Sementara itu. Sky akhirnya sadar juga. Dia sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya.
"Katakan sebenarnya apa yang terjadi di sana?" tanya Leo dan begitu juga dengan Naga yang turut menanyakan hal yang sama.
"Kejadiannya sangat cepat. Ketika suara tembakan itu terjadi kondisi di sana sangat kacau. Orang-orang berlarian ingin menyelamatkan diri," ungkap Sky.
Sky menerangkan bagaimana kondisi di sana saat itu. Kacau dengan banyaknya orang yang ingin keluar dari area itu.
"Lalu, saat itu kau sedang apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk berkumpul?" tanya Naga di tengaj-tengah kisah.
"Saat itu aku tidak bisa memperhatikan sekitar. Aku juga terlalu fokus untuk mencari jalan keluar. Sebab aku tahu ini akan sulit," lanjut Sky.
Dia menuturkan bahwa kondisinya ketika itu tidak bisa mundur maupun maju. Dirinya terdesak dengan orang-orang di sana.
"Entah kenapa saat itu orang-orang seperti sengaja menghimpitku. Dan mereka seolah-olah tidak membiarkanku pergi dari area itu."
Naga dan Leo tercengang mendengarnya. Apa itu mungkin? Tentu orang-orang di sana pastinya tidak mengenal siapa Sky. Tapi, mengapa mereka dengan sengaja menjebak Sky dalam lingkaran mereka. Pikir Naga dan Leo heran.
Sungguh heran.
"Ya. Satu hal yang aku ingat," tambah Sky lagi.
Leo dan Naga antusias untuk menyimak. Sebab masih ada kejanggalan dari kisah Sky.
"Apa itu?" singkat Leo, seraya memandang Sky yang duduk di tempat tidurnya.
"Ada satu orang. Entah kenapa dia berlari berlawanan arah?"
"Berlawanan arah?" Naga mengulang kata-kata Sky sebelumnya.
"Ya. Hanya dia yang berlari ke arahku. Bukan. Dia tidak berlari, tetapi dia dengan santainya berjalan mengarah kepadaku."
Sky berujar ada seseorang yang dirinya curigai. Dari gerak-gerik orang itu dan dari gaya pakaian orang itu juga berbeda dengan yang lain.
"Apa dia yang sudah menusuk dirimu? Apa kau sempat melihat wajahnya?" cecar Leo penasaran.
Leo sudah geram ingin mengetahui pelakunya. Jika bisa dia ingin tahu rupa, nama dan alamat dari orang itu.
"Aku awalnya tidak mencurigai dia akan menusuk diriku. Tapi, setelah kita sama-sama saling memandang dan kami berpapasan dengan dekat … Saat itu, jleb. Dia menusukku," ungkap Sky.
"A-ku … Aku tidak tahu bahwa dia membawa pisau dan aku tidak bisa membaca gerakan tangannya. Dia benar-benar sangat cepat."
"Bahkan dia menarik pisau itu tanpa sedikitpun aku merasakannya. Aku berdiri memelakanginya. Pria itu memakai topi, tapi aku heran. Mengapa dia dengan sengaja menunjukan wajahnya. Seoalah-olah dia ingin aku melihat rupanya itu."
"Jadi siapa dia? Apa kau mengenal pria itu?" kembali Leo bertanya.
Teka-tekinya siapa pria itu? Jika dia berani menunjukan wajahnya, berarti dia mau Sky memberitahukannya kepada Leo. Entah?
"Dia pria yang sama, yang kita lihat ketika dia keluar dari kamar Mr. Duck membawa jasad gadis itu," ujar Sky.
Melanjutkan kisahnya. Leo baru mengetahui bahwa pria itu adalah orang yang sama, yang sudah membunuh Mr. Duck.
Jadi benar pria itu memang ingin mengajak perang Leo Sukma Atmaja.
"Kau serius? Kau tidak sedang mengarang bukan?"
Leo menambahkan dan mencoba memastikan sebelum dia mengambil tindakan.
"Ya, aku tidak sedang berbohong. Jelas aku tidak sedang bermimpi saat itu. Memang pria itu yang aku lihat."
Sky tidak tahu bagaimana cara dia untuk meyakinkan Leo agar mau mempercayai perkataannya.
"Baiklah. Aku sudah bisa membaca cara mereka menyerang dirimu," tutup Leo.
Naga yang menyimak tidak bisa memberikan pendapatnya, atau menambahkan sebab dirinya tidak paham siapa yang Leo dan Sky sedang bahas?
