Chereads / Secret From the Past (LitRPG) / Chapter 11 - BAB 5: Serpihan Masalalu (2/4)

Chapter 11 - BAB 5: Serpihan Masalalu (2/4)

Tidak sepertiku, Andi terlihat menikmati memakan yang hanya ada di masa lalu itu. Padahal hal itu menimbulkan luka bagi setiap orang di masa ini. Jika mereka tidak kehilangan salah satu anggota keluarganya, bisa saja mereka kehilangan sahabat, kekasih, idola, atau salah satu anggota keluarga besar. Tapi kesedihan itu sama sekali tidak dirasakan Andi. Aku tidak tahu apakah Andi hanya berusaha menguatkan dirinya, atau memang dia tidak memiliki luka itu.

"Jadi, kita mau mencarinya dari mana?" Bahkan Andi bertanya tanpa ragu. Dia tidak mempertanyakan apapun mengenai tempat atau makanannya.

Kami mencari bersama setiap jalan dengan teliti. Sampai larut malam tiba, kami tidak berhasil menjumpainya. "Bagaimana kalau Andi istirahat terlebih dulu? Dina akan mencarinya sebentar lagi."

"Aku pengin nemenin kamu." Akupun langsung melarangnya dan memaksanya untuk keluar dari game ketika aku ingat dia belum keluar sekalipun dari Laonnda selama ia bersamaku seharian ini. Dia berpikir sejenak dan mengiyakan permintaanku.

Kini aku sendirian. Aku duduk di bebatuan berusaha untuk merilekskan diriku. Sama seperti ketika di kamar, aku melihat sekeliling. Pemandangan seperti ini sangat baru bagiku. Rasanya menjadi seperti berada di Bikinmi Batem, tempat pemukiman bawah laut salah satu kartun terkenal kala itu.

Aku sudah lebih tenang. Aku mencoba merenung apa yang dibicarakan orang itu. Aku sangat tertutup katanya. Benar, itulah aku.

Aku sudah berkali-kali ditipu oleh orang lain. Lalu kenapa aku harus mempercayai mereka? Jika yang ia maksud adalah untuk tidak menyamaratakan setiap orang, itu sangat susah bagiku. Seperti halnya isi hatiku yang hanya kuketahui, aku juga tidak dapat mengetahui isi hati orang lain. Dari luar bisa saja dia terlihat seperti malaikat, namun siapa yang tau bagian dalamnya?

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku ingin mempercayai orang lain yang benar-benar percaya padaku. "Aku ingin mempercayai Andi." Tanpa sadar aku mengatakannya. Aku ingin membuka kembali ketidakmungkinan itu.

Lalu, aku tidak terbuka. Memang, aku tidak dapat mengatakan masalahku pada orang lain meskipun aku sudah dekat dengannya. Ya, itu benar.

Aku tidak ingin memperlihatkan sisi ketidakberdayaanku pada orang lain. Aku tidak ingin menunjukkan kelemahanku pada mereka. Aku tidak mau dikasihani. Lagipula, jika kutunjukkan hal itu pada mereka, aku juga tidak mendapatkan apapun. Masalahku tetap ada dan aku tidak mendapat solusi yang kubutuhkan. Bukankah itu hal yang tidak berguna?

Setelah kutimbang-timbang, jika dia sampai mengetahui itu semua, tentu dia bukanlah orang yang membuntutiku di Laonnda. Kepribadianku ini kurasa tidak dapat dilihat hanya melalui game. Bahkan di dunia nyata saja memerlukan waktu yang tidak singkat hanya untuk mengetahui keperibadian seseorang.

Aku semakin bertanya-tanya kenapa dia bisa mengetahuiku begitu dalam. Apa yang dia ucapkan adalah kebenaran dalam diriku. Apa dia ingin aku menjadi seperti itu, maka dia memberitahukanku hal itu? Tiba-tiba aku teringat akan perintah dari Nurda yang menyuruhku untuk belajar dari orang yang kutemui di dasar laut.

Akupun berkata memanggil orang itu, seolah dia dekat denganku. "Tolong ajari aku agar lebih terbuka dan mempercayai orang lain."

Seketika itu juga muncul bayangan hitam yang menyerupai tubuh wanita duduk pada batu di depanku dengan posisi sepertiku. Seolah aku sangat mengenalinya, kita berdua mengoreksi diri dan memperbaiki kekurangan. Sosok bayangan itu menguatkanku agar tidak kehilangan pijakan.

Memang benar aku memiliki masa lalu yang menyakitkan, namun bukan berarti aku tidak bisa mempercayai siapapun. Memang benar aku pernah dikhianati, namun bukan berarti aku harus berhenti mempercayai siapapun. Aku bisa mewaspadai seseorang yang mendekat, namun aku tidak boleh kehilangan kepercayaan terhadap orang itu karena itu hanya akan membuat luka yang kudapat pada masa lampau bukannya terobati, tapi hanya membusuk perlahan.

Aku menangis sangat keras tanpa menyanggah apa pun. Semua yang dia katakan memang benar. Hal buruk yang kulakukan, semuanya hanyalah sebuah langkah menghindar karena aku takut masa laluku yang sangat buruk terulang kembali. Mengingatnya saja sudah cukup untuk membuat hariku buruk. Aku memandangi sosok itu dengan hati yang damai.

