"Dina harus menjalankan satu misi lagi sebelum Nurda dapat memutuskan akan menerima atau menolak Dina." Setelah mendengar jawaban Nurda, aku agak kecewa. Kukira aku sudah dapat belajar menyanyi padanya, tapi ternyata masih harus menyelesaikan satu misi lagi.
[ Pemberitahuan ]
[ Anda telah menyelesaikan misi membunuh Kurumka dan Karamkula. ]
[ Anda mendapatkan misi lanjutan dari Nurda. ]
[ Misi Mencari Samudra Terdalam ]
[ Carilah samudra terdalam di Laonnda. ]
[Hadiah: 1. Mendapatkan gelar murid yang terpilih. ]
[ 2. Mendapatkan pengajaran bernyanyi dari Nurda. ]
[ 3. Mendapatkan bantuan nada. ]
[ Batas waktu: 20 hari. ]
[ Hukuman jika menolak misi: Tidak dapat menjadi murid Nurda. ]
[ Hukuman jika gagal dalam misi: Tidak dapat menjadi murid Nurda. ]
Dia ingin aku menuju ke samudra yang paling dalam. Meski terlihat mudah, aku berpikir bahwa tingkat kesulitan misi ini pasti lebih tinggi dibanding sebelumnya. Pun, misi ini mengandung tanda tanya besar bagiku, karena Nurda tidak memberitahukan padaku nama samudra apalagi letaknya. Aku tidak memiliki pilihan lain selain menerima misi itu. Aku masih mengharapkan ajarannya nanti.
"Dapat misi lagi, ya?" Sapa Andi saat melihat wajah murungku. Aku mengangguk pelan.
"Tapi bagaimana kamu tahu?"
"Dina beneran mau menyelesaikan misi ini?" Bukannya menjawabku, Andi balik bertanya padaku. Aku tidak tahu maksud pertanyaan Andi. "Tentu saja aku serius melakukannya." Aku menganggap Andi meremehkan mimpiku yang selama ini ingin kuraih.
Andi buru-buru menjelaskan maksud perkataannya. Dia bercerita bahwa sudah banyak orang yang mencoba menaklukkan misi ini, namun tidak ada satupun yang berhasil. Pun jika berhasil, Nurda tidak menerima mereka lagi dan tidak mengizinkan mereka belajar padanya. Andi menganggap itu hanyalah misi yang tidak mungkin dilakukan.
Perkataan Andi tidak kuhiraukan. Aku hanya terus berjalan menuju ke arah pantai. Andi terus berada tidak jauh dari belakangku. Meski tidak mengetahui di mana letak samudra terdalam, namun, aku mencoba untuk mencapai pantai terlebih dahulu. Sedikit banyak perkataan Andi memenuhi pikiranku.
Saat tiba di pantai, aku menghentikan langkahku. Suasana pantai begitu menenangkan. Pasir putih, deburan air, bebatuan, pohon Mangrove, beserta cuaca cerah melengkapi indahnya pantai. Belum lagi suara ombak dan embusan anginnya langsung membuatku tenang. Aku dapat memikirkan perkataan Andi dengan lebih jernih.
Jika kutimbang-timbang, aku merasa sangat menggebu-gebu sekali saat ini. Bahkan aku tidak berpikir kalau aku akan gagal dalam misi ini. Tapi, jika semua orang yang mendahuluiku tidak berhasil, aku ragu dapat menyelesaikannya. Aku juga pasti akan menyesal jika aku sudah berhasil menuju samudra paling dalam tapi ternyata tidak memperoleh yang seharusnya kuperoleh. Disisi lain, aku juga akan menyesal jika aku tidak mencobanya sama sekali hanya karena takut semuanya akan sia-sia.
"Andi, aku keluar dari game dulu, ya." Sebenarnya aku ingin memberitahu keperluanku dan kapan aku akan kembali ke Laonnda, namun tidak bisa kukatakan. Aku masih enggan berbicara panjang lebar padanya. Akupun segera keluar tanpa menunggu jawaban dari Andi.
Hal pertama yang kulakukan saat keluar adalah mencari informasi. Artikel misiku terlalu banyak dan setiap pemain memiliki perspektifnya sendiri-sendiri terhadap misi itu. Beberapa menjabarkan cara efektif membunuh Kurumka dan Karamkula, lalu menceritakan perjalanan mereka mencari lautan terdalam. Setelah kuingat-ingat, aku jadi tahu alasan Andi dapat membunuh mereka dalam sekejap. Ternyata titik kelemahan monster kembar itu berada di tengkuk mereka. Itulah kenapa hanya terdapat satu luka parah pada bagian tengkuk dari bangkai monster itu.
