Chereads / TERPAKSA MENIKAHI DUDA / Chapter 19 - BAB 19. Pemeriksaan Alice

Chapter 19 - BAB 19. Pemeriksaan Alice

Pagi ini adalah pemeriksaan Alice. Kenan bangun lebih dulu. Dia ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Setelah itu akan keluar. Tapi ketika dia membuka pintu, Kenan tak sengaja berhadapan dengan Abel yang juga baru bangun dan akan mencuci muka ke kamar mandi.

Mereka saling menatap sesaat dan saling memandang canggung. Ketika abel akan ke kanan, kenan ke kanan, abel akan ke kiri, kenan ikut ke kiri.

"Kamu mau kemana? Ke kanan atau kiri?" tanya Kenan yang kesal dua kali hampir bertabrakan dengan Abel.

"Kanan aja." Abel mengambil keputusannya.

"Ok." Kenan pun jalan ke kiri dan Abel jalan ke kana. Abel masuk ke kamar mandi, menutup dan mengunci kamar mandinya.

"MAMA!"

Alice yang masih tertidur, tiba-tiba saja berteriak keras. Entah kenapa. Kenan yang mendengarnya langsung mendekati ranjang Alice. Alice menangis mencari mamanya, Abel, yang tak ada disampingnya.

"Papa, mama dimana? Mama abel? Alice gak mau di tinggalin mama lagi," kata Alice yang sampai menangis histeris. Kenan mencoba menenangkannya.

"Mama di toilet doang, sebentar sayang. Mama Abek gak kemana-mana kok." Kenan mencoba mengusap punggung Alice, menenangkan Alice. Tapi Alice tetap saja menangis.

Abel mendengarnya dari dalam kamar mandi. Tau dia sedang apa? Sedang buang air kecil, Abel cepat-cepat cuci tangan dan mencuci mukanya. Dia keluar dari kamar mandi.

"Sayang, kenapa? Mama beneran ke kamar mandi kok." Abel sampai berlari keluar dari kamar mandi menuju ke ranjang Alice, yang bahkan jaraknya tak terlalu jauh.

Abel langsung naik ke ranjang, memeluk Alice yang menangis. Mengusap air mata Alice yang bercucuran, membasahi pipinya.

"Alice kenapa? Mama cuma ke kamar mandi kok sebentar." Alice memeluk Abel dengan sangat erat.

Alice menangis sesegukan dipelukan Abel, tak mau melepaskannya, "mama, Alice mimpi buruk, mama Alice ninggalin Alice, mama Abel juga ikutan ninggalin alice lagi," kata Alice dalam pelukan Abel.

"apa Alice anak yang nakal mama, makannya mama semua ninggalin Alice?" tanya Alice dalam pelukan Abel lagi.

"enggak, Alice bukan anak yang nakal, kata siapa Alice anak yang nakal, Alice anak yang cantik dan manis kok. Sudah ya, jangan menangis. Mama janji gak akan pernah ninggalin Alice." Abel mencium hidung Alice dan mengusap air matanya.

Tok tok ...

Sebuah ketukan membuat keduanya menoleh kedepan pintu ruangan Alice. Waktunya jam sarapan, ada seorang suster yang datang dengan membawakan makanan untuk Alice.

"Permisi, ini sarapan untuk pasien," kata sang sustet itu masuk ke ruangan Alice.

"Iya suster. Terimakasih." Kenan mendekati Susternya, mengambil nampan berisi makanan dari rumah sakit untum Alice. Bubur dan juga buah, juga ada susu disana.

Setelah itu susternya pergi, kembali mengantarkan makanan ke ruangan yang lain, sementara Kenan menghampiri Alice, menaruh makanannya di meja dekat tempat tidur Alice.

"sarapan dulu yuk sayang, Alice mau sembuh kan, kan mau cek up juga nanti, jadi harus makan?" kata Abel membujuk Alice, masih menenangkan Alice yanh sesekali segukan karena menangis.

Alice hanya mengangguk. Kenan membantu mengambilkan bubut untuk dia berikan kepada Abel, Abel memangku Alice, Alice duduk bersandar kepada Abel dan menerima mangkuk bubur dari Kenan, dia menguapi Alice.

"Aaakk," Abel meminta Alice untuk membuka mulutnya.

"Alice mau minum susu dulu mama," pinta Alice kepada Abel, mendongak menatap Abel.

"ok." Abel menunjuk Kenan, untuk meminta tolong pada Kenan, mengambilkan gelas susunya Alice.

