Chereads / Secret From the Past (LitRPG) / Chapter 17 - BAB 6: Persiapan Turnamen (4/5)

Chapter 17 - BAB 6: Persiapan Turnamen (4/5)

"Ndi??? Ndi!!!!" Aku berteriak memanggilnya. Kucoba menghubunginya melalui pesan. Tak ada balasan.

Ingatanku kembali di saat Andi mencariku kesana kemari. Jika firasatku benar, Andi pasti tadi berlari kearahku saat aku terjerat jebakan. Aku segera berlari kembali ke dalam taman, namun tidak terjadi apapun padaku. Tidak ada satupun jebakan yang mengenaiku.

Sekarang aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padanya. Aku hanya duduk diam di taman. Kupejamkan mataku, lalu mengatur nafasku. Saat membuka mata, aku melihat setiap jengkal taman ini. Aku menikmati setiap keindahan yang dihadirkan pada taman ini. Aku mencoba menenangkan diriku agar dapat berpikir lebih jernih.

Aku menyadari ada keanehan pada taman ini. Saat masuk tadi, semua jebakan dalam keadaan aktif. Namun, ketika aku kembali masuk dari arah keluar, tidak ada satupun jebakan yang mengenaiku. Aku mencoba berkeliling menyusuri setiap jengkal taman. Tidak terjadi apapun padaku. Aku segera berpikir jika aku memakan buah di tengah taman (saat jebakan tidak aktif), pasti rasa yang dimiliki juga sangat enak.

"Maaf Ndi, aku akan menyelamatkanmu setelah aku mengambil seluruh buah di pohon itu."

Pohon di taman ini cukup tinggi, jadi harus kupanjat untuk mendapatkan buahnya. Meski belum pernah memanjat, tapi karena game, sudah terdapat pijakan-pijakannya, jadi aku hanya seperti menaikii tangga. Aku mengambil satu buah dan memakannya dengan duduk di ranting pohon. ternyata rasanya manis dengan sedikit asam yang membuatnya menjadi segar. Setelah memakannya dan memastikan tidak terjadi apapun padaku, aku mengambil buah sebanyak yang aku bisa, untukku dan Andi.

Dari atas pohon aku memutuskan untuk kembali ke pintu masuk taman. Kutarik nafas panjang sebelum kembali memasuki taman. Jika tadi Andi dari arah sebaliknya, seharusnya letak jebakan yang mengarahkanku pada Andi berada di pintu keluar taman. Tapi sepertinya tidak akan semudah itu. Pasti efek jebakan itu tidak berada di tempat yang sama.

Aku mencoba mengikuti langkahku tadi dan benar saja efek jebakannya berbeda. Percobaan saat itu membuatku terus-terusan mendengar teriakan memilukan seolah berada didekatku, meski tidak ada seorangpun. Kabar baiknya, peletakan jebakannya sama, jadi hanya memiliki efek yang berbeda dari saat pertama.

"Aku datang Andi. Aku datang... Ryn...," aku berkata untuk sekadar menyemangati diriku sendiri agar bisa melakukannya. Saat ini adalah kali pertamaku memanggil Andi dengan nama aslinya, Ryn. Rasanya seluruh tubuhku sangat ringan. Bukan karena terkena efek jebakan, tapi karena menyebut nama Ryn membuatku merasa nyaman. Ryn, mungkin sekarang kita bisa menjadi lebih dekat lagi.

Aku berjalan menyusuri setiap jengkal taman ini sedikit demi sedikit. Hingga tengah taman, aku belum memperoleh efek menyakitkan seperti yang tadi kurasakan saat menginjak ranjau yang berakibat menimbulkan rasa sakit setiap kali aku bergerak. Meskipun begitu, aku tetap merasakan ranjau-ranjau yang tidak kalah menyakitkannya. Aku mencium bau bangkai yang sangat tajam, merasa kepanasan, terjatuh dalam lubang penuh dengan ular berbisa, terjatuh ke batuan yang mencuat tajam, terlempar ke udara lalu jatuh dengan sangat keras, dan entah apa lagi aku sudah lupa. Jika bukan karena perlindungan dari pakaian dan perisaiku, aku pasti sudah mati berkali-kali.

Aku memperbarui informasiku mengenai taman ini. Ternyata efek ranjaunya tidak hanya menghilang ketika sampai di ujung taman. Efek ranjau yang aktif sepertinya hanya dibatasi beberapa namun aku tidak tau pastinya. Itu karena sebagian ranjau bukanlah tipe yang dapat kurasakan seperti terjatuh ke suatu tempat ataupun terkena jerat. Pun aku tidak sempat menghitungnya karena aku sendiri tersiksa. Jika aku memaksa menghitung pasti juga akan buyar sendiri karena pikiranku terlalu berkecamuk dengan ranjau-ranjau ini.

