Chereads / Secret From the Past (LitRPG) / Chapter 14 - BAB 6: Persiapan Turnamen (1/5)

Chapter 14 - BAB 6: Persiapan Turnamen (1/5)

Setelah sampai, seperti biasa Senndi sedang melantunkan nyanyian bersama bandnya. Kami menunggunya selesai sambil berkeliling untuk mencari segala keperluan. Aku dengan bahan masakan, Andi dengan entah aku tidak tahu. Aku juga menjual seluruh monster yang kudapat tanpa menyisakan satupun.

Harga Wala berkali-kali lipat dari harga Tyulu. Aku mendapatkan 150 koin emas dan 500 koin perak dari menjual seluruh Wala. Aku mengecek keseluruhan uangku. 133 koin emas dan 139 koin perak. Aku menghabiskan 100 koin perah untuk kebutuhan bahan makananku –dan Andi.

Begitu tidak terdengar alunan musik Senndi, aku bergegas menemuinya. Ketika tiba, di sana sudah ada Andi yang menungguku. Tanpa berlama-lama, aku langsung menyampaikan keberhasilan misi, meminta hadiah dan segera pergi dari sana. Jadwalku sudah padat mulai dari sana.

"Ayo, mulai berburu!" kata Andi sambil menyarungkan pedangnya dan berjalan perlahan mendahuluiku.

Andi mengajakku untuk berburu di area hutan Wakaru yang mayoritas monsternya memiliki tingat kesulitan yang tinggi. Sebenarnya aku sedikit khawatir pada diriku sendiri yang tidak dapat menghadapi monster dengan tingkatan setinggi itu. Pun beban Andi yang tidak hanya menghadapi, namun juga harus melindungiku. Aku sempat menawarkan kepada Andi agar tempat berburunya pindah di tempat dengan monster tingkat sedang. Sayangnya Andi bersikukuh menolak kemauanku.

"Aku percaya sama kemampuanmu, kok," katanya.

Akupun mencoba mempercayai kata-katanya. Kupandangi tanganku yang terasa sangat lemah ini, sebentar lagi akan kugunakan untuk membunuh setiap monster yang ada. Entah bisa ataupun tidak, karena tidak mungkin mundur, aku ingin mencobanya. Setidaknya, aku merasa saat ini hidupku berguna untuk satu orang. Untuk itu, aku ingin memperjuangkannya sebisaku.

Hutan Wakaru memiliki pohon-pohon raksasa yang seperti berumur ratusan atau bahkan ribuan tahun. Jarak antar pohon juga sangat renggang akan tetapi rindang. Hampir di setiap batang pohon dapat ditemui cakaran-cakaran yang sangat besar dan dalam, yang aku tahu pasti pemiliknya merupakan penghuni hutan ini –yang akan kita buru hari ini.

Andi memberikan komando padaku untuk berada di atas pohon, mengamati terlebih dahulu bagaimana bertarung dengan efektif dan apa saja yang harus dilakukan. Monster pertama muncul. Monster yang ada di wiliayah ini adalah Tubo. Tubuhnya selayaknya kera dengan bulu warna-warni namun dengan ukuran yang besar sekali. Taringnya mencuat tajam. Dia memegang palu besar yang terlihat sangat kokoh. Kulihat Andi fokus pada Tubo tanpa rasa takut sedikitpun. Sepertinya ia telah terbiasa membunuh monster sebesar itu.

Langkah pertama Andi hampir tidak dapat kuikuti. Dia berlari dengan sangat kencang sampai-sampai aku tidak mengetahui kapan dia menebas monster tersebut. Kira-kira terdapat tiga tebasan di kedua kaki dan di tangan yang memegang palu.

Setelah itu, Andi langsung memenggal kepalanya dan Tubo langsung tumbang. Sungguh hal yang sangat gila. Aku tidak paham lagi dengan maksud dia menyuruhku untuk melihatnya. Beberapa kali aku memprotesnya ketika dia sedang mempersiapkan diri untuk menyerang monster selanjutnya.

"Bahkan aku tidak dapat mengikuti gerakannya, jadi bagaimana bisa aku mengetahui teknik-tekniknya?" Gerutuku. Karena Andi tidak merespon protesku, akupun berusaha mengikuti gerakannya sampai-sampai kepalaku terasa pusing karena gerakan leherku yang terlalu cepat dan tiba-tiba. Monster demi monster telah ia bunuh tanpa mengurangi kecepatan gerakannya.

"Sudah munculkah?" Aku tidak paham maksud Andi. Tak lama, Andi membunuh satu monster dalam hitungan detik yang pada saat itu pula muncul layar pemberitahuan di depanku yang membuat mataku terbelalak.

