Di lapangan tempat turnamen diadakan, aku dan Ryn berjalan bersama. Ryn terlihat sangat gelisah. Dia melihat ke segala arah untuk menemukan Lia –wanita yang memiliki suara dan wujud adiknya. Dia tiba-tiba membeku tidak bergerak. Matanya memandang tajam ke satu arah. Ia terbang meninggalkanku tanpa mengatakan apapun. Aku berusaha menerobos kerumunan orang yang berkumpul di lapangan sambil menghadap ke atas agar tidak kehilangan jejak Ryn.
Aku menabrak banyak orang tapi tidak kupedulikan. Mereka kelihatan terganggu dan beberapa ada yang terjatuh. Tapi, setelah itu orang-orang di depanku langsung minggir mendesak orang dibelakangnya agar aku dapat berjalan dengan mudah. Kulihat Ryn memandang tajam ke arah seorang wanita. Sedangkan wanita yang ia tatap terlihat meremehkan Ryn. Ia menjauh menuju teman-temannya. Akupun segera menghampiri Ryn.
Kutepuk-tepuk punggung Ryn untuk sekadar menenangkannya. "Kemarahan hanya akan membuat dia terasa lebih mudah mengalahkanmu, Ryn." Aku mengatakannya meskipun tau kalau Ryn pasti sudah hafal akan hal itu. Tapi siapa yang tahu saat bertemu dengan orang yang paling dibenci, strategi dan teknik apapun yang telah dipersiapkan menjadi buyar, kalah dengan kemarahan yang membara.
Ryn sudah lebih tenang sekarang. Kami berdiri menunggu turnamen ini dimulai. Di atas langit muncul kilatan-kilatan cahaya menakjubkan membentuk pola yang berubah-ubah. Pola awalnya terasa aneh. Ada dua bulatan tidak beraturan yang tidak sama. Bulatan yang satu bentuknya besar penuh warna, sedangkan yang lain hanya kecil dengan warna putih yang kemudian menghitam secara perlahan.
Setelah warna hitamnya menjadi pekat, dari bulatan kecil itu muncul tank yang menghujani pisau-pisau ke bulatan besar penuh warna. Bulatan besar berhamburan dan kehilangan warnanya. Sedangkan bulatan kecil seperti melompat-lompat kegirangan. Kedua bagian itu berangsur menyatu membentuk kotak dengan warna hitam dan putih yang seimbang. Kedua warna itu saling mencampur seperti warna televisi yang kehilangan signalnya.
Di tengahnya muncul setitik warna yang berbeda dari yang lain, yang semakin membesar dan membuat bentuknya terlihat. Warna yang tercampur tadi seolah terhisap ke dalam bentuk itu sehingga semakin besar semakin jelas bentuknya. Itu adalah hewan pengerat, tikus. Warna yang tercampur kini sudah terhisap sepenuhnya di dalam tubuh tikus yang sangat besar seukuran Tubo, atau mungkin lebih besar lagi.
Tidak lama setelahnya tikus itu meledak dan dari dalamnya muncul bulatan-bulatan yang tidak rata yang disatukan oleh garis tipis seperti membentuk bentuk molekul. Di dalam bulatan-bulatan itu muncul siluet manusia yang timbul tenggelam. Beberapa manusia keluar dari buatannya namun berhamburan di angkasa dan perlahan menghilang. Tidak lama, muncul beberapa siluet anak kecil yang berhasil keluar dari molekul itu tanpa berhamburan.
Anak-anak yang keluar semakin banyak jumlahnya dan molekul itu seperti terserap oleh mereka yang menjadi tinggi seperti orang dewasa. Mereka terbang melayang layaknya tokoh penyelamat dalam film jaman dulu berputar putar diangkasa dengan tangan kanannya mengepal seolah meninju musuh di depannya.
Atraksi ini sangat menarik hingga mereka terbang menuju ke atas angkasa saling bertabrakan membentuk seperti kembang api gemerlapan yang kemudian berhamburan ke tempat semua peserta berdiri. Satu cahaya gemerlap berada di depanku. Rasanya tidak asing. Aku merasa pernah seperti ini sebelumnya.
Gemerlap itu berubah menjadi sesosok wanita menyerupaiku. Dia adalah yang kutemui ketika misi samudra terdalam, doppelganger-ku.
