Karina mengerjapkan matanya perlahan. Ia pun langsung menoleh ke samping. Kosong.
"Huh!" Menghembuskan nafas lega. Sebab Ken ternyata tidak tidur dengannya. Padahal, Karina begitu cemas tadi malam.
Ia pun beranjak dari tempatnya. Hal pertama yang di tujunya adalah cermin. Karina ingin melihat penampilannya saat ini.
"Astaga!" pekiknya kaget.
Karina meraba-raba wajahnya yang masih mengenakan make up. Untung saja, make upnya itu tipis.
"Ya ampun Karina. Bisa-bisanya kamu ketiduran," kata Karina kesal merutuki kebodohannya.
Padahal tadi malam. Ia haya berniat tidur sebentar menunggu Ken yang mandinya lumayan lama. Entah apa yang dibasuh pria itu hingga berlama-lama di kamar mandi.
Jika Karina ingat. Ia menunggu hampir satu jam lamanya. Pantas saja, ia bisa sampai ketiduran. Jangan lupakan fakta jika ia adalah tipe orang yang murah tertidur di mana saja. Apalagi kalau di suruh menunggu.
Tak ada yang tahu fakta itu kecuali Papa, Mama dan Indry sahabatnya.
Jika Ken begitu lama mandinya. Sangat berbeda dengan Karina yang hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Untuk apa berlama-lama berada di kamar mandi. Yang ada dirinya bisa masuk angin.
"Eh, leherku kenapa?" ucap Karina menyentuh lehernya.
Bisa Karina lihat dengan jelas di depan cermin. Jika lehernya memiliki banyak tanda kemerahan. Tentu saja ia begitu kaget. Karena seingatnya, kemarin lehernya itu masih baik-baik saja.
"Apa ada yang memukuli sampai segininya?" Karina benar-benar kebingungan.
Di tengah kebingungannya itu. Terdengar suara pintu yang dibuka.
Sontak, Karina langsung menoleh. "Tuan Ken?" cicit Karina pelan.
"Ah, ternyata kamu sudah bangun," kata Ken datar sambil membawakan nampan berisikan roti dan susu.
Karina sedikit khawatir dengan pria itu yang mungkin saja akan terjatuh. Ia pun bergegas menghampiri Ken.
"Biar saya saja yang bawa Tuan." Mengambil alih nampan yang ada di tangan Ken.
Ken terlihat sedikit tersinggung. "Kenapa? Kamu takut aku menjatuhkannya?!" tebak Ken tepat sasaran.
Wajah Karina langsung pias dibuatnya. Aura pria yang ada di depannya ini begitu menakutkan. "Bukan begitu Tuan. Saya hanya ingin membantu saja," sahut Karina sedikit bergetar. Walau perkataannya itu benar setengahnya.
Ken berdecak sebal. Padahal niatnya baik tadi. Ia tahu jika Karina belum makan sedari tadi malam. Perut istrinya itu terus berbunyi sepanjang malam.
Memang sich Karina hanya berniat membantunya saja. Tapi, ia merasa sedikit tersinggung. Sepertinya, Karina menganggapnya sebagai pria yang tidak berdaya karena memiliki kekurangan.
"Sudahlah. Cepat dihabiskan. Suara perutmu sampai kedengaran sampai di luar!" titah Ken.
"Benarkah?" Karina merasa malu sekali.
"Sudahlah. Cepat mandi dan makan. Setelah itu langsung turun. Mama dan Papa sedari tadi menanyakanmu terus. Dasar gadis jorok dan pemalas," sindir Ken. Pria itu langsung meninggalkan sosok Karina yang tengah tercengang.
"Brakk!" Pintu dibanting dengan kerasnya.
"Astaga!" ucap Karina sambil mengelus dadanye pelan. Ia benar-benar kaget sekali.
Di lain sisi
Lisa yang kini tengah berada di kamarnya harus merasakan kenyataan pahit. Papanya memarahinya habis-habisan tatkala tahu jika ia kini sedang hamil.
Papanya bahkan menyuruhnya pergi saat ini juga dan paling lama malam hari ia sudah enyah dari rumahnya. Sang Mama tidak bisa membantunya sebab kesalahannya begitu fatal.
Dikeluarga mereka, hamil di luar nikah merupakan aib terbesar.
Ia menyalahkan Adam yang ceroboh. Belakangan ini pria itu memang tidak mengenakan pengaman. Katanya rasanya lebih nikmat. Dan Lisa mengakui hal itu.
Lisa semakin berang tatkala sang Papa membandingkanmya dengan Karina yang bisa menjaga kesuciannya sampai menikah. Walau suaminya tunanetra tapi, pria itu adalah orang yang paling berkuasa.