Beban berat yang selama ini harus kupiikul hari ini terasa lebih ringan. Aku menguatkan diri untuk bersiap memulai hari yang baru. Bukan benar-benar baru, namun secara bertahap, aku ingin berubah menjadi orang yang lebih baik lagi.

Seperti halnya saat ini. Saat semua orang bermain Laonnda bersama teman-temannya, aku hanya sendirian karena tidak ada satu pun orang yang benar-benar kuanggap sebagai teman. Mereka kuanggap hanya sebagai orang yang kebetulan memiliki kepentingan terhadapku. Jika kepentingan itu hilang, maka kita kembali menjadi orang asing. Itu juga yang kupikirkan pada Andi.

Kepentingan Andi adalah merasakan nostalgia bersama dengan adiknya yang ia dapatkan dari bersama denganku. Andi bahkan tidak menganggapku sebagai Dina, temannya. Dia menganggapku sebagai pengganti sosok adiknya. Itulah kenapa aku susah mempercayai Andi.

Namun, jika kuingat, terlalu banyak kebaikan Andi terhadapku. Dia menolongku di gua Dikacamundra, dia menungguku kembali ke game, dia mencariku saat saat aku di pemukiman ini, dia menangis untukku, dia bahkan... Menemaniku menjalani misi yang tidak memberikan keuntungan padanya sedikitpun. Aku berpikir untuk mencoba mempercayai Andi.

Kulihat sosok bayangan yang duduk di hadapanku berubah secara perlahan menjadi sosok perempuan yang tidak asing bagiku. Dia memiliki wajah dan perawakan yang sama sepertiku. Aku tidak memiliki kembaran dan meskipun aku punya, tentu saja dia tidak mungkin mengetahui luka yang tidak pernah kukatakan kepada siapapun. Dia adalah aku. Dia adalah doppelganger-ku -aku yang lain.

"Kuatkan dirimu, Dina. Cobalah untuk menerima semua masa lalumu, dari yang indah sampai yang buruk. Semoga Dina dapat berdamai dengan keadaan saat ini." Dia menghilang secara perlahan setelah mengatakannya.

"Aku selalu ada dalam dirimu," katanya dengan suara lirih. Kini dia benar-benar telah menghilang.

Aku mulai menangis. Pijakan yang pernah kupunya telah runtuh dan aku memutuskan untuk membangun perlahan pijakan baru dengan kepercayaan. Jauh didalam diriku mulai tertanam kehadiran seseorang yang dapat menjadi tempatku bersandar. Aku mulai menantikan hariku bersamanya.

Dia pasti menginginkan yang terbaik untukku dan akupun juga menginginkan hal itu. Tidak. Bukan itu. Aku tidak menginginkan yang terbaik.

Diriku sebelum di desa ini hanya berharap agar aku terhindar dengan suatu konflik yang tidak menguntungkanku. Sebisa mungkin aku akan menghindarinya meskipun aku harus tetap berada di kamar indahku, berdialog dengan diriku sendiri sepanjang waktu. Itu masih lebih baik daripada harus berhadapan dengan masalah dan hati orang lain.

Ada pemberitahuan yang tak begitu bisa kubaca karena air mataku. Aku tak berniat menghentikan air mata ini. Kuratapi seluruh hidupku pada waktu ini, karena aku tidak pernah punya kesempatan seperti ini sebelumnya. Bagi sebagian wanita, menangis adalah hal yang wajar untuk menyalurkan ataupun mengungkapkan emosi dalam hati. Tapi bagiku, tidak menangis adalah pilihan yang kupilih untuk tetap membuatku kuat.

Setelah beberapa menit, tangisku mulai mereda. Rasa sesak masih menjalar dalam dadaku. Seolah terdapat luka menganga di hatiku yang tidak bisa kusentuh untuk sekadar meredakan sakitnya. Kuseka air mataku.

[ Pemberitahuan ]

[ Anda menyelesaikan misi mencari samudra terdalam. ]

[ Anda memperoleh gelar murid yang terpilih. ]

[ Anda mendapatkan pengajaran langsung dari Nurda. ]

[ Anda mendapatkan nada bantuan. ]

[ Nada bantuan berada pada level 1. ]

[pemberitahuan ]

[ Anda menyelesaikan misi menjadi murid Nurda. ]

[ Anda mendapatkan metronom. ]

Pandanganku sudah lebih baik. Aku melihat layar pemberitahuan. Tertulis bahwa aku telah menyelesaikan misi mencari samudra terdalam. Aku tidak mengerti maksud pemberitahuan itu. Tapi, kepalaku terlalu berkabut untuk memikirkan maksudnya. Kuputuskan untuk keluar dari game.

Kulihat jam kamarku. Pukul satu dini hari. Aku bermain sangat lama hari ini. Banyak pula emosi yang sudah kutuangkan ketika bermain. Kantukku datang secepat kilat dan aku segera berlabuh ke dalam mimpi. Mimpi yang sama sekali tidak kuharapkan, namun sering muncul dalam setiap malamku. Mimpi yang membuatku tak ingin pergi kemanapun, melakukan apapun, dan mempercayai siapapun.