Sosok bertubuh kekar dengan mata tajam berwarna merah yang tiba-tiba berubah menjadi coklat menatap ketiga anaknya. Kehadirannya membuat semua orang yang ada di ruangan itu langsung terasa beku.
Zein Zeus, usianya empat puluh lima tahun, penguasa istana di Laut Kuning, semua orang mengenalnya Zeus adalah sosok yang bijaksana tapi dia juga bisa kejam.
Rambutnya serupa dengan putra pertamanya Mintaka, putih berkilau, matanya pun sama kecoklatan, hidungnya yang mancung dan wajahnya yang tampan dengan rahang menonjol sangat sempurna jika wanita melihatnya, dia sosok yang sangat menawan. Hanya saja tubuhnya lebih berotot dari Mintaka. Mengenakan jubah putih dan mahkota di kepalanya semua orang tahu bahwa dia adalah Raja di Istana Zeus, yang terletak di pinggiran Rusia.
Bangunan serupa kastil yang megah tidak banyak yang tahu tentang keberadaan mereka selama bertahun-tahun kecuali beberapa orang pelarian perang dari berbagai negara. Yang pada akhirnya menetap di sana dan tidak pernah kembali ke negeri asalnya.
Zein Zeus sangat bijaksana dan murah hati kepada semua orang, dengan demikian semua orang yang tinggal di wilayahnya sangat menghormatinya, meski mereka tidak pernah tahu bahwa keluarga Zeus sebenarnya adalah sosok makhluk yang tidak akan pernah mati alias kekal selamanya.
Rosie adalah penengah di antara keluarga istana dan orang-orang luar istana. Keberadaan Rosie sebagai penghubung membuat keluarga Zeus tidak pernah terdeteksi akan asal usul mereka begitu juga ketiga anaknya yang cepat tumbuh dalam waktu singkat tapi mereka semua karena tidak diperbolehkan berinteraksi langsung dengan masyarakat jadi tidak ada yang tahu tentang ketiganya, kecuali bangsa vampir itu sendiri.
Zein menghela napas saat matanya menyapu sosok bertubuh lemah tak berdaya terbaring di atas dipan batu besar di ruangan khusus yang ada di istananya.
"Apa yang kalian lakukan kepada manusia lemah ini?" tanya Zein kepada ketiganya, melirik ke Mintaka sebagai anak tertuanya.
Mintaka menghela napas dalam saat dia melihat ayahnya melirik kepadanya.
Kedua adiknya diam, bergeming.
"Ayah … dia … digigit oleh vampir liar di hutan. Semua ini bukan karena kami."
Tiba-tiba Alnitak menyela.
Mintaka matanya melebar saat dia terkejut adik bungsunya langsung mengeluarkan suara.
Meski Mintaka tahu, ayahnya selalu mendukung apapun yang dilakukan Alnitak karena anak ini memang masih dalam pengawasan semua orang.
"Hm …" seru Zein mendengar apa yang dikatakan Alnitak.
Sorot matanya tajam menatap satu persatu anaknya yang ada di hadapannya itu lalu pandangannya jatuh ke tubuh tak berdaya.
"Argh …."
Suara Misaki mengerang, menggema di dalam ruangan khusus.
"Yang Mulia, apa yang harus kita lakukan?" ucap Rosie, dia melangkah maju membungkukkan kepala.
Yah, Rosie selalu menjadi penengah di antara ayah dan anak ini setiap kali mereka dalam situasi menegangkan.
Bukan tanpa alasan, Zein sudah sering kali mengingatkan ketiga anaknya untuk tidak berurusan dengan manusia.
"Aku khawatir semua vampir yang ada di dunia ini datang menyerbu istana kalau mereka tahu manusia ini berada di sini. Rosie, apa kau yakin saat mereka membawanya tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya?"
Mata Rosie mengerjap saat mendengar pertanyaan itu, dia menatap ketiganya.
"Mereka melewati gerbang utama istana dan beberapa pengawal sudah pasti melihatnya."
"Kalian … " geram Zein mengepalkan tinjunya dan juga giginya bergemeretak.
"Ayah, aku sudah menghapus memori semua pengawal saat kita melewati mereka, aku yakin mereka tidak melihat atau lupa dengan apa yang mereka lihat sebelumnya." Ucap Almilan.
Segera Zein mengendorkan kepalan tangannya, saat rahangnya terlihat mengeras ketiga anaknya dalam hati sedikit khawatir dan takut.
Zein mengalihkan pandangannya ke Misaki.
"Luka di lututnya parah, gigitannya tidak cukup dalam hanya saja dia … manusia lemah." Zein memeriksa bekas luka gigitan yang ada di bagian lutut Misaki.
Zein menatap wajah Misaki yang pucat dan kesakitan, matanya melotot menatap Zein menghiba dengan sangat agar dia bisa diselamatkan tapi Misaki saking merasakan sakit di tubuhnya yang mulai menjalar, panas tidak terkira dia bahkan tidak bisa mengeluarkan suara.
Zein menggelengkan kepalanya saat matanya bertemu langsung dengan mata Misaki.
"Dia punya tekad yang kuat untuk tetap hidup. Apa kalian menemukannya di laut?"
"Iya." Jawab ketiga anaknya.
"Almilan … apa yang kau lihat tentang dia?" tanya Zein pada anak keduanya.
Almilan melangkah maju, dia menatap Misaki yang mengejang merasa kasihan tapi Almilan tidak bisa berbuat apa-apa.
"Di masa depan dia adalah penolong kita, akan ada masa di mana keluarga kita akan baik-baik saja dan hidup bersamanya."
