Chereads / Hope! Oh My Angels / Chapter 6 - Bintang 5

Chapter 6 - Bintang 5

Gary menyeringai saat tatapan matanya ditangkap oleh Alnitak yang panik dan cemas.

Matanya melebar ke arah Alnitak lalu kembali lagi ke Mintaka.

Almilan melirik Mintaka, dia tidak percaya kalau Gary menargetkan adiknya lalu dia bertukar pandang dengan Alnitak yang sudah berdiri dengan posisi kali ini berjajar dengan Mintaka dan juga Almilan.

Edine matanya yang masih berkeliaran dengan gelisah dari satu wajah ke wajah yang lainnya menatap bergantian ketiga saudara kembar yang ada di depannya.

Mintaka berkata pada Alnitak, "Kenapa kamu tidak berdiri saja di belakangku."

Alnitak melirik sejenak lalu dia menjawab, "Rasanya aku tidak perlu lagi bersembunyi di belakang Kakak. Aku akan menghadapi mereka semua bersama kalian."

Alis Mintaka naik saat dia mendengar apa yang diucapkan adik bungsunya. Almilan tersenyum lalu dia berkomentar, "Kakak sudah biarkan saja, aku yakin dia bisa melakukannya dengan baik, aku bisa melihat semuanya. Dia sangat mengagumkan, percayalah padaku."

Mintaka yang awalnya sempat khawatir dan menganggap Alnitak berbuat seperti itu agar dia tidak takut ternyata pikirannya salah meski sejak tadi Almilan sudah memberitahunya.

Kali ini mereka berbicara tidak lagi menggunakan suara pikiran seperti sebelumnya.

"Kak, aku rasa wanita berambut pirang itu sama seperti kita, dia bisa mendengar pikiran orang lain." Ucap Almilan pada Mintaka.

"Aku juga berpikir seperti itu." Jawab Mintaka, dia matanya menatap Meri sekilas lalu beralih pada Edine.

"Tapi yang aku khawatirkan adalah gadis gila di depanku ini, dia sangat ambisius dan terlalu kuat."

"Apa seperti itu?" tanya Alnitak, dia seketika merinding saat pandangannya fokus pada gadis yang sejak tadi sudah menggeram dan begitu dekat jaraknya dari mereka bertiga ketimbang yang lainnya.

Lalu saat hutan semakin berkabut, mereka mendengar burung gagak terus berterbangan dan mendarat di sana seketika berubah menjadi manusia-manusia yang ganas dan mengerikan.

Dalam hati Alnitak, jadi seperti ini mereka bangsa Stirigia yang sering diceritakan oleh ibu dan juga ayahnya.

Mata merah Alnitak semakin tajam, dia memang sangat mencolok di antara ketiganya wajar saja semua orang yang mengepungnya melotot padanya, ingin sekali menerkam dia.

Alnitak lama-lama semakin merasa kalau manusia vampir ini sebenarnya dikendalikan oleh seseorang. Saat Alnitak menyapu orang-orang yang ada di barisan paling depan, dia langsung menangkap siapa orang yang mengendalikan manusia jadia-jadian itu. Pemimpin yang bernama Gary.

Alnitak mengangguk, saat bersamaan Gary juga menargetkannya.

"Kak, berikan pemimpin mereka kepadaku, biar aku yang menanganinya." Kata Alnitak.

Mintaka dan Almilan yang mendengar langsung dahinya berkerut.

"Heh?" seru Mintaka tanpa menoleh.

"Kak Taka, serahkan saja padanya. Aku percaya Alnitak bisa melakukannya. Bahkan sangat bagus." Almilan berkata sambil tersenyum.

Saat dia menatap semua manusia jadi-jadian itu, Almilan semakin bersemangat kalau mereka bertiga bisa mengalahkan semua vampir ganas dan juga menjijikkan yang ada di depannya.

Alnitak tiba-tiba menyeringai sangat menyeramkan dan mengeluarkan geraman buas yang sontak membuat beberapa vampir yang semakin mendekat mundur ketakutan.

Almilan tersenyum lalu dia berkata pada Mintaka, "Lihat, apa kubilang, dia akan membantu kita kali ini, menghabisi mereka semua."

Di pihak lain …

Gary masih mempelajari ketiga saudara kembar di depan mereka.

"Edine, kau hadapi kakak pertamanya, aku akan menyerang si rambut merah dan kalian berdua serang si rambut putih, saat aku menyelesaikan seranganku, aku akan membantu Edine lalu kita bisa menjatuhkan mereka bertiga dan membawa tubuh itu hidup-hidup. Ingat kalian jangan sekali-kali menghisap darah si tubuh itu."

