Chereads / Hope! Oh My Angels / Chapter 8 - Bintang 7

Chapter 8 - Bintang 7

Semua orang yang menyerang tiba-tiba berhenti, mereka tidak bergerak sama sekali seperti dalam adegan film, semua terdiam.

Misaki yang ketakutan menundukkan kepalanya di tanah, dengan posisi tertelungkup masih belum menyadari situasinya.

Sementara Alnitak, Almilan dan juga Mintaka yang posisi mereka berdiri berjajar juga terkejut.

Tapi hanya mereka yang tidak mengalami apa yang dialami oleh semua vampir itu.

Ketiganya saling berpandangan, dengan ekspresi wajah sulit diartikan.

Bahkan ketiganya tidak bisa mengirimkan suara ke pikiran mereka masing-masing seperti biasanya.

Ada apa ini?

Batin Mintaka, kenapa mereka tidak bisa terhubung satu sama lain.

Kak, ada apa?

Tanya Alnitak, tapi kedua kakaknya pandangannya kosong seolah mereka tidak mendengar kiriman suara Alnitak kepadanya keduanya.

Begitu juga Almilan, matanya berkedip-kedip dengan cepat saat dia menyadari ada yang salah dengan situasinya.

Lalu hutan yang gelap tiba-tiba menjadi terang, ada cahaya terang yang datang dari depan mereka. Cahaya itu menyilaukan.

Mintaka dengan cepat bergerak, meraih lengan Misaki, membawanya ke belakang tubuhnya.

'Ada apa ini?' tanya Misaki dalam hatinya, dia menjadi bingung.

Kenapa tiba-tiba semua terdiam tidak ada satupun yang bergerak.

Burung gagak itu ada yang mengambang di udara sisanya tergeletak di tanah. Lalu semua orang juga terdiam. Ada begitu banyak vampir dengan gigi taring yang mengerikan mengarah kepadanya.

Membuat bulu kuduk Misaki bergidik, dia berkali-kali memejamkan matanya.

'Ternyata aku memang belum mati.'

Misaki terus meyakinkan dirinya.

Luka di seluruh tubuhnya terasa perih dan sakit, lututnya masih mengeluarkan darah segar.

Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk menutupi luka yang menganga itu.

Dengan sedikit meringis, Misaki membungkuk, dia menendang burung gagak yang ada didekatnya, dengan kaki gemetar.

Mintaka yang melihatnya hanya tersenyum, konyol sekali batin Mintaka.

Kenapa manusia begitu rapuh sekali, dalam hati Mintaka saat dia melihat seluruh tubuh Misaki terluka. Dan Mintaka sejak tadi menahan napas agar dia tidak mencium aroma darah manusia yang terasa manis sekali.

Mereka datang bergerak dengan elegan satu persatu dari balik pepohonan.

Datang berarak-arakan dengan begitu anggun. Formasi mereka kaku dan formal. Mereka bergerak bersama-sama tapi tidak sedang berbaris. Melainkan mengambang dengan begitu sinkron dan sempurna membuat ketiga saudara kembar itu terkejut melihatnya.

Mereka siapa lagi?

Batin ketiganya saat mereka saling melirik satu sama lain.

Mintaka berpikir keras, vampir dari bangsa mana mereka ini?

Karena dia belum pernah mendapatkan informasi tentang vampir jenis ini dari kedua orang tuanya.

Dari balik pepohonan mereka perlahan mendekat, melayang di atas tanah bergerak lambat, lebih pada slowmotion.

Misaki yang awalnya ketakutan dia menjadi penasaran, mereka siapa?

Wajahnya mereka berbeda dari makhluk aneh sebelumnya, untuk yang kesekian kalinya Misaki bingung, mereka semua makhluk apa kenapa begitu berbeda dengan dirinya dan semua orang saat tersenyum menunjukkan gigi taring mereka.

Misaki berpikir keras, tapi dia belum juga menemukan mereka makhluk apa sampai detik selanjutnya saat sosok pria mengenakan jubah bagus sekali, berkilau seperti ada benang emas di setiap helai kain yang dia gunakan sangat sempurna dan elegan.

Pria itu sangat tampan sekali, tapi sayang wajahnya pucat - sepucat porselin.

Lalu semua bermunculan, setiap wajah terlihat tirus, tersaput bayang-bayang. Mereka sudah tidak lagi mengambang, saat berjarak beberapa meter, gesekan kaki mereka terdengar sangat jelas, begitu teratur beritme seperti alunan musik, ketukan tumit yang tak pernah goyah sedikit pun.

Sosok-sosok berjubah perak ke sisi kiri dan kanan, sosok-sosok berjubah emas maju persis di tengah, setiap gerakannya terkendali dan rapi.

Gerakan mereka lamban, tidak buru-buru dan juga sangat tenang. Tapi tatapan semuanya seolah mengintimidasi.

