Chereads / Secret From the Past (LitRPG) / Chapter 15 - BAB 6: Persiapan Turnamen (2/5)

Chapter 15 - BAB 6: Persiapan Turnamen (2/5)

Ketika aku menyerang, dia sudah bersiap dengan cakarnya yang akan mengoyak tubuhku. Begitu dekat jaraknya dan aku tidak memiliki waktu untuk menghindarinya. Aku memasang perisai kecil ke depan dan jatuh terpental ketika perisai tesebut berbenturan dengan cakaran yang memiliki tenaga luar biasa.

Sakit sekali. Aku terpental jauh dan langsung menabrak ke batang pohon besar. Aku penasaran kenapa semua pemain dapat memainkan game Laonnda ini, padahal mereka juga merasakan sakit di dunia nyata jika mereka sakit di dunia ini. Meskipun kadarnya dibuat seminimal mungkin, hanya untuk menghadirkan suasanya yang seolah nyata, namun tetap saja terasa sakit. Aku tidak dapat memahami hal itu ketika rasa sakit menjalar dipungungku.

"Perlu bantuan?" Andi berkata setengah mengejek.

Aku langsung berdiri seolah tidak merasakan sakit sambil memberikan isyarat kepada Andi bahwa aku baik-baik saja. Kali ini aku harus berpikir keras. Kalau Andi, dia dapat bergerak dengan cepat, jadi dia dengan mudah dapat memotong kaki dan tangan Tubo. Tapi gerakanku tidak secepat itu. Hal yang bisa kulakukan adalah langsung mengincar lehernya.

Aku berlari menjauh ketika Tubo mulai menyerang. Saat sudah lebih siap, aku melompat menuju ke tangannya dan melompat lagi setinggi yang aku bisa. Tubo itu berusaha meraih kakiku namun aku segera menekuknya dan menebas tangan kanannya. Pedangku berakhir dengan beradu dengan cakar dengan tangan kiri Tubo. Aku terjatuh ke tanah dengan pendaratan yang mulus.

Kembali kuserang dia di badannya dan tangan kirinya berusaha menangkapku. Ketika ia fokus padaku, aku kembali melewatinya melalui kedua kakinya. Aku langsung berdiri dan menebas lehernya. Namun luka itu tidak dalam dan Tubo belum mati. Tubo menghadap kearahku dengan menghujamkan cakarnya. Aku segera mundur beberapa langkah untuk menghindarinya dan maju kembali dengan melompat. Pedangku langsung tertancap ke dada Tubo. Aku berhasil mengalahkannya dengan susah payah.

Andi turun menghampiriku. Dia memberikan beberapa cara untuk mempersingkat waktu berburuku. Jujur saja apa yang dikatakannya tidak semudah itu. Aku yakin aku baru akan bisa melakukannya setelah membunuh 10 Tubo. Sama seperti waktu awal bermain game, aku mulai bisa beradaptasi setelah membunuh beberapa Tubo.

Aku memburu Tubo keduaku. Kali ini aku mencoba melakukan apa yang diajarkan Andi. Aku bernyanyi nada dasar –sekalian latihan- terlebih dahulu untuk melihat bagaimana pengurangan nyawa monster. Seperti yang aku duga, tidak terlalu berkurang namun itu akan efektif digunakan saat aku membuat luka pada monster.

Aku mencoba merasakan pergerakan mosnter tersebut. Gerakannya lebih gesit daripada Tubo yang tadi. Tapi kali ini aku lebih percaya diri karena aku yakin kemampuanku sudah meningkat –ini hanyalah sebuah game. serangan pertama kuarahkan pada tangan yang memegang gada.

Penuh kepercaan dan tenaga, kuayunkan pedangku ke tangan dan tidak disangka-sangka tangan Tubo itu langsung putus. Bahkan lebih anehnya lagi dia tidak bisa menumbuhkan kembali tangan itu. Tanpa berfikir panjang, aku mencoba menebas tangan kirinya namun kali ini tidak putus. Hanya luka dangkal yang cepat sembuh. Aku mundur perlahan.

"Ndi?" aku memandang Andi dengan raut wajah bertanya-tanya. Andi tidak memberikan jawaban apapun. Dia hanya memberikan isyarat untuk meneruskan perburuan.

Aku kembali fokus ke Tubo sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinannya. Tapi sia-sia memikirkan dua hal di saat bersamaan. Aku harus mencari cara mengalahkan Tubo sekaligus mencari jawaban keanehan pedangku. Aku tidak dapat fokus dengan pertarunganku. Tubo dengan cepat mengayunkan gadanya ke arahku.

Sudah tidak ada waktu untuk menghindar. Aku menutup mata tidak sanggup melihat serangan mematikan itu. Tiba-tiba terdengar bunyi pedang Andi menembus sesuatu, yang aku tahu pasti bahwa itu Tubo di depanku. Begitu aku membuka mata, tebasan yang sangat dalam mengenai leher Tubo hingga kepala terpisah dengan badannya. Kecepatan Andi benar-benar luar biasa.

Andi meminjam pedangku. Dia mencobanya untuk membunuh monster. Hasilnya sekali tebasan langsung mati. Kami terperanggah. Kami bertanya-tanya kenapa kekuatan pedangku dapat berubah-ubah seolah dia benda yang hidup yang memiliki pikiran dan suasana hati.