"Baiklah!" jawab Edine, tapi matanya sangat menakutkan, meski ayahnya memberi peringatan tapi dalam hati Edine mencicipi sedikit minuman bukankah lebih baik. Dia menyeringai, berpura-pura patuh pada ayahnya padahal dalam pikirannya dia memiliki rencana sendiri.

"Meri, ayo maju." Ucap Gail.

Meri tersenyum, pasangan vampir itu terus tersenyum seakan meremehkan ketiganya. Mereka kali ini menargetkan Almilan, menatapnya lalu memperhatikan detail anak lelaki itu.

Detik kemudian pihak lain langsung menyerang, ketiganya membalas serangan mereka.

Sangat cepat dan kacau.

Bahkan ribuan manusia tiba-tiba berubah menjadi burung gagak menyerang ketiganya.

Mintaka mengeluarkan aura biru menyapu semua burung gagak yang menyerang dirinya tapi dia juga menangkis Edine yang menyerangnya juga dengan membabi buta, tapi seperdetik kemudian Mintaka menangkap sesuatu.

Vampir buas yang menyerangnya ini memiliki kelemahan, sejak tadi dia tidak benar-benar menatap Mintaka, dia menyeringai saat tahu apa yang harus dilakukannya.

"Jangan tersenyum, kau sangat jelek sekali." Kata Mintaka saat gadis itu mencondongkan dirinya lebih dekat ke Mintaka, bersiap menyerang lagi.

"Apa katamu? Aku jelek?" Edine merasa kesal, dia menggeram buas, giginya terlihat.

Tapi Mintaka justru tersenyum, dia masih menggendong tubuh tak berdaya itu di punggungnya, dengan satu tangan Mintaka menghalau serangan burung gagak yang sangat cepat.

"Kau, sangat hebat ternyata." Seru Edine, tapi dia tidak takut karena Edine merasa dia lebih kuat daripada pasukan burung gagak milik ayahnya.

"Kali ini aku tidak membiarkanmu hidup." Ancam Edine.

Wooos!

Wooos!

Mintaka berkali-kali mengeluarkan aura cahaya berwarna biru dari jari-jari tangannya dan dengan cepat burung gagak yang berusaha menyerangnya hangus terbakar.

"HAH?" Alnitak tercengang, bagaimana bisa jari tangannya, dia menatap tangannya lalu berseru, "Kakak, a-aku …"

Meski cahaya itu masih kecil dan belum sekuat kakaknya, tetap saja Alnitak menjadi sangat terkejut.

Almilan mendengar adiknya berteriak dan melakukan sesuatu di luar dugaan mereka tersenyum dia tidak terkejut sama sekali lalu berseru, "Bagus Nitak, lakukan lagi sampai kamu berhasil menggunakannya dengan baik."

"Nitak jangan dipaksakan." seru Mintaka, dia tahu akibatnya kalau seseorang baru pertama kali menggunakan jurus seperti itu.

"Baiklah …. Hehehe … Kakak Taka, apa sekarang kamu percaya kalau adik bungsumu ini juga memiliki kelebihan?"

"Sudahlah! Kita bahas nanti saja."

Mereka sambil berbicara tangan mereka juga sibuk menangkis serangan brutal dari manusia vampir yang berubah menjadi burung gagak, menyerang mereka dengan liar dari berbagai arah.

"Ah sialan!" seru Alnitak.

Bang!

Bang!

Bang!

Ketiganya sangat disibukkan dengan serangan para vampir yang jumlahnya ribuan.

"NITAK AWAS!" teriak Mintaka, dia langsung membantu adik bungsunya.

Bang!

Bang!

Bang!

Mintaka berhasil melumpuhkan mereka dengan sekali serangan, banyak mayat di depan mereka tapi beberapa menit kemudian mereka bangun lagi.

"Hah? Apa-apaan ini Kak?" seru Alnitak.

"Kenapa mereka nggak ada habisnya?" lanjutnya.

"Aku tahu, mereka dikendalikan oleh seseorang." Mintaka menyapu semua orang yang ada di depannya lalu dia melihat si pemimpin bibirnya bergerak-gerak.

"Aku akan menyerang pemimpinnya, kalian hadapi mereka." ucap Mintaka memberi perintah.

"Baik!" jawab kedua adiknya, mereka berdiri dengan posisi mereka membentuk seperti segitiga. Setiap gerakan mereka di tanah akan tergambar segitiga dan mereka tidak berpindah sama sekali.

