Mintaka fokus menatap ke depan mereka yang semakin lama semakin banyak orang yang bermunculan.
"Apa maksudmu, mereka semakin banyak yang datang?" kata Mintaka.
"Hm … semuanya memenuhi hutan ini, jumlahnya ribuan Kak."
"Apa? Ribuan?" seru Alnitak, meski dia sedikit takut tapi kali ini dia bertekad untuk bertarung mati-matian bersama kedua kakaknya.
Seorang wanita berambut pirang maju ke depan, berhenti tepat di belakang si pria yang mungkin pemimpin mereka.
Wanita yang berada di depan yang tercantik. Kulitnya pucat tapi bernuansa zaitun dan rambutnya kuning mengkilap. Meski tubuhnya tidak setinggi yang lainnya, tapi dia terlihat kuat-dia sekuat ibu mereka bertiga.
Wanita itu tersenyum ramah, memamerkan sederet giginya yang berkilau. Setelah itu pandangannya menyapu ketiga saudara kembar itu.
Si pria yang jangkung, sangat liar. Matanya bergerak cepat menyapu ketiganya, menggeretakkan lehernya berkali-kali. Pembawaannya terlihat sangat licik.
Wanita itu tetap berdiri di belakang si pria, dia ingin menyatakan kalau pria di depannya adalah pemimpin mereka.
Lalu ada satu lagi seorang pria yang berdiri sejajar dengan si wanita, wajahnya biasa-biasa saja tapi sorot matanya yang paling tenang, paling diam. Tubuhnya lebih kurus dari pria yang ada di depannya. Rambutnya coklat keemasan, meski wajahnya juga sangat pucat, dia masih terlihat sedikit tampan.
Mintaka juga tak mau kalah, dia menyapu semua vampir yang ada di depannya. Benar kata adiknya semakin lama, kelompok itu semakin banyak, bahkan ribuan jumlahnya.
Mereka menggeram buas, menyorotkan mata mereka yang tajam, liar dan ingin memangsa, dengan gigi-gigi mereka yang terlihat sangat mengerikan.
Mintaka tapi lebih fokus pada si pemimpin, matanya lebih menakutkan, sangat berbeda dengan yang lainnya. Jika kebanyakan dari mereka bermata hitam seperti mata orang biasa kebanyakan, si pemimpin sangat berbeda semakin dilihat matanya semakin berubah menjadi merah tua menyala. Mintaka teringat mata adik bungsunya yang juga berwarna merah.
Si pria maju lagi lalu berkata, "Halo, namaku Gary. Aku kenal kalian bertiga, Tiga Biduk si kembar putra dari Raja Zeus." Katanya tersenyum.
Mata Mintaka tidak sama sekali beralih dari si pemimpin, dia berkata dengan lirih kepada kedua adiknya, "Kalian jangan takut, aku pastikan meski mereka jumlahnya banyak sekali dari kita. Aku yakin kita bisa bertarung dengan mereka."
Almilan juga waspada, dia tanpa melihat berkata, "Kak …" dia mengulum senyum saat yang bersamaan, wanita di depannya terus menatapnya.
"Dia pasti mati." Kata Almilan saat dia menatap wanita itu.
Almilan memiliki kelebihan melihat masa depan, saat dia menyapu semua kelompok itu, dalam hatinya dia sangat senang.
"Apa maksud Kakak?" tanya Alnitak.
"Kamu, kamu bisa menggunakan kekuatanmu sekarang Alnitak." Seru Almilan.
Mata Alnitak melebar, "Kekuatan apa? Aku belum bisa melakukan apapun sampai sekarang."
"Pokoknya kamu harus bisa, aku melihatmu menghabisi mereka dengan sekali sapuan." Kata Almilan.
Seketika wajah Alnitak terlihat bahagia, "Ta-tapi bagaimana caranya?" tanya Alnitak pada kakak keduanya.
"Kamu pikirkan sendiri." Jawab Almilan mengulum senyum.
Alnitak, '…'
"Kalian bertiga, ngapain malam-malam begini bermain di hutan ini, bukankah seharusnya kalian berada di rumah saat seperti ini." Kata si pria, dia kali ini tersenyum.
Aksennya terdengar seperti aksen Serbia, suaranya parau dan dalam, melangkah lagi.
Mintaka memberi isyarat dengan menghantarkan suaranya ke pikiran kedua adiknya untuk mundur.
'Kalian mundur tiga langkah.' Kata Mintaka pada pikiran kedua adiknya.
Mereka menuruti perintah kakaknya, mundur tiga langkah tapi dengan tetap waspada.
Si pria yang melihat gerakan serempak ketiga kembar bersaudara itu tersenyum, "Apa kalian takut kepadaku?"
Mintaka langsung menggelengkan kepalanya.
"Hahaha … ya … ya … aku sangat tahu keluargamu, Zeus pasti sudah mendidik kalian bertiga dengan baik makanya kalian bisa seberani ini."
"Namaku Gary, kalian pasti tahu bangsa Strigia, bukan? Iya, mereka adalah keluargaku. Jadi … hm … untuk lebih mempersingkat dan kalian bisa pulang lebih cepat juga, bagaimana kalau kalian tinggalkan tubuh itu kepada kami."
Si pemimpin bernama Gary langsung mengungkapkan tujuannya, dia tidak ingin berbasa-basi. Melakukan sesuatu dengan cepat adalah sesuatu yang bagus menurutnya, tidak membuang-buang waktu.
