Chereads / Hope! Oh My Angels / Chapter 9 - Bintang 8

Chapter 9 - Bintang 8

Misaki dalam keadaan apa pun dalam hati dia merasa bahwa situasi ini sangat buruk bahkan lebih buruk dari situasi dalam pertempuran di kapal perang sebelumnya.

Dia melirik ke kanan dan ke kiri dari sudut matanya untuk melihat di sekelilingnya, dengan jantung berdegup kencang Misaki yang wajahnya putih semakin pucat pasi, berubah semakin tak berwarna, lalu dia sungguh sangat gemetaran saat dia tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan salah satu makhluk aneh yang berdiri berjarak sekitar beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Misaki belum tahu mereka ini siapa?

Gigi taring yang mengerikan tampak berkilau, makhluk itu menyeringai kepadanya. Misaki yakin kalau tatapan dan seringai itu tertuju padanya seolah ingin menyantapnya. Membuat seketika tubuh Misaki membeku, dia bahkan tidak bisa mengedipkan matanya.

Saat bersamaan Mintaka dapat melihat pandangan sosok vampir yang berdiri di tengah dengan kepala miring ke kanan, tatapannya seperti sedang mengejeknya.

Mintaka tahu kalau vampir di depannya ini sangat percaya diri, mereka hampir sepantaran dilihat dari wajah mereka yang masing-masing sangat muda.

Melirik ke samping kiri, Mintaka terkejut saat Misaki sudah berdiri di sisinya. Lambat tapi pasti Misaki bergerak ke depan membuat Mintaka semakin terkejut.

"Apa-apaan ini?" seru Mintaka.

"Hei, jangan ke depan." Mintaka menarik leher baju Misaki, pegangannya sangat kuat tapi Misaki juga tiba-tiba berubah sangat kuat, kakinya bergerak maju ke depan tatapannya juga selalu ke depan.

Alnitak yang melihatnya juga terkejut, begitu juga Almilan.

"Kakak, sepertinya dia terkena hipnotis." Seru Almilan.

Mintaka langsung menatap tajam ke arah depan mereka, mencari satu persatu siapa yang melakukannya.

"Kamu lihat, gadis berambut pirang sebahu di samping kanan pemuda yang ada di tengah, dia sedari tadi menatap manusia ini. Sepertinya dia yang melakukannya." Ujar Alnitak.

"Hm … kamu pintar Nitak." Seru Mintaka dan juga memuji adik bungsunya.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Alnitak, dia juga sudah memegangi Misaki dengan kuat.

Tenaga Misaki sangat kuat, dia terus menggerakkan kedua kakinya untuk berjalan ke depan.

Almilan tersenyum sinis, saat matanya bertatapan dengan gadis berambut emas yang dikatakan Mintaka.

"Aku tahu satu-satunya cara adalah tutup mata manusia ini." Ujar Almilan.

"Dengan begitu dia tidak akan melakukan apa yang dikatakan gadis itu." Lanjut Almilan.

"Bodoh, dia terkena hipnotis itu berarti otaknya yang diserang." Jawab Mintaka, dia sekuat tenaga menahan Misaki untuk bergerak.

Mereka terus melangkah maju sangat harmonis, langkah kaki yang berirama. Mintaka sudah sangat khawatir direpotkan dengan manusia ini.

'Kalau mereka berhasil mendekat dan menyerang kami, manusia ini juga akan mati disantap oleh mereka semua.' Dalam hati Mintaka.

Tiba-tiba ketiganya juga membeku, tubuh mereka tidak bisa digerakkan sama sekali.

Mintaka melirik ke Almilan yang sama diam seperti patung di samping kanannya, begitu juga Alnitak yang ada di depannya tengah memegangi tubuh Misaki.

Mereka saling berpandangan bingung dan juga takut.

'Apa yang sebenarnya terjadi?' dalam hati Alnitak, dia tidak ingin mati semuda ini.

Mintaka terus berusaha menggerakkan tubuhnya tapi sangat sulit sekali seperti ada kekuatan yang mengikat tubuh mereka dengan kuat.

Mintaka menoleh, menatap barisan di depannya itu yang semua wajah mereka tersenyum senang melihat dia dan kedua adiknya mati kutu, tidak berdaya.

Di hutan lain …

"Kakak, sepertinya kita kesasar, ini bukan jalan arah rumah kita." Kata Orion, dia berjalan di sisi kanan Pheuton.

