Alice, Kenan dan Bayu sudah sampai didepan rumah Abel. Bayu memarkirkan mobilnya tepat disamping pintu gerbang rumah Abel. Rumahnya bagus, besar dan indah, tapi. Bayu menilai jika Abel mungkin dari keluarga yang cukup berada. Boleh lah jadi mamanya alice.
"Ini rumahnya mama Abel ya pa?" Tanya Alice yang masuk dengan bergandengan pada sang papa, Kenan.
Kenan sebenarnya tak enak kalau Alice belum apa-apa sudah memanggil Abel dengan sebutan mama. Dia aja gak tau Abel mau gak jadi mamanya alice. Kalau perlu nanti Kenan akan membayar berapapun.
"Iya."
Kenan pun hanya dapat menjawab itu. Mereka berhenti didepan rumah Abel. Tepat di pintu masuk rumah Abel. Kenan melirik Bayu, meminta Bayu untuk memencet bel rumah yang ada di pintu. Bayu mengerti apa yang Kenan maksud.
Ting tong ...
Bayi memencetnya beberapa kali. Tapi tak ada yang menjawab. Dia pencet lagi.
"Coba Alice papa. Gendong alice." Pinta Abel kepada Kenan.
"Ok." Kenan pun mengendong Alice, mengangkat Alice supaya Alice bisa memencet belnya.
Alice memencet beberapa kali. Tapi tak juga dibuka pintunya. Bayu coba melihat kedalam, dari jendel depan. Tapi sepertinya rumah sepi.
"Bay, Lo ngapain? Nanti dikira maling?" Kata Kenan pada Bayu.
"Enggak lah. Orang mau lihat didalam rumah ada orangnya atau enggak." Jawab Bayu.
Didepan rumah ada ibu paruh baya lewat. Dia tetangga disana. Dia masuk kedalam halaman rumah Alice dan menemui ketiganya.
"Cari pemilik rumah ya?" Tanya ibu itu kepada ketiganya.
"Iya ibu." Kenan dan Bayu langsung menoleh.
"Ini benar rumahnya Abel kan?" Tanya Kenan pada ibu itu. Dia menyenggol bayi untuk menunjukan foto Abel.
"Oh iya. Sebentar ibu, ini rumah Abel di foto kan?" Bayu mengeluarkan fotonya dan menunjukannya kepada ibu itu.
"Iya bener." Ibu itu melihat foto dari ponsel Bayu dan mengangguk.
"Tapi kayaknya satu keluarga sudah pindah. Kemarin pindah sepertinya." Kata ibu itu.
"Papa." Membuat Alice yang mendengarnya sedih menatap sang papa.
"Sebentar sayang, kita coba cari tau dulu." Kata Kenan pada Alice yang masih ada di gendongannya.
"Kira-kira ibu tau gak pindah kemana?" Tanya Kenan kepada ibu itu.
"Wah, gak tau saya. Saya permisi ya kalau begitu."
"Iya ibu. Silakan."
Mereka tak bisa bertemu Abel. Alice yang menangis dalam pelukan Kenan. Dia tak mau turun dari gendongan Kenan.
"Papa, mau ketemu Tante cantik. Gak mau pulang." Katanya merengek dalam gendongan Kenan. Kenan menatap Bayu bingung harus bagaimana.
"Kita pulang dulu ya, nanti Om Bayu pasti cariin tantenya. Kita cari rumah tantenya yang baru dulu," kata Kenan membujuk Alice.
"Gak mau pulang. Mau sama Tante cantik. Papa kan udah bilang ke Alice, mau kasih Alice mama. Alice cuma mau mama Abel." Rengek Alice kepada Kenan.
"Ya gimana sayang, Tante abelnya pindah rumah. Kita pulang, papa minta tolong om bayu dama temen-temen papa buat cari tau alamat rumah barunya Tante Abel. Gimana?"
Alice mengangguk. "Tapi Alice ikut papa."
Kenan tak punya pilihan lain. Dia mengajak Alice ke kantor. Bayu mendesah frustasi. Ini bakalan panjang urusannya di kantor. Pasti disuruh nyari dan lembur lagi kalau gak dapat.
"Bay, ke kantor bay." Kata Kenan memerintahkan Bayu.
"Ok bos."