[ Pemberitahuan ]

[ Anda mendapatkan kemampuan pasif berupa kemampuan membaca gerakan. ]

[ Kemampuan membaca gerakan berada pada level 1. ]

Andi melesat naik ke pohon duduk disebelahku. "Kamu nanti bakal terbiasa melihat gerakan-gerakan cepatku kok. Bentar lagi kamu bakal ngerasa kalau gerakanku itu lambat. Tadi aku diam biar kamu mendapatkan kemampuan membaca gerakan," Andi tersenyum.

Kemampuanku masih berada ditahap awal. Tapi kata andi ketika sudah berkembang, aku akan dapat memprediski gerakan lawan. "Tidak semua, sih. Justru gerakan-gerakan ceroboh yang tidak terpikirkan malah menjadi gerakan yang tidak dapat diprediksi, loh."

Kutangkap setiap kalimat yang dilontarkan Andi. Saat ini, dia kembali membunuh Tubo dan menyuruhku memperhatikan gerakan sekaligus penjelasannya. Dia bertarung sambil mengajariku. Hal pertama yang perlu diketahui adalah bagaimana pergerakan musuh. Gaya bertarung monster biasanya memiliki pola yang dapat dipikirkan. Pola inilah yang harus dimengerti.

Saat sudah bisa mengerti pergerakannya, celah dapat lebih mudah dilihat. Andi menyuruhku untuk fokus melihat pergerakan Tubo kali ini. Tidak seperti tadi, Andi bertarung cukup lama untuk memberiku waktu memahami gerakan monster.

Jika ini di dunia nyata, pasti cara ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan pengalaman yang banyak. Namun karena ini Laonnda, mudah sekali untuk membacanya hanya dengan berlama-lama memperhatikan. Ketika Andi membunuh dua monster dalam waktu yang relatif lama, aku sudah memperoleh kemampuan pasif memprediksi pergerakan lawan. Ketika lawan bergerak, aku dapat melihat gerakan selanjutnya sehingga dapat mengantisipasi dengan bertahan ataupun menyerang tanpa melukai diri sendiri.

Andi kembali duduk di sebelahku. Kali ini dia menyuruhku untuk menyerang Tubo. Andi ingin melihat bagaimana caraku bertarung, kualitas pedang yang kugunakan, suara yang kupakai saat menyerang, dan pelajaran menyerang seperti apa yang harus ia berikan padaku. Ternyata sikap Andi saat seperti ini sangat berbeda. Dia lebih percaya diri dan... Terlihat semakin berkarisma. Kalau aku nanti mati diserang monster, sepertinya itu karena aku terlalu memperhatikan Andi.

Aku mulai melangkah perlahan mendekati Tubo. Kugelengkan kepalaku agar kembali fokus pada pengajaran Andi. Kuatur nafasku sebaik mungkin. Saat berada pada jarak serang, aku melompat melancarkan serangan pertamaku di tubuhnya. Seranganku meleset. Kacau sekali. Padahal ini sangat penting agar pergerakannya terganggu. Namun ternyata tidak semudah kelihatannya.

Kuayunkan pedangku dengan penuh tenaga pada serangan-serangan berikutnya. Cukup melelahkan karena aku juga harus menghindari serangannya yang satu serangan saja mungkin bisa menewaskanku yang masih berada di level 17.

Aku melangkah menjauhi Tubo itu dan mengingat apa yang diajarkan Andi. Pergerakan monsternya tidak terlalu gesit meskipun serangannya mematikan. Kaki Tubo tidak terlalu aktif melancarkan serangan –tidak seperti tangannya.

Aku mencoba berlari namun ternyata masih kalah cepat dengan Tubo. Tubo menghampiriku dengan tangan yang siap menerkam tubuhku. Kujatuhkan tubuhku ke bawah dan segera menerobos ke belakang Tubo melewati kedua kakinya. Tepat sebelum aku melewatinya, kedua tanganku dengan erat memegang pedang yang berada di depan lutut. Ketika aku melewatinya, aku dapat melukai kaki kirinya dengan parah.

Tanpa berpikir lama, aku segera menebas kaki kanannya ketika tangan monster itu sudah bersiap menyerangku lagi. Aku langsung menghidar dengan mundur beberapa langkah setelah melancarkan serangan itu. Aku tau jika aku tidak memiliki waktu yang banyak sampai Tubo kembali pulih. Aku maju lagi untuk membuat luka-luka lain di seluruh tubuh Tubo agar pemulihannya membutuhkan waktu yang lama.

Perkiraanku meleset. Luka yang kubuat di lututnya tidak sedalam yang kukira. Satu hal yang dapat kupelajari, monster level tinggi ternyata hanya memerlukan waktu singkat untuk memulihkan luka yang dia terima.

Ketika aku menyerang, dia sudah bersiap dengan cakarnya yang akan mengoyak tubuhku. Begitu dekat jaraknya dan aku tidak memiliki waktu untuk menghindarinya. Aku memasang perisai kecil ke depan dan jatuh terpental ketika perisai tesebut berbenturan dengan cakaran yang memiliki tenaga luar biasa.