Zein menoleh menatap Almilan dengan pandangan serius, dahinya berkerut sedikit tapi Zein selalu mempercayai apa yang dikatakan Almilan, anak keduanya ini memiliki kelebihan bisa melihat masa depan.
Tapi saat ini Almilan tersenyum, ekspresi wajahnya tidak seperti biasa. Zein meraih tangan Almilan lalu berkata, "Apa dia bisa menyembuhkan ibumu?"
Semua orang yang ada di ruangan itu langsung menegang.
Almilan mengerjapkan matanya lalu dia menunduk lebih menatap tangan ayahnya yang berukuran besar memegang kedua tangannya.
Almilan hanya mengangguk.
Seketika Zein wajahnya terlihat tersenyum bahagia.
Sejak istrinya sakit dan tidak bisa bangun betapa frustasinya Zein Zeus memikirkan bagaimana caranya agar istrinya bangun.
Kelahiran ketiga putranya merenggut kehidupan istrinya, yang kini hanya terbaring di kamar pribadinya. Tapi, dia masih bisa berbicara kepada ketiga putranya melalui pikiran yang terhubung dengan Almilan.
Jadi Cetus, ibu ketiganya dan istri Zein sebenarnya tidak benar-benar mati.
Pertarungan antara hidup dan mati saat melahirkan ketiga anaknya membuat Cetus harus mengorbankan hidupnya. Cetus adalah manusia yang menikah dengan Zein, seorang raja dan juga makhluk immortal.
"Kalau begitu baguslah! Kita harus menolongnya segera." Ujar Zein.
"Tapi ayah …" Almilan berseru.
Di antara kedua alis Zein ada kerutan saat dia mendengar Almilan berseru, dia menatap anak keduanya.
"Kenapa? Jangan katakan hal-hal yang tidak ayah sukai." Suara Zein terdengar dalam dan juga berat.
"Jangan membuatnya seperti kita." Seru Almilan pada akhirnya.
Zein menatap putra keduanya itu dengan tatapan penuh kasih sayang. Sejak mereka tahu tentang ibunya yang menderita mempertahankan statusnya sebagai manusia, ketiga putranya sangat bersedih dan Almilan tidak ingin ada manusia lain yang mengalami hal serupa seperti ibunya.
"Bukankan kau sendiri yang mengatakan kalau dia akan membawa kita ke kehidupan yang lebih baik? Kenapa kau ragu seperti ini."
"Aku … aku … hanya tidak ingin ayah mengubah dia menjadi seperti kita."
"Aku tidak akan melakukannya."
"Lalu bagaimana dia bisa tetap hidup, bukankah …." Mintaka tidak bisa menahannya dia akhirnya berkata kepada keduanya.
Zein menoleh menatap Mintaka lalu tersenyum, untuk pertama kalinya ketiganya dan juga Rosie melihat raja ini tersenyum bahagia di hadapan mereka.
Rosie, sebagai pelayan yang sudah lama bersama mereka sangat mengenal Zein, sejak istrinya sakit dia tidak sama sekali tersenyum dan setiap hari berburu mencari tahu bagaimana cara menyembuhkan istrinya dan menjadi manusia kembali.
Sudut bibir Zein tertarik lalu dia berkata, "Alnitak yang akan melakukannya, kau yang akan menarik semua racun yang ada di tubuhnya."
Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut, mata mereka melebar saat mendengar ayah mereka memerintah Alnitak melakukan itu semua.
Alnitak bergeming, tiba-tiba kepalanya dipenuhi sesuatu yang membuatnya terasa berat. Apa dia tidak salah mendengarnya, bagaimana mungkin dia bisa melakukannya. Itu … sesuatu yang dia bahkan belum pernah melakukannya. Bahkan menggigit hewan pun dia belum pernah.
Zein melangkah maju mendekati Alnitak, "Kau bisa melakukannya." Ucap Zein menepuk bahu Alnitak.
"Ayah …" Mintaka menoleh lalu berkata, "Apa ayah …"
Tangan Zein dikibaskan di hadapan Mintaka, "Ayah tahu, kalian jangan khawatir, dia satu-satunya yang belum sempurna menjadi vampir seperti kalian berdua. Hasratnya kepada darah masih ringan, bisa dikatakan kalau ayah memerintahkan dia untuk berhenti dia akan berhenti."
"Tapi ayah, bukankah itu justru membahayakannya karena dia belum pernah merasaka darah manusia, sekali dia mencoba dia tidak akan pernah bisa menghentikannya." Sela Almilan.
Zein menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Ayah sangat mengenal putra aya sendiri, Alnitak sangat berbeda dengan kalian berdua. Jadi ayah sangat yakin dia bisa melakukannya. Bukankah kalian juga selama ini bisa menahan diri dari bau darah manusia. Buktinya kalian bisa menahannya dan membawa dia sejauh ini. Karena kalian selama ini sudah terbiasa melihat ibu kalian dan kalian pasti berpikir kalau kalian menghisap darah manusia itu sama saja kalian menghisap darah ibu kalian sendiri." Jelas Zein kepada ketiganya.
Mereka terdiam mendengar penjelasan ayahnya. Memang benar mereka bisa menahan aroma manis darah manusia karena mereka sudah terbiasa dengan darah ibunya yang selalu mereka rasakan sejak mereka lahir.
"Aku rasa apa yang dikatakan Yang Mulia ada benarnya, kalian pasti sudah memahaminya dan usulan Yang Mulia, aku juga setuju kalau Alnitak yang melakukannya." Ujar Rosie kepada Mintaka dan kedua adiknya.