Mereka kembali masuk mobil. Bayu mengendari mobilnya ke kantor Kenan lagi. Sepanjang jalan Alice tak berhenti menangis. Kenan duduk dibelakang dengan alice. Alice menangis sambil memeluk papanya, gak mau lepas dari Kenan.
***
Abel dan keluarganya terpaksa pindah ke rumah yang lebih kecil karena kelakuan Maria, kakak Abel yang mau uang banyak dan jual rumahnya.
"Kakak keterlaluan tau gak." Abel marah-marah ke Maria yang pulang dari entah dari mana. Mungkin dari bar dengan teman-temannya.
"Udah sih bel. Kan kakak butuh duit. Buat pendidikan kakak. Kakak mau ke Paris." Kata Maria kepada Abel.
"Kamu keterlaluan Maria." Mamanya menampar sang anak.
Plak ... Satu tamparan yang sangat keras. Sementara papa Abel sendiri hanya bisa diam, duduk di kursi roda dengan sedih dan melihat keluarganya yang bertengkar.
Padahal dia mencarikan mama tiri dan saudara tiri untuk Abel supaya Abel bahagia. Kenyataannya, tidak membuat Abel bahagia. Malah Abel yang susah.
"Jangan pergi. Mama dapat kabar dari teman mama, ada duda kaya yang lagi cari istri, dia bilang mau cari yang berpendidikan. Kamu nikah ya sama dia?" Kata mama Maria kepadanya.
"Hah. Mama gila. Aku masih mau ngejar impian aku buat jadi desainer terkenal ma. No!" Maria menolak.
Dia ke kamar dan mengambil kopernya. Pergi keluar dari rumah kontrakan yang Abel sudah dapatnya. Rumah kontrakan yang bahkan kecil dan sempit.
"Maria. Kamu harus tanggung jawab sama apa yang kamu lakukan ke kita." Mama Maria mengejarnya dan mencoba menahan Maria.
"No. Gak akan ma. Suruh aja tuh Abel yang nikah sama duda itu." Kata Maria menatap Abel.
Maria menepis tangan mamanya dengan kasar. Dia naik taxi dan pergi. Mama Maria menangi dan terduduk di lantai rumah kontrakan mereka.
Abel yang penyayang dan tulus. Mendekati mama tirinya itu dan memeluk mama tirinya.
"Ma, jangan nangis. Kita pasti bisa menemukan jalan keluarnya."
"Tapi gimana bel?" Tanya mama Maria kepada Abel.
Abel gak ada pilihan lain. Mungkin ucapan yang dikatakan oleh Maria itu benar. Dia bisa menggantikan Maria untuk menikah dengan duda itu.
"Ma, dudanya kaya kan. Kita bisa dapat uang dari dia kan?" Tanya Abel kepada sang mama.
Papa Abel ingin sekali menahan Abel, agar Abel tidak mengambil keputusan itu. Tapi dia yang mengalami struk tak bisa apa-apa.
"Iya. Kamu mau melakukannya?" Mama Maria berhenti menangis dan menatap Abel dengan penuh harapan.
"Kalau bisa nolong keluarga kita. Kenapa enggak ma. Aku bakal lakuin apapun." Kata Abel dengan yakin pada sang mama tiri.
"Makasih ya Abel." Mama tiri Abel mengusap air matanya. Dia memeluk Abel erat.
"Mama akan atur jadwal kamu bertemu dengan kenalan mama ini."
"Iya ma."
Abel hanya mengangguk. Jadi Lilis mencari wanita untuk dijodohkan dengan Kenan. Ada teman mamanya Maria yang mendengar itu. Dia cerita ke mamanya Maria. Tapi Maria tak mau. Abel mau menggantikan Maria.
Mama Maria mencoba menelfon temannya dan meminta kontak orang yang sedang mencarikan jodoh untuk anaknya yang duda itu.
"Bel, besok ya kita ketemu di restoran sama mereka." Kata mama tiri Abel selesai menelfon.
"Iya ma. Papa istirahat dulu ya ke kamar."
Abel mendorong kursi roda papanya masuk kedalam kamar. Mama tiri Abel tersenyum puas sekali. Dia keluar dan menelfon Maria.
"Halo sayang, kita berhasil. Kalau Abel nanti nikah sama duda itu. Kita dapat uang banyak." Mama tiri Abel bersekongkol dengan maria.
"Aku beneran jadi sekolah desain ke Paris dong ma ya?" Tanya Maria lewat telfon. Dia masih ada di taxi.