"Senang bisa ketemu lagi denganmu. Kalahkan monster sebanyak yang kamu bisa. Aku berharap Dina dapat memenangkan turnamen ini." Setelah ia mengatakannya, ia menghilang perlahan menjadi debu permata yang terbang ke angkasa. "Kamu sudah berubah." Bisikan lembut kembaranku terdengar lirih. Rasanya aku ingin bertemu lagi dengannya untuk sekadar memeluknya sebagai rasa terima kasih.
Kulihat orang-orang disekelilingku terbelalak dengan doppelganger mereka. Dapat kubayangkan jika orang itu mengatakan kekurangan mereka dengan leluasa. Mereka pasti terkejut. Sama seperti pertemuan pertamaku.
Setelah doppelganger-ku menghilang, dalam hitungan detik muncul monster-monster yang menyerbu tanah lapang ini. Saat semua orang sedang sibuk dengan pikiran tentang perkataan kembarannya, aku menyerang monster didekatku. Monster itu berkepala tikus, bertubuh manusia dewasa, memiliki perut buncit dan berat badan berlebih. Butuh dua serangan untuk menghentikan pergerakannya dan satu serangan untuk membunuhnya.
Aku langsung berlari menuju monster berikutnya. Tapi, saat aku menerjang monster berikutnya, tiba-tiba aku berpindah tempat ke dalam kamar.
[ Pemberitahuan ]
[Anda adalah orang pertama yang membunuh monster pada ronde pertama turnamen Laonnda. ]
[ Hadiah: lolos babak pertama. ]
"Bagaimana bisa semudah ini?" Sejujurnya aku agak pesimis dapat lolos di babak pertama. Apalagi hanya diambil 100 peserta urut sesuai dengan jumlah monster terbanyak yang dibunuh. Sedangkan aku baru membunuh satu dan lolos. Sepertinya aku akan dimusuhi oleh semua peserta yang nanti lolos.
"Oh, tidak! Ryn!"
Aku baru teringat dengan Ryn yang sekarang berjuang sendirian. Mungkin dia mencariku. Aku menonton turnamen sembari mencari Ryn. Saat ini semua peserta sudah sadar kembali. Mereka semua sangat hebat.
Kulihat di papan skor, ada satu nama yang berhasil membunuh puluhan monster padahal waktu baru berjalan beberapa menit. Doni. Dia adalah orang yang sering disebut semua orang di internet jika itu berkaitan dengan Laonnda. Kepopulerannya sangat tinggi. Tidak heran, karena kemampuannya bukan kaleng-kaleng.
"Ketemu!" Aku mencari nama Ryn di papan skor dengan harap-harap cemas. Dia berada di peringkat 98. Dia bisa terdepak kapan saja. Aku tidak lagi fokus dengan pertandingan turnamen. Aku terus melihat nama Andi di sana yang bergerak naik turun posisinya. Di bawah layar tertera waktu yang terus berkurang. Dalam satu menit, permainan ini akan diakhiri. Sedangkan nama Andi masih saja naik turun di posisi yang sama.
Detak jantungku terasa begitu cepat, khawatir jika Ryn tidak bisa benyelesaikan babak ini. Aku terdiam mengingat pelatihan dari Ryn. Tidak mungkin dia membunuh setiap monster selambat ini.
Ketika tiga puluh detik sebelum turnamen pertama berakhir, terjadi keanehan. Nama Andi melejit naik. Kucoba melihat nama Andi namun susah sekali karena naik sangat cepat. Saat di papan atas, aku melihat nama Ryn berada di peringkat empat ketika babak pertama dinyatakan berakhir. Lega sekali rasanya. Meskipun aku juga kebingungan tentang apa yang terjadi.
"Di mana?" Aku mengirimkan pesan pada Ryn.
"Sepertinya aku di dalam sebuah kamar."
Aku menyuruh Ryn keluar. Aku sangat berharap kami ada di tempat yang tidak jauh. Aku tadi tidak sempat melihat-lihat ruangan ini karena terlalu sibuk melihat papan skor.
"Din! Syukurlah kita ada di rumah yang sama." Ryn menepuk pundakku perlahan. Kami menuju ke kamar Ryn agar leluasa menceritakan kejadian pada tahap pertama turnamen.
"Ryn, gimana bisa?" Aku memandang Ryn dengan tatapan terbelalak.
"Ah kamu tahu, ya?"