Namun, hal yang pasti. Naga yakin Leo akan segera membalas orang itu. Entah itu kapan? Tidak mungkin tidak. Karena Leo tak akan diam jika kehidupannya diusik.
***
Sedangkan di lain tempat. Stevi tengah berbicara empat mata dengan seseorang di depan rumah.
Orang itu berjaket hitam dan menutup kepalanya dengan kupluk. Sementara itu Stella melihat pertemuan tersebut dari balik jendela kamarnya.
Stella tidak bisa mendengar isi perbincangan tersebut. Akan tetapi Stella melijat raut Stevi sangat serius.
Perbincangan pun selesai, "Cepat pergi. Sebelum yang lain melihat dirimu," ujar Stevi pada teman bicaranya itu.
Stevi masuk kembali setelah temannya itu. Sementaa itu Stella sudah menunggu Stevi di dalam rumah.
"Siapa dia?"
Sontak pertanyaan Stella membuat Stevi gugup.
"Siapa dia? Aku tidak mengerti maksudmu?" kilah Stevi.
Stevi sengaja mengelak dan memilih untuk pergi dan tak menghiraukan pertanyaan Stella.
"Dia siapa? Katakan Stevi, yang tadi berbincang denganmu itu siapa? Kau berkata padaku, dirimu tidak mengenal siapapun di kota ini. Tapi, tadi aku melijat kau berbincang dengan seseorang."
Seolah menuduh. Stevi pun berbalik badan. Lantas apa yang akan Stevi katakan?
"Oh, jadi kau melihatku berbicara di luar tadi?" baliknya bertanya.
"Jangan banyak basa-basi kau. Katakan dia itu siapa? Aku tidak mau kau asal berteman dengan orang ajing."
Tentu kecemasan Stella itu bukan tanpa sebab. Karena dirinya mengenal pasti bahwa Stevi tidak memiliki teman yang dikenalnya di kota ini.
Tapi, saat dia melihat Stevi berbicara dengan orang lain, dirinya patut curiga.
"Kau tidak usah terlalu serius seperti itu. Dia bukan siapa-siapa bagiku. Aku mengenalnya. Jadi kau tenang saja. Aku bisa menjaga diriku," katanya.
Stevi tidak lagi melanjutkan pembicaraan mereka. Stevi memilih untuk kembali ke kamarnya. Tuturnya kepada Stella.
Dengan demikian Stevi perlu dicurigai. Seperti yang dia ketahui. Stevi tidak pernah bercerita jika dia memiliki teman atau saudara di kota ini. Mengapa mendadak dia mengobrol, itu pun secara rahasia.
****
Malam harinya. Stella dan Stevi tidur dalam satu tempat tidur yang sama.
Di sela-sela itu Stella terbangun sebab Stevi sudah tidak ada di tempat tidurnya.
"Kemana dia?" tanyanya bertanya-tanya.
Tidak pikir panjang Stella turun dari tempat tidur. Dia menjacari seisi kamar, namun dirinya tidak menemukan keberadaan Stevi.
Dia mencari ke tempat lain. Stella terus memanggil nama Stevi.
"Mungkin disana," tuturnya. Stella melihat lampu ruangan dapur menyala. Sedangkan dia tidak pernah lupa untuk mematikan lampunya sebelum pergi tidur.
"Stevi!" panggilnya.
Tidak ada jawaban dari dalam sana. Stella mengintip lebih jauh isi dapurnya. Mencoba memeriksa kondisi sekitar dapur.
"Rupanya kau ada di sini? Cemas hatiku mencari dirimu," tuturnya.
Stella mendekat kepada temannya itu. Sementara itu Stevi masih diam di posisinya tersebut.
Dia berdiri menghadap lemari es. Stevi sama sekali tidak menggubris panggiln Stella.
"Ada apa denganmu? Apa kau sedang sakit?" tambahnya bertanya.
Semakin dekat, tetapi Stevi masih diam. Sampai Stella menyentuh bahu temannya itu. Dia menarik bahu Stevi.
Jreng … Jeng ….
Apa yang diperbuat Stevi?
"Kau!"
Melotot matanya Stella.
"Maaf, Stella. Aku harus melakukan ini, sebab kau sudah melihat diriku sedang berbicara dengan orang lain," kata Stevi serius.
"Apa maksudmu?" tuturnya bertanya.
Kali ini Stella tidak tau menahu mengapa Stevi melakukan itu?
Apa yang Stevi lakukan?"
JANGAN LUPA BACA BAB SELANJUTNYA!