"Sebenarnya kami bertiga tidak mengenal kalian dan tidak ada urusannya dengan kalian juga, karena kami sudah selesai bermain kami akan segera pulang." Jawab Mintaka.
"Hum …" Gary mendesah, sorot matanya tajam saat dia menatap Mintaka yang keras kepala.
Gary tahu, dia adalah putra tertua Zeus, dan dia yang paling pintar di antara ketiganya tapi keberaniannya lumayan juga.
"Apa kalian tidak ingin memperkenalkan diri kalian kepada kami?" tanya Gary.
Dia memberi perintah kepada anak buahnya, si wanita berambut pirang dan juga si pria berambut coklat agar lebih waspada.
Mereka selangkah demi selangkah maju, diikuti kelompoknya di belakang. Mereka hanya tinggal menunggu perintah.
"Namaku Mintaka, kedua adikku ini Alnitak dan Almilan. Aku rasa kalian pasti sudah mengenal kami bertiga, bukan?" jawab Mintaka, dia menyeringai. Tatapan dinginnya dan sorot mata birunya membuat seseorang yang menatapnya seperti terkena tekanan.
Ketiga bersaudara itu sangat berbeda satu sama lainnya.
Si kakak tertua yang lebih dominan, rambutnya hitam pendek dan rapi, wajahnya tirus dengan rahang yang berbentuk segitiga lancip. Mata birunya sangat indah tapi juga menakutkan.
Yang kedua matanya berwarna coklat tua dengan alisnya yang lurus tegak seperti sengaja dilukis dengan indah, di antara matanya ada warna kecoklatan yang terlihat menonjol. Sorot matanya lebih menenangkan dan dia paling tenang tapi juga sangat waspada. Rambut putihnya yang pendek, kebanyakan jatuh ke wajahnya yang juga tak kalah tampan dari kakaknya.
Sementara yang ketiga, mereka bisa melihat dia paling kekanak-kanakan. Tidak sesuai dengan penampilannya yang sangat menonjol di antara kedua kakaknya. Rambutnya yang merah menyala, senada dengan bola matanya juga merah dan wajahnya yang tampan sungguh membuat semua orang yang melihat ketiga kembar bersaudara ini sangat iri, mereka tidak terlihat kalau mereka bangsa vampir seperti kebanyakan. Ketiganya memiliki kesamaan pada bentuk wajah yang segitiga, rahang yang kuat dan bibirnya yang sangat seksi.
Mereka lebih elegan, berkelas dan juga tampan sekali. Membuat yang melihatnya merasa iri, sangat iri.
Dalam hati Gary menatap Mintaka, dia masih sangat muda tapi kekuatan yang dimiliki bocah ini sungguh sangat luar biasa, dengan hanya sorotan matanya saja membuat orang lain merasa tertekan.
"Sebenarnya kami melalui hutan ini dan melihat kalian membawa buruan kami yang melarikan diri, jadi … alangkah baiknya, kalian meninggalkannya di sini." Ucap Gary.
Cara bicara Gary berubah menjadi ramah, saat dia mengatakannya dengan wajah tersenyum pada Mintaka.
Tapi, Mintaka tahu mereka sedang berusaha bersikap baik kepadanya karena menginginkan sesuatu.
'Kak Taka, kenapa tidak kita tinggalkan saja tubuh ini. Toh dia bukan siapa-siapa kita.' Alnitak yang mendengar percakapan antara kakaknya dan si pria menghantarkan suara ke pikiran kakaknya.
Mintaka dengan geram berkata, 'Apa kamu sudah gila? Jangan ikut campur kalau bahkan kamu tidak tahu apa-apa Nitak.'
Lalu Almilan ikut menghantarkan suaranya juga ke pikiran keduanya, 'Nitak jangan sembarangan, bagaimanapun kita harus membawanya pulang.'
Si wanita menggeram saat dia juga bisa mendengar percakapan mereka melalui pikiran ketiganya, dia mengulum senyum lalu dia melangkah maju mendekati Gary, saat dia menatap ketiganya dia menyeringai. Wanita itu membisikkan sesuatu pada Gary membuat alis Gary naik dan wajahnya berubah sangat menakutkan, dia menatap ketiganya dengan tatapan liar.
Mintaka yang fokus kepada mereka, paham kalau si wanita bisa mendengar percakapan mereka melalui pikiran.
Sudut bibir Mintaka tertarik saat bola matanya bertemu dengan bola mata wanita itu.
Gary bertumpu pada tumitnya lalu bergerak maju mundur.
Hutan mulai berkabut, sekelompok orang terbang ke arah mereka. Orang-orang itu bagian dari mereka. Mintaka masih waspada, begitu melihat ada banyak orang yang terbang datang di depan mereka. Dengan rapi mereka berbaris, sorot mata mereka tajam kepada ketiga pemuda yang ada di depannya.
Saat Gary menundukkan kepala, diam-diam dia memanggil kelompoknya lagi.
Sementara Alnitak menjadi bingung melihat ada begitu banyak orang yang datang.
Satu persatu terbang lalu membuat barisan, mereka sudah mengepung ketiganya.
Dalam hati Alnitak, buat apa kedua kakaknya mempertaruhkan nyawa mereka untuk seseorang yang bahkan mereka belum mengenal namanya.
Alnitak menatap tubuh yang terkulai tidak berdaya di punggung kakaknya dengan sorot mata terlihat tidak begitu suka.
Seketika semua orang yang ada di depan mereka menggeram dengan buas.