Aku kembali berjalan menyusuri setiap taman dan setelah semua tempat sudah kususuri, aku tidak juga menemukan lubang atau sesuatu yang menghantarkanku ke tempat Ryn. Kemungkinan ada ranjau yang belum kusentuh. Bisa jadi karena ranjaunya lebih tinggi daripada tubuhku, atau aku memang belum ke tempat ranjau itu. Namun, semua tempat sudah kulewati, kecuali pohon dan bangku-bangku taman.

Sebelum itu, aku mencoba memastikan sekali lagi dengan berlari di Taman sambil sesekali melompat kalau-kalau ada ranjau yang mengenaiku. Namun hasilnya nihil. Sepertinya sebelum menemukan ranjau lagi, aku sudah kehabisan tenaga.

Aku istirahat di tempat duduk taman. Padahal niatku ingin istirahat, tapi aku malah langsung merasa tidak bisa berbicara akibat terkena efek dari jebakannya. Aku ke tempat duduk berikutnya sampai tempat duduk terakhir, namun tidak ada lagi ranjau. Ingin sekali istirahat lebih lama, tapi Andi pasti sedang menungguku.

Kucoba lebih teliti dengan berdiri di atas setiap tempat duduk untuk menjangkau bagian atas. Begitu pula pada mejanya. Meja batu dengan bentuk lingkaran itu memiliki tiga ranjau yang mana dua berada di permukaan meja dan satunya berada di atas. Kali ini efeknya adalah perutku terasa sangat lapar dan aku tak bisa berhenti tersenyum.

Terkahir, aku mencoba memanjat pohon buah dan mendapati beberapa ranjau di sana. Tersengat banyak lebah dan eksperesiku berubah. Kali ini aku merasa sangat amat sedih dan aku terus-terusan menangis. Pada ranjau berikutnya, aku terjatuh ke dalam lubang yang seperti tidak berujung.

[ Pemberitahuan ]

[ Anda adalah orang pertama yang dapat menaklukkan taman Mel. ]

[ Anda memperoleh gelar ahli ranjau. ]

[ Anda memiliki kemampuan untuk membuat berbagai jebakan. ]

Muncul layar pemberitahuan bahwa aku adalah orang pertama yang berhasil menaklukkan taman. Aku tidak melihat detail dari pemberitahuan itu. Aku fokus memegang perisai di depan perutku, berjaga-jaga terjadinya benturan keras antara tubuhku dengan permukaan di ujung lubang.

Kupikir aku akan terjatuh di kerasnya tanah dalam gua atau malah batu-batu runcing khas gua. Tapi ternyata aku terjatuh di air sungai karena aku dapat mendengarkan suara air yang beraliran tinggi. Aku semakin memegangi perisaiku. Benturan keras antara perisai dan air memberikan efek pada tubuhku yang bergetar dan kepalaku terantuk perisaiku. Setelah pusing beberapa saat, aku sudah dapat mengendalikan diriku lagi.

Aku berada di pusaran air yang secara perlahan bergerak ke tengah pusarannya. Jika di dunia nyata, ini hanya memerlukan waktu sebentar untuk membuat orang diatasnya menuju ke tengah pusaran dan lenyap. Tapi di Laonnda pusaran ini bisa sangat lama bergantung dengan pencipta gamenya. Kubiarkan diriku terombang-ambing sesaat.

Aku segera bangkit saat menyadari bahwa Ryn pasti sedang menjelajahi sungai ini. Kuarahkan diriku ke tepian dengan susah payah dan segera naik ke permukaan tanah. Di sana ada jejak kaki yang sudah agak mengering yang kemungkinan adalah Ryn. Kuikuti jejak itu. Sepanjang jalan, dipenuhi dengan kubangan darah monster yang terkena sabetan pedang, sedangkan bangkainya sudah pasti berada di penyimpanan Ryn.

"Ryn!!! Ryn!!!!" Aku berteriak memanggil Ryn yang mulai terlihat di pandangan mataku. Kondisinya tidak begitu bagus. Dia terengah-engah dan pandangannya berkabut. Hebat sekali Ryn dapat memunguti bangkai-bangkai dalam kondisi seperti itu.

Aku berlari menuju Ryn, membunuh monster yang siap menerkamnya. Ryn terduduk memegang kepalanya sambil berteriak kesakitan. Kulempar pedangku sebarangan menghampiri Ryn seraya memeluknya.