Chereads / Mr. Mafia and His Lady / Chapter 20 - Aku Tahu Kau Buronan

Chapter 20 - Aku Tahu Kau Buronan

Dalam beberapa saat keduanya hanya terdiam. Namun, kantuk tak lagi datang. Kali ini, Axton juga tampak tenang. Sama sekali tidak terlihat seperti seorang penjahat kelas kakap kalau dilihat dari belakang. Hanya pancaran matanya saja yang jarang tampak sendu, lemah, atau mungkin pecundang. Matanya seolah mewakilkan seluruh kekejaman atas dirinya.

Di balkon lantai ketiga dari mansion indah itu, Axton masih bersama Ameera. Dalam balutan ketidaknyamanan mereka tengah bersama. Apalagi pada diri Ameera yang terus-terusan takut sekaligus membenci suaminya itu. Namun, baginya balkon terbilang lebih aman daripada di dalam kamar. Ya, meski tidak seratus persen aman. Setidaknya, Ameera memiliki celah untuk menghindar jika Axton kembali berbuat aneh-aneh.

"Apa kebersamaan ini begitu menekan dirimu, Ameera?" celetuk Axton membuka pembicaraan. Tak berselang lama, ia mantap menghadapkan diri pada Ameera yang berdiri sekitar satu meter dari dirinya.

Wanita cantik yang naif itu tampak mendongak menatap angkasa bertabur bintang. "Kau tahu tentang itu, Axton," jawabnya.

Rasa takut tidak membuat Ameera lantas mengalah begitu saja, apalagi mengakui bahwa dirinya tidak seperti yang Axton duga. Pasalnya, tidak hanya menekan, kebersamaannya dengan pria itu benar-benar memberikan siksaan besar.

Ameera berangsur menundukkan kepala. Ia menghela napas dalamnya, dengan mata yang kerap mengerjap. "Aku hanya ingin kebebasan, itu saja. Jika kau melepaskanku, mungkin aku akan bahagia, Axton. Katamu kau menyukaiku sejak lama, bukan? Seharusnya kau bertindak sesuatu yang bisa membahagiakan diriku, bukan dirimu sendiri."

"Aku bisa membahagiakanmu, Ameera. Kau tahu harta kekayaanku setinggi gunung, apa pun yang kau inginkan bisa aku kabulkan. Tinggal dirimu, seharusnya kau mencoba menerima kenyataan ini, pernikahan kita, sekaligus kehadiranku, dan aku jamin kau akan menemukan bahagia."

Ameera tertawa kecut. Detik berikutnya, ia lantas mengubah sikapnya. Ia menghadapkan diri pada Axton yang sudah mengamatinya sejak tadi. Dengan mata yang seolah sudah kering kerontang dan wajah yang semakin tirus karena kian kurus, Ameera berkata, "Aku tidak membutuhkan uangmu, Axton. Aku adalah wanita pekerja, yang bisa menghasilkan uang sendiri selama ini. Kebahagiaanku adalah bebas dari tempat ini sekaligus dirimu."

"Tidak," sahut Axton cepat dengan sorot mata yang semakin menajam. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, Nona. Hal ini sudah aku bahas berkali-kali, dan kupikir sudah jelas. Aku jamin, kau akan bahagia tidak lama lagi."

Ameera menghela napas. Sungguh, ia ingin memberikan sahutan lebih pedas. Namun, ia khawatir sikapnya memancing amarah dalam diri Axton, terlebih mata suami mafianya itu sudah lebih tajam daripada sebelumnya. Ameera tidak memiliki pilihan lain, selain kembali mendongak menatap taburan bintang.

Meski sakit dan terluka, bahkan rahang sampai terasa nyeri karena sering menggertakkan gigi, apa daya lagi, Axton memang sulit untuk dikalahkan. Ameera tidak keberatan jika nyawanya sendiri yang menjadi taruhan, tetapi Axton selalu bermain curang. Pria itu tidak pernah berbuat kasar, selain tindakan beberapa saat yang lalu ketika di kamar pada Ameera, hanya saja Axton selalu melampiaskan amarahnya pada orang lain yang bukan Ameera.

Sulit. Menghadapi mafia yang entah cerdas atau lebih pantas disebut licik memang sangat sulit.

"Setidaknya ...," ucap Ameera, ketika teringat akan alat komunikasi yang perlu ia miliki. "Kembalikan ponselku, Axton. Zaman sudah terlalu modern, kau tidak bisa berbuat sesukamu sendiri, dengan mengambil ponsel dari wanita muda sepertiku. Ponsel itu sudah menjadi duniaku."

"Aku akan membelikan yang lebih mahal dari milikmu, Ameera," sahut Axton.

Ameera mengerjapkan matanya. "Kau ... tidak berencana memasang sesuatu di ponsel yang hendak kau berikan padaku, bukan?"

Axton menyeringai. "Kali ini kau sangat pintar, Ameera. Aku ... justru merencanakan hal itu."

"Jadi, untuk apa jika kau membelikan aku ponsel mahal jika kau pasangi sesuatu? Tidak ada gunanya, Axton."