"Wah, asyik kita jalan-jalan lagi." Seru Cygnus, saat itu juga Deneb nyeletuk, "Kau, hanya berpikir untuk bersenang-senang saja Cygnus. Apa kamu tidak menyadari kalau kita sudah terlalu lama di hutan ini, berputar-putar terus."

"Kakak Pheuton, bagaimana dengan instingmu kali ini, kita harus jalan ke arah mana?" seru Orion.

Mata merah menyala Pheuton menelusuri hutan yang gelap di depannya, dia mengendus dan juga terus berpikir.

Tidak seperti biasanya, dia sejak tadi memang sangat sulit berpikir. Sudah lebih dari tiga jam mereka terus berada di tempat ini dan tidak bisa menemukan jalan keluar.

"Aku juga bingung." Jawab Pheuton untuk pertama kalinya saat dia membawa ketiga adiknya mengembara berkata seperti itu.

Kaki depan Pheuton menggaruk-garuk tanah, kalau sudah seperti itu ketiga adiknya saling berpandangan dengan wajah jelek, mereka berpikir sama kalau kakaknya sedang frustasi.

"Hm …." Terdengar keluhan dari ketiga adik perempuannya bersamaan.

Pheuton hanya tersenyum mendengarnya.

"Kakak?" tanya Deneb, pelan dan cemas.

"Bersabarlah, semua akan baik-baik saja aku hanya tidak familiar dengan hutan ini." Jawab Pheuton, saat Deneb berdiri di sampingnya.

"Apakah sebaiknya kita kembali ke tempat tadi saja?" ujar Deneb.

Pheuton menggelengkan kepalanya, ekornya bergerak-gerak. Serigala raksasa itu terus mengitari area sekitar.

Cygnus yang melihat kegalauan kakak lelakinya, menghampiri Pheuton, "Kakak apa yang kamu lakukan?"

Pheuton berputar menatap tajam mata Cygnus yang merahnya masih redup dan tubuhnya yang masih belum sekuat dirinya itu.

"Apa kamu takut?" Pheuton bertanya.

"Aku? Takut? Hahaha … nggak mungkin." Jawab Cygnus.

"Syukurlah."

"Apa itu berarti Kakak memang sedang tidak bisa menemukan solusinya?"

"Hah?"

"Aku melihatmu sejak tadi hanya berputar-putar sambil mengibaskan ekor pendek milikmu itu. Bukankah itu pertanda kalau Kakak juga sedang frustasi."

Pheuton mengedipkan matanya, dia menggonggong.

"Kalian semua mendekat ke sini." Perintah Pheuton tiba-tiba.

Keduanya, Deneb dan Orion langsung melangkah dengan tubuh besar mereka yang berbulu lebat gerakan mereka berdua sangat cepat.

"Ada apa Kak?" Orion bertanya.

"Bukannya aku frustasi kalian jangan takut, aku rasa ada makhluk pemangsa manusia di hutan ini yang sengaja membuat perisai agar kita tidak bisa mendekat ke tempat mereka."

"Hah? Vampir yang mengerikan." Seketika bulu-bulu halus Cygnus merinding. Dia mendekatkan dirinya lebih dekat ke Orion.

Deneb yang melihat adik bungsunya hanya tersenyum.

"Apa kamu sangat begitu ketakutan?" Deneb melirik ke Cygnus.

"A-aku …" gagap Cygnus menjawab dengan rasa malu, sebenarnya dia memang masih belum bisa bertarung seperti ketiga kakaknya hanya saja, ibu dan ayahnya menyuruhnya ikut berburu agar dia bisa berlatih dengan baik.

"Jangan takut Cygnus, kami akan selalu melindungimu." Ujar Orion.

Pheuton menatap adiknya satu persatu.

"Kita tunggu sampai perisainya menghilang." Kata Pheuton.

"Sampai kapan?" ujar Orion.

"Hm … sampai kapan Kak?" ucap Deneb.

"Apa tidak ada cara untuk merusak perisai itu?" ujar Cygnus, pemikirannya sangat berbeda dengan kedua kakak perempuannya.

Kedua kakak perempuannya menatapnya dengan tatapan tajam, sementara Pheuton tersenyum kepada adik bungsunya itu.

"Gadis yang pintar." Jawab Pheuton, dia mengibaskan ekornya ke tubuh adiknya.

Cygnus membalasnya dengan mengepakkan ekornya yang ukurannya masih sangat kecil.

Tubuh serigala Cygnus memang masih belum seperti mereka bertiga.

"Aku rasa kita harus menunggu terlebih dulu." Jawab Pheuton.