Misaki tanpa sengaja pandangan matanya bertemu dengan salah satunya saat itu dia seakan kedua kakinya lemas, hampir saja terjerembab, untung saja Mintaka sigap menarik lengan tangan Misaki lalu membantunya berdiri.

"Jangan bergerak dan jangan bernapas." Ucap Mintaka.

Misaki dahinya berkerut, apa dia tidak salah mendengar.

Pria ini menyuruhnya untuk tidak bernapas?

Bagaimana itu mungkin!

Mereka ada sekitar dua puluh orang datang bersamaan dengan gerakan dan barisan super rapi dan elegan membuat semua mata yang melihatnya terpesona.

Misaki berpikir, apa mereka semua ini adalah malaikat?

Almilan yang bisa membaca pikiran Misaki tersenyum dalam hatinya lalu bergumam sendiri, "Manusia ini sungguh lucu sekali, sejak tadi dia berpikir kalau dia sudah mati."

Lalu setelah itu Almilan waspada, melihat pasukan berjubah emas dan perak semakin mendekati mereka.

Almilan bergeser lebih dekat ke Mintaka.

Alnitak meliriknya, pelipisnya mengkerut saat dia melihat kakak keduanya terlihat cemas, tidak seperti biasanya.

Kedua puluh vampir berjubah itu terlihat terang memancarkan cahaya yang menyilaukan.

Jumlah mereka tidak sebanyak vampir Strigia, tapi …

Mereka lebih tangguh dari penampakannya.

Almilan bahkan tidak bisa melihat pikiran mereka semua, sungguh dia dibatasi oleh sesuatu, semuanya gelap tidak seperti biasanya. Hal ini membuat dirinya frustasi.

"Kak, aku tidak bisa melihat mereka?" kata Almilan pada Mintaka.

Mintaka fokus ke depan tapi telinganya mendengar dengan jelas.

"Coba kamu lebih fokus lagi." Ucap Mintaka.

"Kak, apa kamu tidak tahu mereka siapa dan jenis vampir apa?" tanya Alnitak yang sedikit takut karena aura mereka sangat menakutkan.

"Aku belum menemukannya, bahkan ayah dan ibu kita belum pernah menceritakan tentang mereka bukan?"

"Iya, seingatku juga begitu." Jawab Alnitak.

Seorang pria yang mengenakan jubah emas, wajahnya tirus tidak ada ekspresi sama sekali di wajahnya, dia tersenyum saat mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

Melihat itu Mintaka semakin kesal, dia tahu kalau salah satu di antara mereka bisa membaca pikirannya dan juga kedua adiknya.

"Aura mereka benar-benar kuat." Kata Alnitak.

"Nitak, diamlah! Jangan berbicara dan usahakan jangan berpikir macam-macam." Kata Almilan.

"Bagaimana bisa?" tanya Alnitak, dia bingung dengan perkataan kakak keduanya.

"Dasar bodoh, kenapa kamu lambat sekali berpikir." Bentak Almilan.

"Kalau aku katakan seperti itu turuti saja." Lanjutnya, dia kesal.

"Sudah jangan berdebat, Alnitak belum paham, kenapa kamu begitu padanya. Fokus saja pada pihak lain. Mereka lebih waspada dari pada kita. Apa kalian mau mati di sini." Mintaka berkata dengan nada dingin, menyapu setiap wajah yang ada di depannya.

Pasukan kedua puluh vampir yang kuat itu sudah berdiri dekat dengan mereka. Bahkan Almilan sangat frustasi karena tidak bisa mendengar apa yang mereka pikirkan.

Mintaka yang lebih tajam penglihatannya, dia tahu kalau mereka mengincar manusia yang ada di belakangnya ini.

Apa lagi yang mereka inginkan?

Bagi Mintaka cukup mudah memahami jalan pikiran mereka-wajah-wajah itu cukup eksplisit. Penuh dengan kesombongan dan merasa paling kuat, wajah ingin memangsa santapan lezat di depan mereka.

Mintaka sejak kecil sangat pintar dalam memahami wajah seseorang dan juga paling cepat berpikir.

Saat matanya bertatapan dengan sosok yang berdiri di tengah di antara lainnya, Mintaka menyunggingkan senyuman sinis.

'Aku tidak akan membiarkan kalian memangsanya.' Batin Mintaka.

Seketika wajah sosok berjubah emas yang berdiri di tengah pasukan itu terlihat emosi saat matanya bertemu dengan mata Mintaka.

Lalu wajah yang tadinya penuh emosional saat mendengar apa yang diucapkan Mintaka dalam pikirannya, sosok berjubah emas itu tersenyum, menyeringai memperlihatkan gigi taringnya.

Membuat Mintaka sedikit merinding, karena sorot mata itu seolah menusuk jantungnya.

"Kakak, apa kamu baik-baik saja?" tanya Almilan saat dia melihat pelipis Mintaka berkeringat.

Ini pertama kalinya, Almilan melihat ekspresi kakaknya seperti ini.

Ketakutan, tapi berusaha menyembunyikannya.