"Sial! Aku tidak tahu jika pria itu adalah orang paling berkuasa di negri ini. Aku pikir, dia hanya pria tunanetra biasa! umpatnya kesal.
Jika saja Lisa tahu dari awal. Ia pasti akan menggoda calon sepupu iparnya itu. Persetan dengan pria itu yang tidak melihat. Tapi, yang Lisa lihat kemarin sosok Ken begitu tampan. Lebih tampan dari Adam.
"Ah. Tinggal aku rebut saja. Aku yakin suaminya juga akan bertekuk letut kepadaku. Sekarang, yang paling penting. Aku harus melenyapkan anak ini."
"Cklek." pintu kamar terbuka.
Terlihat sosok sang Mama yang keadaannya terlihat tak baik. Mata Mamanya sembab dan pipinya merah seperti habis ditampar oleh seseorang.
"Lisa," panggilnya pelan.
"Mama?!"
Sang Mama langsung memeluknya dengan erat. Lisa yang memang sedari dulu paling dekat dengannya.
"Nak, tinggallah bersama kekasihmu itu. Kekasihmu Adam bukan?"
Lisa membelalakkan matanya. "Darimana Mama tahu?" tanya Lisa shock.
"Mama sudah tahu sedari lama. Untuk sementara tinggallah sementara dengannya. Mama sudah mentransfer uang ke rekening kamu Nak."
Lisa hanya bisa membisu. Jadi, selama ini Mamanya sudah tahu? Tapi, kenapa Mamanya itu tidak pernah menegurnya?
"Gugurkan saja bayi dalam kandunganmu itu. Mama akan cari cara agar Papamu bisa menerima semua ini."
Lisa mengangguk kecil dan tersenyum. "Terima kasih Ma. Lisa sayang banget sama Mama."
"Mama juga sayang sama kamu."
Tanpa Lisa sadari. Sang Mama tersenyum miring. Ia benar-benar senang karena sang anak diusir langsung oleh suaminya.
"Haha. Akhirnya setelah sekian lama. Sedari dulu aku sudah ingin menghancurkan anak haram ini."
***
Lisa memencet tombol bel berkali-kali. Namun, tak kunjung ada jawaban dari si prmilik rumah.
Ia benar-benar kesal sekali. "Mas Adam kemana sich? Jangan bilang dia sedang bersama gadis lain saat ini."
Tangannya terkempal sempurna. "Awas saja kalau iya. Akan ku potong juniornya itu." Menggeram marah.
Hingga tak lama kemudian, pintu pun terbuka. Muncullah sosok Adam dengan wajah kusut bangun tidur.
"Lisa? Kenapa kemari?" ujarnya tak percaya.
Lisa tersenyum manja dan langsung memeluk Adam erat.
"Cup." Kecupan singkat mendarat di bibir tebal Adam.
"Lepaskan. Aku bau, belum mandi." Adam melerai pelukan sang kekasih. Tadi, dia ketiduran setelah pulang kerja.
"Aku hanya merindukan kekasihku saja. Apa salah?" Memainkan jarinya nakal di dada bidang Adam.
"Benarkah?" Adam merasa tidak yakin. Sebab, baru kemarin mereka bertemu dan bermain panas di atas ranjang seperti biasa.
Kini, matanya tertuju ke arah koper yang ada di samping Lisa. Keningnya langsung berkerut.
"Kamu kenapa bawa koper segala?" tanya Adam yang begitu kebingungan.
Sontak saja, Lisa langsung mengerucutkan bibirnya.
"Aku diusir dari rumah."
"Apa?! Kok bisa?!" pekik Adam.
"Aku hamil. Papa marah besar dan mengusirku," lirihnya.
Adam yang mendengarnya langsung merasa lemas seketika. Tubuhnya merosot sempurna ke lantai.
"Kenapa bisa? Itu bukan anakku kan?"
Lisa yang mendengar pertanyaan Adam, mendadak kesal. "Ya bisalah! Belakangan ini kamu kan tidak memakai pengaman. Kamu yang memintanya. Jika saja aku menolak. Mungkin semua ini tidak akan terjadi!" ujar Lisa berapi-api.
"Dan asalkan kamu tahu. Anak ini jelas-jelas darah dagingmu. Kamu kan yang mengambil kesucianku."
"Sial" umpat Adam dalam hati. Ia pun mengusap wajahnya dengan kasar.
"Tenang saja. Aku akan menggugurkan anak ini," kata Lisa enteng.
"Apa?!" lagi-lagi Adam terpekik. Hari ini benar-benar hari yang penuh dengan kejutan.