"Kalau kita menunggu kemungkinan ada seseorang yang mati di tempat lain Kak." Ujar Cygnus, dia berkata dengan enteng sambil berputar-putar di sekeliling mereka, bermain sendiri.

Ketiganya menatap serigala kecil yang selalu tidak bisa diam itu, terus bergerak di sekitar mereka.

"Dia benar Kak, apa mungkin mereka sengaja membuat perisai karena sedang berburu di hutan ini dan itu berarti mereka melanggar perjanjian dengan leluhur kita, hutan ini masih dalam batas wilayah area kawanan kita, bukan?" kata Orion.

Pheuton mengangguk, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Lalu dia menggeram galak mengingat para vampir berburu manusia di tempatnya.

Selama satu detik yang sunyi senyap, tapi sejurus kemudian terdengar geraman marah dari moncong Deneb, memenuhi hutan itu.

Deneb langsung berlari ke arah hutan yang lebih gelap, dia mengikuti instingnya.

Pheuton terkejut dengan tindakan Deneb yang tiba-tiba.

"Ayo kejar dia." Ujar Pheuton, dia melesat mengejar adiknya.

"Cygnus, ayo jangan sampai ketinggalan." Teriak Orion.

Mendengar kakaknya memanggil, Cygnus langsung mengejar kakaknya.

Kawanan itu berlari sangat kencang, menggonggong saling bersahutan di dalam hutan yang gelap.

Deneb merasa kalau dia bisa melihat dengan jelas perisai itu sepertinya hanya bersifat sementara saat dia terus berlari mengendus bau manusia dari hidungnya dengan tajam.

Deneb sangat kencang, Pheuton sudah berlari beriringan di sisi kanan Deneb.

Ada senyuman terukir di wajah Pheuton saat dia melirik adiknya yang berlari sangat kencang di tengah hutan yang gelap.

Sementara di belakang mereka Orion mendampingi Cygnus yang masih belum begitu pintar berlari, karena Cygnus belum benar-benar bisa mengendalikan tubuhnya dengan baik.

Senyum Mintaka melebar keji saat dia berhasil melumpuhkan perisai yang menyerang dirinya dan kedua adiknya.

"Kalian terlalu percaya diri." Sergah Mintaka dengan nada keji.

Sosok bertampang elegan maju selangkah lalu dia memiringkan kepalanya lagi dan berkata dengan seringai di wajahnya, "Damai temanku, aku datang ke sini membawa kedamaian." Ujarnya.

Di belakangnya semua vampir terlihat waspada, itu membuat Mintaka tidak begitu saja mempercayai ucapannya.

"Namaku Damian. Aku dan teman-temanku hanya ingin kita berdamai." Saat dia berkata tatapan matanya terus tertuju pada Misaki yang masih berdiri mematung.

Mintaka menyeringai, dia tidak mudah dibohongi oleh siapapun.

"Aku rasa kita tidak memiliki kepentingan apapun di sini, kalian bisa kembali dan kami juga akan meneruskan perjalanan kami." Jawab Mintaka.

"Oh, bagus sekali, aku setuju denganmu. Silakan kalian meneruskan perjalanan kalian tapi …" sosok itu tersenyum kecil menatap Misaki dan melanjutkan kalimatnya, "Tinggalkan manusia itu di sini bersama kami."

"Hah?" seru Alnitak, dia lalu mencibir sosok itu.

Dalam hitungan detik, "Auw …" Alnitak berteriak keras, saat tangannya terasa sakit sekali.

Mintaka matanya melotot, "Kau, jangan berani menyerang saudaraku."

Almilan maju selangkah, dia sudah bersiap untuk menyerang.

Wajah Alnitak terlihat sangat ketakutan, di seberang sana gadis berambut emas tersenyum masam menatap ketiganya dengan senang, bisa mempermainkan mereka.

"Aku rasa perempuan itu yang melakukannya." Ujar Almilan.

"Bagaimana?" ucap sosok di depan Mintaka dengan senyuman mengejek.

Lalu tiba-tiba kawanan serigala menyerang barisan vampir paling belakang.

Deneb menerkam sosok berjubah perak di barisan paling belakang, dengan cepat mematahkan lehernya dengan rahangnya sehingga sosok vampir yang tidak tahu diserang dari belakang langsung tidak berdaya saat Deneb mengoyak tubuhnya. Vampir itu tidak bisa berbuat apa-apa.

Lalu semuanya terlihat waspada dengan saling menggeram memperlihatkan gigi taring mereka masing-masing.

Suasananya tiba-tiba sangat mencekam, dengan tatapan tajam semua orang dan saling waspada, bersiap menyerang satu sama lainnya.