

Seorang pengawal berjalan mendekati Rosie.

Lalu dia berbisik, "Madam Rosie, Tuan Misaki …"

Rosie yang mendengar langsung mengangguk kepala dan berbisik, "Standar tujuh."

Setelah mendengar jawaban Rosie si pengawal langsung mengangguk dan pergi.

Standard tujuh adalah kode mereka yang menyatakan situasi Misaki dalam keadaan gawat itu berarti mereka harus waspada dan tidak boleh ada satu orang pun yang melewati pintu masuk ruangan.

"Arrggh …." Misaki berteriak keras, Mintaka masih berusaha menekan kepala Misaki ke lantai agar erangannya terendam.

Meski ruangan itu kedap suara tetap saja Mintaka tidak ingin Misaki menimbulkan masalah yaitu vampir lain bisa mendengar suaranya.

Sampai saat ini Misaki masih menjadi buruan para vampir yang ingin menangkap dan memanfaatkannya.

Di pesawat …

Veeneta yang duduk diam tanpa sedikitpun bergerak dia merasa yakin kalau kedua sosok di sampingnya ini terus mengawasinya sejak tadi.

Beruntung sebentar lagi mereka tiba di Tokyo dan itu membuat Veeneta merasa lega.

"Kak, apa kamu tidak merasa kalau gadis itu …" ucap Alnitak yang terus menutup hidungnya tapi matanya masih mengarah pada Veeneta.

"Jangan memikirkannya Alnitak, atau kamu akan mengundang …"

"Aku tahu!"

"Aku rasa Misaki saat ini sedang tersiksa." Ucap Almilan.

"Apa karena aku?" ucap Alnitak.

"Hm … apa pun yang terjadi padamu, dia pasti juga merasakannya. Kalian berdua masih …"

"Kakak, apa Misaki bisa … in ikan ...."

"Kamu baru menyadarinya. Dasar bodoh."

Almilan memukul kepala Alnitak.

Saat itu juga Almilan melihat sesuatu di jendela, dengan cepat dia sudah berada di sisi Veeneta lalu menarik gadis itu ke tempat duduknya.

Veeneta yang terkejut, diam membeku!

Matanya melebar.

Almilan menatap ke luar jendela pesawat, ada dua mata menatap tajam ke arah mereka.

"Ah sialan! Mereka juga mengetahuinya." Ucap Almilan.

"Gadis kecil tetap duduklah di sini." Kata Almilan pada Veeneta yang bergeming matanya melotot, saking terkejut.

Bagaimana bisa pemuda ini membawanya dengan begitu cepat hanya dalam satu hembusan napas.

Almilan mengedipkan matanya lalu menarik topi Veeneta sampai menutupi separuh wajahnya.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Alnitak.

"Tenang saja, mereka tidak akan berani melakukan apapun di sini. Negara ini di luar otoritas mereka. Dan gadis ini …"

Alnitak dan Almilan saling berpandangan lalu keduanya mengangguk.

"Gadis berdarah langkah yang diburu semua vampir …." ucap keduanya.

Mereka menatap Veeneta secara bersamaan, Almilan berdiri di depan Veeneta, Alnitak masih duduk membeku di sebelah Veeneta.