Sungguh sangat keren!

Para vampir yang melihatnya sangat terkejut tapi juga kagum pada ketiga bocah di depan mereka.

Jadi benar mereka memang terkenal dengan julukan -Vampir Segitiga Biduk-.

Dalam hitungan detik Mintaka berhasil memusnahkan lagi banyak vampir dengan sekali serangan, mereka semua terbakar. Kali ini Mintaka tidak hanya menyerang mereka tapi langsung membakarnya.

Tum!

Tum!

Tum!

Satu persatu mayat itu jatuh tergeletak di tanah dengan tubuh hangus bahkan ada yang tidak tersisa.

Dari jauh Gary yang masih berdiri melihat ke arah Mintaka dan Edine, alisnya naik, dia bergidik ngeri melihat begitu banyak burung gagak miliknya hangus terbakar tergeletak di tanah dan mayat itu seketika berubah menjadi manusia.

Mayat itu hampir memenuhi sekitar Mintaka dan Edine.

Gary menarik napas dalam, lalu dia memikirkan sesuatu saat melirik ke Alnitak.

Menangkap si rambut merah untuk menjadikannya sandera adalah salah satu trik dia agar bisa membuat Mintaka, si kakak yang hebat itu menyerah lalu memberikan tubuh tak berdaya itu kepadanya.

Memikirkan hal itu sudut bibir Gary tertarik, membentuk senyuman sinis, saat matanya berbinar-binar, dia yakin akan menang kali ini.

Alnitak tak mau kalah dia juga menatap Gary, mencibir meski dia tersenyum seperti meremehkan pria tua di depannya. Menurut analisa Alnitak, Gary seharusnya usianya tidak jauh dengan ayahnya.

Itu berarti kalau dia bertarung dengan Gary, sama saja dia bertarung dengan ayahnya.

'Dasar bodoh!'

Tiba-tiba Almilan berseru menghantarkan suaranya ke pikiran Alnitak, saat dia tahu adiknya itu berpikiran nyeleneh lagi.

'Kenapa kamu berpikir seperti itu?' bentak Alnitak pada adiknya.

'Kamu selalu berpikir bodoh, jangan banyak memikirkan hal lain, dia adalah musuh kita sekarang, dia pantas mendapatkannya. Jangan berempati dan menyamakan dia dengan ayah kita. Bodoh sekali.' Almilan menggerutu.

Mintaka yang mendengar percakapan kedua adiknya hanya tersenyum.

Alnitak memang selalu seperti itu, dia tidak bisa melihat seseorang yang lebih tua darinya dianiaya olehnya, dia takut berdosa.

Itu karena ibunya yang selalu mencekoki anak bungsu itu untuk selalu menghormati orang yang lebih tua, tapi Alnitak salah menangkap pesan yang ibunya berikan kepadanya.

Alnitak geleng-geleng kepala, dia meringis saat menatap wajah galau adiknya melawan Gary.

"Kau, aku tidak akan membiarkanmu lepas begitu saja." Teriak Gary.

Dia sudah melangkah lebih dekat ke arah Alnitak. Sudah cukup menurut Gary, dia bisa melihat kekuatan mereka bertiga.

Mintaka saat ingin mendekati Gary, dihadang oleh Edine.

Alnitak waspada, dia juga menggeram buas, matanya yang merah tiba-tiba bercahaya membuat Gary seketika menghentikan langkah kakinya.

Gary juga bermata merah tapi mata Alnitak sangat berbeda dengannya.

"Apa-apaan itu, anak ini apa jangan-jangan menyimpan energinya." Jantung Gary tiba-tiba berdetak kencang.

Dia melirik pada pasukannya, lalu memerintahkan mereka semua untuk menyerang ketiganya.

"SERANG MEREKA SEMUANYA …." Teriak Gary, dia merasa tertekan dan ketakutan maka dia menyuruh pasukannya bergerak menyerang agar mereka membantu melumpuhkan pihak lain.

Seketika, dalam hitungan detik ribuan burung gagak menyerang tiga kembar bersaudara.

Saat bersamaan …

Tiba-tiba ada cahaya merah menyala membungbung tinggi di udara.

Hutan berkabut tiba-tiba seketika menjadi merah.

Dalam hitungan detik …

Boom!

Boom!

Wooosh …

Wooosh …

"ARGHH …"

"ARGHH …"

"ARGHH …"

Pada saat yang sama, serangkaian jeritan mengenaskan di dalam kabut dan membuat orang merasa semakin tegang.