"ini sayang." Kenan pun mengambilkan dan memberikannya kepada Alice, membantu Alice minum susunya.

"jangan banyak-banyak dulu sayang, nanti Alice kekenyangan gak bisa makan buburnya," kata Abel pada Alice. Alice pun berhenti minum susunya.

Dia kembali kepada sang mama, memakan bubur dari suapan sang mama, sampai habis. Setelah itu menghabiskan susunya lagi, lalu buah apelnya. Kenan membantu memotong-motongkannya.

Mereka tinggal menunggu jam cek up yang sudah Kenan atur dengan dokternya Alice. Sembari itu, Alice menghabiskan buah-buahnya.

"Kita ke ruangan dokter sekarang ya sayang?" Kenan mengusap kepala Alice yang masih setia diposisinya, duduk bersandar pada Abel.

"iya papa."

Alice siap ke ruangan. Kenan membantu Alice turun dan keluar ruangan menggunakan kursi roda. Kenan yang mendorong kursi rodanya sementara Abel berjalan disisi samping Alice, tak henti memegang tangan Alice, yang sekejap jadi anaknya.

Abel sama sekali tak menyangka kalau dia akan bernasib seperti ini. Tiba-tiba saja memiliki anak yang sudah besar, manis, tapi lucu.

Setelah cukup lama mereka jalan, mereka sampai didepan ruangan dokternya Alice. Mereka masuk ke ruangan dokter itu. Abel selalu menemani Alice dan Alice juga tak mau ditinggalkan Abel.

"Tante dokter ambil sampel darahnya dulu ya?" tanya dokternya kepada Alice. Alice melirik mamanya takut. Abel juga sebenarnya iya, takut jarum suntik, tapi dia mengangguk kepada Alice.

"iya dokter," kata Alice dengan yakin setelah mamanya mengangguk.

"gak sakit kok. Kalau takut Alice merem aja matanya," kata sang dokter yang mendekati Alice. Alice mengangguk.

Dia sudah ada diruangan dokter, dan masuk ke ruangan pemeriksaan, bersama dengan Abel dan Kenan. Alice meminta Abel untuk memeluknya erat. Alice duduk dan memeluk Abel erat, menyembunyikan wajahnya memeluk Abel.

Abel yang malah jadi pucat melihat jarum suntik, dan darah Alice yang diambil untuk sample.

"Sudah," kata sang dokter kepada Alice, dia suah cukup mengambil sample darahnya Alice, "tidak sakit kan, kan ditemani mamanya, dipeluk mamanya?" kata sang dokter lagi untuk menghibur Alice.

"Iya tante dokter, sedikit saja sakitnya, yang penting ada mama," kata Alice menjawab sang dokter. Sementara Abel sendiri diminta untuk memegangi bekas suntikan Alice, menutupnya dengan kapas yang sudah diberikan sedikit alkohol, untuk menutup luka bekas suntikannya, agat lebih cepat kering dan menghambat darah keluar.

Alice melakukannya dengan tetap duduk di kursi roda, Abel yang jongkok memeluk Alice.

"Hasilnya akan keluar dalam dua hari," kata sang dokter kepada Kenan.

"Baik dokter," Kenan hanya mengangguk. Sambil sesekali memeriksa keadana Alice.

"Setelah ini Alice boleh pulang kan dok?" tanya Kenan lagi kepada dokternya.

"boleh."

Selesai pemeriksaan mereka kembali ke ruanhan Alice. Kenan kembali menggendong Alice untuk duduk di tempat tidurnya, sementara Abel, makin pucat dan kepalanya mulai pusing.

"pagi sayang, gimana? Sudah pemeriksaannya?"

Lilis datang setelah jam jenguk dibuka, dia masuk ke ruangan Alice. Menyapa cucunya yanh cantik.

"sudah nenek. Ada mama, jadi Alice berani," Alice menunjuk mamanya, yang membuat dia sangat berani disuntik tadi.

Abel ingin berjalan kesisi tempat tidur Alice yang lain, tapi kepalanya semakin pusing, dia berjalan sampai memegangi pinggiran ranjang, ketika melewati Kenan, Abel hampir jatuh.

"Abel," Kenan dengan sigap memegangi tubuh Abel yang limbung, hampir jatuh.

"Mama, mama sakit?" tanya Alice yang ikut khawatir melihat mamanya yang dipegang sang papa, hampir jatuh, lalu wajah mamanya yang pucat.

"Mama kenapa?" tanya Alice khawatir melihat keadaan sang mama.