Aku mencoba memikirkan hal apa dari tindakanku yang membuat kekuatan pedang Cankapana memiliki kemampuan maksimal. Namun semuanya sama. Baik gerakan ataupun kekuatanku. Satu-satunya yang membedakan adalah ketika aku terfokus kepada Tubo, serangannya akan dangkal dan ketika aku membangun keteguhan hati, kekuatan pedang menjadi maksimal. Namun itu belum bisa meyakinkan.

Akhirnya, aku dan Andi menuju ke pohon tinggi untuk membedakan setiap serangan. Kucoba menyerang batang pohon. Goresan sedalam 3 cm melintang sepanjang pohon. Selanjutnya, aku mencoba yakin dengan diriku sendiri yang dapat mematahkan pohon. Hasilnya benar-benar luar biasa. Batang pohon terpotong dan jatuh.

Aku mencoba dengan cara lain. Aku gembira tanpa memikirkan apapun tapi ternyata goresannya tidak terlalu dalam. Aku mencoba dalam berbagai ekspresi, dan kemungkinan lain, seperti gerakan tubuh, gerkan tangan, dan teknik menyerang. Kucoba banyak gaya namun yang menghasilkan luka maksimal adalah perasaan kuat seperti kepercayaan diri, ingin menghabisi, dan juga marah yang diliputi dengan gerakan tangan penuh keyakinan.

Hasil itu juga akan lebih maksimal lagi jika menggunakan teknik yang benar. Pada akhirnya kami berdua menyimpulkan bahwa pedang Cankapana ini dapat mengetahui maksud dan perasaan si pemegang pedang dan menuangkannya pada kekuatan pedang. Semakin besar kepercayaan diri yang dimiliki pemegangnya, semakin besar pula kemampuan pedang Cankapana.

[ Pemberitahuan ]

[ Pemahaman terhadap pedang Cankapana meningkat. ]

[Kemampuan pedang dapat meningkat ataupun menurun puluhan kali lipat bergantung perasaan pemegang pedang. ]

[ Pedang Cankapana dapat memberikan efek maksimal pada perasaan yang kuat dari pemegang pedang. ]

[ Kekuatan pedang Cankapana menjadi lemah apabila kondisi orang yang memakai bermental lemah. ]

Setelah mengetahui hal itu, tentu saja kepercayaan diriku semakin meningkat. Karena pedang yang awalnya kuremehkan, namun ternyata merupakan pedang yang benar-benar berguna bagiku.

Kucoba menanamkan perasaan kuat itu. Tapi, perasaanku ini tidak murni dari hatiku namun terkesan sedikit kupaksakan. Hasilnya tidak terlalu mematikan. Tebasannya cukup dalam memang. Namun monsternya tidak langsung mati. Aku fokus bertarung tanpa memikirkan apapun kecuali perasaan bertarungku. Kutebas Tubo dan langsung mati mengenai jantungnya.

Apa yang kurasakan saat membunuh Tubo sangatlah berbeda dengan saat membunuh Tyulu ataupun Wala. Karena jarak serangan Tyulu dan Wala tidaklah luas, maka aku tidak perlu berjaga-jaga jika terkena serangannya. Namun dengan Tubo ini, aku perlu bertahan dan menyerang di waktu yang bersamaan. Aku juga harus menghindari serangan yang mematikan. Jadi gerakan yang fleksibel dapat menguntungkan dalam game Laonnda ini dan aku masih kurang dalam hal itu. Belum lagi mengenai kemampuan berpedangku yang hanya mengetahui dasarnya saja yang kupelajari dari internet.

Membunuh Tubo yang kesekian kali membuatku sudah semakin terbiasa. Aku sudah dapat menyederhanakan gerakanku. Waktu yang kuperlukan untuk membunuh Tubo juga relatif singkat. Dan karena yang kubunuh adalah Tubo level tinggi, jadi levelku langsung naik 15 tingkat. Kini aku berada dilevel 32.

Aku kembali ke tempat Andi untuk menawari membuat makanan dari Tubo. Andi langsung setuju tanpa memprotes. Manis sekali, dia terlihat sangat menantikan masakanku.

Aku membuat api unggun di wilayah yang aman tanpa ada monster. Aku memasak steak dengan tingkat kematangan sempurna. Kita berdua memakannya dengan sangat senang karena cita rasa yang dihadirkan dalam game ini sangat luar biasa. Kadang aku berpikir kalau cita rasa makanannya saja bisa seenak ini, tentu saja sebenarnya pembuat game dapat membuat rasa sakit yang dialami di sini sama seperti atau bahkan lebih besar darpiada jika dialami di dunia nyata. Namun, pasti mereka mempertimbangkan jika melakukan itu, orang yang mati bisa-bisa terkena serangan jantung di dunia nyata akibat rasa sakit yang diterimanya di Laonnda.

Aku kembali memulai perburuanku. Hanya dalam waktu singkat aku sudah bisa mulai menguasai tempo perburuanku.

"Ayo ke tempat selanjutnya." Andi sudah mengajakku berburu lagi? Aku tidak bisa membayangan akan seperti apa monster selanjutnya.