"Aku juga tidak bodoh, Ameera. Dengan membiarkan memiliki benda seperti itu, sama saja merepotkan diriku sendiri. Kau bisa lapor polisi, mengenai keberadaan mafia dari Amerika yakni diriku sendiri. Mengatasi hal semacam itu memang sangat mudah, tapi aku paling benci mengurus sesuatu yang tidak penting, tapi sangat merepotkan." Axton tersenyum lebar. "Jika kau memang menginginkan ponsel, besok aku akan memberikan benda itu untukmu."

Ponsel yang tentu saja akan Axton pasangi alat sadap, sehingga semua aktivitas Ameera di benda tersebut juga akan terbaca olehnya. Ameera memang wanita naif, yang hanya bisa menghubungi kepolisian demi sebuah kebebasan. Axton tidak mau wanitanya itu menimbulkan masalah baru yang sepele, tetapi bisa sangat merepotkan. Apalagi saat ini dirinya tengah menjadi buronan, karena tuduhan Bertran Purnama mengenai aksi penambangan ilegal yang menyebabkan sebuah bencana. Axton harus sangat berhati-hati dalam mengambil tindakan, termasuk dalam mengawasi gerak-gerik istrinya.

"Kau ... mafia dari Amerika?" Ameera yang muak pada cara Axton dalam merespons permintaannya, lantas mengalihkan pembicaraan. "Kenapa kau ada di sini? Untuk apa? Dan apa yang kau cari?"

"Kau ... sedang menyelidikiku?" Axton membalas dengan seringainya yang muncul tepat ketika Ameera menatap wajahnya. "Aku berasal dari negara ini, jadi apa yang salah jika aku datang kemari? Untuk liburan dan untuk mendapatkanmu."

Ameera langsung membuang muka. "Alasanmu sangat tidak masuk akal. Kau pikir aku sebodoh itu? Kau pembuat masalah, Axton! Kau buronan seluruh negeri. Berita itu sudah menyebar, tak kusangka aku justru masuk ke dalam cengkeraman dirimu yang sudah begitu jahat pada semua orang tidak berdosa."

Ameera ingat beberapa artikel yang ia cari seputar Bertran Purnama melalui ponsel Surti juga menampilkan sosok mafia yang misterius bernama Axton Axelcen. Bertran Purnama adalah pembuka fakta pertama bahwa Axton adalah pelaku di balik penambangan ilegal itu. Dan perlahan, Ameera juga tahu bahwa kedatangan Axton Axelcen ke negara ini adalah demi membuat perhitungan dengan Bertran Purnama.

"Berita itu tidak benar, Ameera," sanggah Axton. "Jangan terlalu naif, dan memercayai berita tidak benar. Apalagi sumbernya hanya satu pihak saja."

Kini giliran Ameera yang tersenyum lebar, tetapi tak berselang lama senyumnya berubah menjadi kesinisan. Ia kembali menatap Axton, lalu berkata, "Memangnya sejak kapan seorang mafia bisa dipercaya? Kalian hanya penjahat yang tidak memiliki hati, terutama kau, Axton. Kau bisa menghabisi orang lain, saat seharusnya kau menghabisi diriku saja. Kenapa? Kenapa kau melakukan hal itu? Ah ... benar juga, kau adalah seorang mafia yang memiliki banyak cara kejam hanya untuk melampiaskan amarah atau mungkin melampiaskan segala hasrat gila. Aku seharusnya tidak bertanya lagi, maafkan aku, Axton."

Axton benar-benar tidak senang setelah mendengar jawaban dari Ameera. Orang lain boleh menganggapnya sebagai monster gila yang seolah selalu haus akan darah manusia. Namun, Ameera adalah istrinya, yang mana wanita itu harus melihatnya sebagai seorang suami dan pria sejati. Toh, urusan organisasi bukan ranah yang bisa Ameera mengerti, jadi untuk apa Ameera terus-terusan membahas soal kekejaman suaminya?

"Kau hanya perlu diam, agar semua selamat, Ameera. Aku tidak akan menjelaskan soal organisasi kami secara panjang lebar padamu, itu bukan ranahmu. Kau istriku, dan kau hanya perlu melihatku sebagai pria yang sudah menjadi suamiku." Axton mengeluarkan pemikirannya tentang hal tersebut dan hanya direspons dengan helaan napas saja oleh Ameera.

Tampaknya, mendapatkan cinta dari Ameera memang sangat sulit. Mencicipinya secara paksa juga pilihan yang mudah. Axton tidak mau kembali gelap mata seperti beberapa saat yang lalu. Meski dirinya seorang bajingan, ia memiliki keinginan untuk memiliki keluarga yang harmonis dengan cinta di dalamnya. Namun, ia tidak pernah cara terbaik untuk membuat sang istri merasa jatuh cinta padanya. Ia selalu menggunakan banyak cara kasar dan sebuah penekanan berupa ancaman-ancaman mengerikan. Entah. Sejak diadopsi oleh mantan raja mafia Sayap Hitam alias Black Wings, Axton telah lupa bagaimana caranya bersikap lebih manusiawi.

***