Dua jam berlalu, tapi aku tidak kunjung menemukan jawaban yang kuharapkan. Sekian banyaknya artikel itu memiliki satu kesamaan, yakni tidak ada satu pun yang berhasil menyelesaikan misi. Mereka satu suara mengatakan bahwa samudra paling dalam terdapat di lautan Fispika.
Bahkan mereka juga sudah menerima pemberitahuan penyelesaian misi. Namun, ketika datang ke tempat Nurda, mereka tidak diterima dengan baik. Nurda mengusir mereka tanpa mau mengajarinya sesuai dengan kesepakatan awal.
Mereka diperlakukan kasar oleh Nurda. Bag mereka, misi itu seperti memanah sasaran diam dengan penuh perhitungan, akan tetapi ketika panah tinggal berjarak 1 cm mencapai sasaran, sasaran itu tiba-tiba bergerak secepat kilat. Jadi rasanya mustahil untuk berhasil melakukan misi itu.
Sementara, aku berasumsi bahwa Fispika bukanlah jawaban yang benar. Meski ketika aku cek, samudra yang mereka maksud adalah benar merupakan samudra yang paling dalam di Laonnda. Tapi karena tidak ada satupun yang berhasil melalui Fispika, tentu akan aneh jika itu jawabannya. Apalagi setelah mereka sampai di dasar, mereka mendapatkan notifikasinya sehingga hal itu sudah pasti berhasil. Aku tetap kukuh menyimpulkan kalau Fisipka adalah salah, karena semua yang ke sana kembali dengan tangan hampa.
Mataku beralih ke lukisan pantai. Setiap melihat bagian tembok itu, aku selalu memperoleh inspirasi. Kupejamkan mataku. Suara deburan ombak berputar di dalam kepalaku. Kelapanya terasa menyegarkan dipadukan dengan pantai yang cahaya mataharinya menyengat. Aku menghayati desain kamar agar terasa lebih hidup.
Akhirnya aku dapat berpikir dengan lebih baik setelahnya. Aku mencoba mengingat kembali perkataan Nurda yang barang kali mengandung suatu petunjuk.
"Carilah lautan terdalam dan belajarlah dengan seseorang di dalam sana." Pemikiran pertamaku adalah laut terdalam yang dimaksud Nurda bukanlah laut yang paling dalam. Jika seperti itu, tentu saja lautan terdalam itu tidak dapat diartikan secara harfiah. Bisa saja itu mengandung makna kiasan terhadap suatu hal.
Lagi pula Nurda adalah penyanyi. Pasti apa yang dia sampaikan syarat akan makna, sama seperti lagu-lagu yang juga memiliki maksudnya sendiri-sendiri. Masalahnya, lagu yang memiliki arti khusus bagi penciptanya dapat memiliki pengertian yang berbeda-beda bagi para penikmatnya. Teka-teki ini sangat memusingkan.
"Padahal aku mau menghabiskan waktuku di Laonnda. Tapi tidak tahu harus melakukan apa," keluhku pada diri sendiri. Semangat menggebu-gebu yang kurasakan bahkan ketika di sekolah, tiba-tiba menghilang tak berbekas. Pikiranku disibukkan cara untuk menyelesaikan misi.
"Sudahlah. Hari ini aku hanya akan melakukan hal yang sudah kuputuskan tadi pagi." Aku kembali ke Laonnda.
Kulihat Andi duduk di bawah pohon di dekat tempatku keluar game. Heran sekali diperlakukan seolah dia menunggu selama aku keluar. Padahal bagiku dia hanya orang asing yang baru kukenal. "K-kebetulan sekali ya, Kamu masih di sini saat aku masuk game," Aku mencoba untuk menebak kemungkinan yang paling aman.
"Mmm...." Andi tidak memberikan jawaban.
"Kenapa kamu menungguku?" Aku memberikan kemungkinan lain yang mengkhawatirkanku.
"Sudahlah, aku juga tidak ada kerjaan." Andi tidak menjawabnya secara langsung. Tapi, aku tahu kalau dia memang menungguku. Tanah tempat dia duduk seperti mengatakan segalanya. Lekukan yang agak dalam tercipta di sana. Artinya, sedari tadi Andi menungguku tanpa melakukan apa pun.
Aku tidak bisa membiarkannya. Jika sikapnya seperti itu, kewaspadaanku padanya akan menurun. Apalagi jika menafsir jawaban Andi, dia seperti tidak ingin membebaniku.
Bagaimanapun aku berpikir untuk tetap mencurigainya, aku tidak bisa lagi melakukannya. Kupikir saat itu adalah saat yang tepat bagiku untuk menentukan posisi Andi. Aku mendesak Andi untuk mengatakan alasan sebenarnya kenapa dia membuntutiku. Jawabannya akan menjadi penentu apakah nantinya tidak ada lagi bertegur sapa dengannya atau malah menghabiskan waktu bermain Laonnda bersama.