Karina berusaha menampilkan senyum terbaiknya kepada wanita paruh baya tersebut. Terlihat sekali jika Karina begitu menyayanginya.
Mereka saat ini berada di rumah dimana dia memergoki Adam dan Lisa selingkuh. Ya, rumah yang rencananya akan dijadikan rumah mereka nantinya. Namun, semuanya hanya tinggal angan-angan semata.
Keduanya masih mempunyai kunci rumah ini masing-masing.
Ia dan Adam tidak akan lagi bisa bersatu. Adam hanya orang yang pernah singgah saja di hidupnya sekaligus satu-satunya orang yang telah menorehkan luka terdalam di hatinya.
Namun, sebenci apapun ia kepada mantan kekasihnya itu. Karina tidak bisa membenci sosok Ibunya Adam.
Ibunya Adam begitu baik kepadanya. Adam hanya memiliki seorang Ibu saja dan dua orang adik. Satu perempuan dan satu laki-laki.
"Bu, ayo kita makan dulu. Karina sudah membuatkan sup kesukaan Ibu," kata Karina lembut. Tak lupa senyum selalu terpancar di wajah cantiknya.
"Ah iya, Sayang. Terimakasih ya," sahut Ibunya Adam. Ia pun duduk.
Mereka berada di meja makan. Karina menghidangkan berbagai makanan hasil masakannya sendiri.
Ia sangat tahu, apa kesukaan wanita yang masih cantik itu. Jika mengingat semua itu. Karina tak menyangka jika akhirnya ia akan berpisah.
"Ah iya sayang. Adam kapan ke sininya?" tanyanya lembut.
"Sebentar lagi juga sampai kok Bu. Dia lagi di jalan," jujurnya.
Karena Karina barusan mengirim pesan kepada lelaki itu. Adam bilang sedang di jalan.
Tadi pagi, ia menghubungi Adam untuk berkumpul di rumah lama mereka. Karena Lastri Ibunya Adam akan datang berkunjung.
Karina bahkan rela meninggalkan pekerjaannya. Ya, walaupun dia nanti pasti akan lembur. Walaupun, dirinya CEO. Karina punya prinsip untuk tidak menunda-nunda pekerjaan.
Jika hari itu harus selesai. Maka, harus selesai hari itu juga. Ia juga memberikan keringanan untuk Adam yang hanya bekerja setengah hari saja untuk saat ini.
Lastri tersenyum senang. "Syukurlah. Ibu sangat merindukan kalian berdua. Ibu juga lega karena hubungan kalian terus langgeng seperti ini."
Karina hanya tersenyum kikuk. Ia benar-benar tidak tega membuat senyum dan kebahagian orang yang disayanginya itu menghilang berganti dengan kesedihan. Sungguh, Karina tak sanggup melakukannya.
Jika tidak, tidak mungkin ia memohon kepada Adam tadi pagi. Padahal, Karina benar-benar enggan melihat sosok Adam barang sedikitpun.
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu yang diketuk.
Lastri terlihat begitu semringah. Ia sangat yakin jika yang datang itu adalah anak sulungnya.
"Sayang. Itu pasti Adam," katanya antusias.
Lastri hendak bangkit. Namun Karina menahan lengannya.
"Tidak usah Bu, biar Karina saja yang buka. Ibu di sini saja ya," pinta Karina lembut.
Keduanya duduk bersebelahan seperti yang sering dilakukakan. Lastri memang sangat suka jika terus dekat dengan sosok Karina. Baginya, Karina adalah paket mantu komplit. Udah cantik, baik, sukses ,kaya lagi.
Benar-benar seorang perempuan limited edition. Anaknya itu benar-benar beruntung mendapatkan sosok Karina.
Karina pun langsung bangkit. Dengan cepat, kakinya dilangkahkan menuju pintu.
"Cklek." Terlihatlah sosok Adam yang tersenyum lebar.
Jika dulu, Karina pasti akan terpesona dengan senyum itu. Tapi, sekarang tidak lagi. Senyuman itu sudah tidak berarti lagi untuknya.
"Ayo masuk. Ibu sudah menunggu," katanya datar.
"Sebentar. Aku ingin memastikannya dulu."
Karina mengerutkan keningnya heran. Maksud pria di depannya itu apa?
"Memastikan apa?"
"Aku hanya memastikan jika Ibu tahu tidak kalau hubungan kita sudah berakhir. Tapi sich, bagiku hubungan kita tidak pernah berakhir."
"Jangan bercanda kamu Adam. Aku ini sudah menikah. Tidak ada hubungan lagi di antara kita!" kata Karina tegas namun dengan nada sepelan mungkin.
Ia tidak ingin sampai Ibunya Adam mendengar percakapan mereka itu.
"Ah iya. Aku lupa jika kekasihku ini berselingkuh dengan pria lain sampai menikahi seingkuhannya itu pula," ledek Adam.
Karina mengepalkan tangannya karena kesal. "Jangan kurang ajar kamu Adam. Aku tidak pernah selingkuh. Kamulah yang berselingkuh!" tunjuk Karina tepat di wajah pria yang terlihat lugu itu.
"Haha. Aku suka melihatmu marah seperti ini. Sayang sekali, dulu aku tidak bisa melihatnya. Tahu begitu, lebih baik dulu aku memancing amarahmu saja." Menatap Karina lekat.
Medengarnya, Karina ingin sekali menghajar Adam saat ini juga. Ternyata, ia sudah tertipu tahunan lamanya. Adam bukanlah pria baik seperti yang dipikirkan.
"Jangan kesal seperti itu. Tenang saja, aku akan mengatakan yang sejujurnya kepada Ibu. Paling setelah mendengarnya, ia akan dilarikan ke rumah sakir," ujarnya enteng.
"Jangan gila kamu Adam. Jangan mengatakan yang sebenarnya. Penyakit jantung Ibumu bisa kumat," sahutnya panik.
Adam tersenyum penuh kemenangan. Dugaannya ternyata benar. Karina masih begitu peduli dengan Ibunya. Mantan kekasihnya itu memang berhati malaikat.
"Aku akan berusaha mendapatkanmu kembali Sayang. Apapun caranya," gumam Adam dalam hati. Ia begitu bertekad.
"Jika kamu tidak ingin seperti itu. Kembalilah bersamaku."
"Tidak! Aku sudah menikah," tolak Karina.
"Tak apa. Kita bisa menjalin hubungan di belakang," tawarnya.
"Pria ini benar-benar tidak waras," batin Karina tak habis pikir. Bisa-bisanya Adam berkata hal demikian.
"Aku tidak mau. Bagaimanapun, aku akan selalu setia kepada suamiku."
Adam tersenyum miring. "Apasich kehebatan pria buta itu. Melihat saja dia tidak bisa."
"Dia baik. Tidak sepertimu," kata Karina sedikit kesal.
"Lagipupa kamu harus bertanggung jawab kepada Lisa. Dia sudah dirusak olehmu," lanjutnya. Dia sudah merelakan Adam untuk sepupunya itu.
Adam mendengus sebal. "Baiklah kalau begitu. Jika kamu ingin aku menutup mulut. Berkencanlah denganku selama seminggu ini."
"Apa? Tidak mau. Enak saja." Menggeleng kuat.
"Ya sudah kalau begitu. Jika ada apa-apa dengan Ibu. Berarti kamu yang harus bertanggung jawab."
Adam mulai melangkah kakinya. Hingga, perkataan Karina membuatnya diam.
"Aku mau. Tapi, setelah seminggu. Hubungan kita benar-benar sudah berakhir. Jangan menemuiku lagi," kata Karina pada akhirnya.
"Tentu saja," sahut Adam cepat.
"Ayo cepat," ajak Adam sambil memegang tangan Karina erat seperti dulu. Karina yang sebenarnya enggan diperlakukan seperti itu hanya bisa pasrah.
"Sudahlah Karina. Kamu harus mengikuti perintah pria ridak waras ini. Kamu dulu begitu bodoh telah tertipu dengan muka polosnya," monolognya dalam hati.
Hingga tak terasa keduanya sudah sampai. Lastri langsung beranjak dan menghampiri keduanya.
"Ya ampun Adam. Ibu kangen banget sama kamu." Memeluk anaknya erat.
Air matanya tumpah begitu saja. Sudah hampir dua tahun lamanya ia dan sang putra tidak bisa bertemu karena kesibukan Adam sendiri.
"Tante. Lebih baik kita makan sekarang ya." Karina langsung mengambilkan makanan untuk Lastri. Ia sudah begitu hapal kesukaan Lastri.
Lastri pun mengangguk dan mengajak sang putra untuk ikut bersama mereka.
Tentu, Adam senang. Ia masih bisa merasakan makanan buatan Karina yang begitu enak.
Dengan berat hati, Karina pun harus tersenyun lembut kepada Adam.
"Mas, kamu kayak biasa kan?" tanya Karina pura-pura antusias.
Adam balas tersenyum. Ia tahu, Karina terpaksa melakukannya. Namun, tetap saja ia bahagia karenanya.
Lastri yang melihat keduanya hanya bisa tersenyum. "Kalian ini segera menikahlah. Ibu pengen gendong cucu."
"Uhuk." Karina terbatuk-batuk.
"Adam sich mau Bu. Tapi, Karina yang sepertinya berat." Melirik Karina.
"Kenapa Karina?" tanya Lastri.
Karina langsung kikuk dibuatnya. "Ah, Karina tidak keberatan. Dalam waktu dekat, kami akan segera menikah kok Bu," jawabnya sedikit gugup.
"Bagus kalau begitu. Kalian kan pacarannya sudah lama. Memang lebih baik menikah saja."
Karina mengangguk kecil. "Maaf Bu. Karina membohongi Ibu," gumam Karina dalam hati.