Aku tidak sabar untuk segera menuntaskan misi panjangku yang berikutnya, menghabisi Kurumka dan Karamkula. Tapi sebelumnya, aku memerlukan persiapan yang matang terlebih dahulu. Seluruh Tyulu terjual habis dengan 5 koin emas dan 3.979 koin perak.
Jumlah koinku sudah lebih dari cukup bagiku. Tapi sejujurnya aku tidak ingin membelanjakan koinku. Jika kupikir-pikir, hal yang kubutuhkan hanya beberapa keperluan memasak dan pakaian yang memberikan pertahanan tambahan pada diriku. Kuputuskan untuk membeli bermacam-macam bumbu dapur. Sedang pakaian, aku memilih untuk mempertahankan pakaian favoritku saat ini. "Koinku selamat," Kelegaan benar-benar kurasakan karena aku hanya menggunakan 50 koin perak.
Aku menuju ke Gua Dikacamundra, tempat kedua monster kembar tersebut harus kubantai. Levelku sekarang sudah mencapai 7 dan tugas dari Nurda memiliki tingkat kesulitan sedang. Aku beranggapan bahwa ini termasuk berat untuk levelku. Tapi demi bisa memiliki suara yang bagus, aku ingin mencobanya.
Setibanya di bibir gua, aku segera memasukinya. Aku langsung disambut oleh beberapa monster yang siap menyerangku. Monster kali ini merupakan Wala yang bentuknya hampir menyerupai kelelawar, kecuali ukuran tubuhnya yang berkali lipat lebih besar dan bentuk tubuh yang seperti disesuaikan dengan game ini agar berkesan realistis.
Aku mengayunkan pedangku sambil memegang perisai kecil yang entah berguna atau tidak. Tebasan pertamaku langsung membuat Wala mati, meskipun ia memiliki level tingkat menengah. Itu artinya pedangku mengalami perkembangan kemampuan. Mungkin. Tapi yang jelas perisaiku tidak kugunakan untuk saat ini. Hanya untuk berjaga-jaga, tetap kupegang erat perisai itu kalau-kalau nanti ada serangan mendadak.
Setelah membunuh 5 Wala, aku kembali ke bibir gua dan menguliti satu bangkai Wala. Begitu selesai menguliti, aku menyiapkan api unggun agak jauh dari gua, agar asapnya tidak masuk ke dalam gua. Setelah api sudah stabil, aku memanaskan panci berisikan air di atas api unggun. Sambil menunggu air mendidih, aku memotong-motong daging dan bumbu dasar. Setelah itu, kumasukkan semuanya ke dalam panci dan menutupnya.
Aku beralih ke sisa dagingnya. Daging yang tersisa kuremas-remas bersama dengan bumbu bakar dan kudiamkan. Selang delapan menit kemudian, aku memindahkan panci ke atas tanah dan memasak daging bakar terlebih dahulu. Kubalurkan bumbu bakar ke setiap potongan daging agar benar-benar meresap. Harum khas daging bakar mulai memenuhi hidungku. Beberapa kali aku menelan ludahku, ingin segera memakan daging monster itu.
Setelah masak, aku menyusun daging bakar ke dalam piring. Panci yang isinya sudah dingin kembali kutaruh ke atas api unggun. Setelah beberapa menit berlalu, aku membuka panci itu. Uap yang begitu banyak langsung menyeruak bersama dengan wangi daging. Aku mengangguk perlahan setelah yaking dengan rasa masakanku. Puas sekali dengan olahan daging ini, karena sangat empuk. Aku beralih menumis beberapa daging rebus dengan kecap dan cabai. Sisanya kusimpan dalam penyimpananku.
"Rasanya benar-benar enak," kuakui, memasak di Laonnda lebih mudah dibandingkan di dunia nyata. Terdapat daftar bahan yang digunakan, panduan memasak, dan bahkan pemberitahuan yang sangat berguna sekali ketika aku memasak. Berkat kedua masakanku ini, aku memperoleh kemampuan memasak hidangan daging.
[ Pemberitahuan ]
[ Anda memperoleh kemampuan memasak dari bahan utama monster. ]
[ Kemampuan pasif memasak pada tahap pemula. ]
[ Cita rasa masakan meningkat 20%. ]
Lagi-lagi kemampuan yang kumiliki bertambah. Puas rasanya memperoleh kemampuan yang meningkatkan cita rasa. Dengan itu, aku dapat memastikan bahwa rasa masakanku yang akan kubuat dapat lebih enak daripada masakan restoran.
Makanan, perisai, pedang, dan stamina sudah mencukupi. Semua persiapanku sudah lengkap. Aku mulai menelusuri gua. Sepanjang gua penuh dengan Wala. Kemampuan berpedangku juga meningkat dengan pesat. Di beberapa tempat ada sekelompok Wala yang menjaga teritori tertentu. Tapi, aku dapat dengan tenang menghabisi mereka.
Semakin lama aku berkutat di gua itu, semakin cepat pula waktu pembantaian yang kubutuhkan. Hanya saja, aku tetap membutuhkan waktu yang lama untuk berjalan di gua, karena aku juga harus memungut satu persatu bangkai Wala. Tapi dengan begini aku tahu bahwa kebutuhanku yang belum terpenuhi adalah alat yang dapat mempermudah pengambilan bangkai monster.
Akhirnya monster kembar yang dimaksud muncul. Kusempatkan diri keluar dari Laonnda untuk melakukan keseharianku. Tapi kali ini, begitu selesai melakukan semuanya, aku langsung ke Laonnda tanpa beristirahat terlebih dahulu. Aku tidak bisa tenang sebelum dapat membunuh monster kembar. Pun aku takut ketiduran -jam 10 sudah menjadi waktu tidurku.
Monster kembar memiliki wujud manusia raksasa yang berambut gondrong dan kusut berbulu, serta memiliki taring panjang dengan pakaian berbahan kulit seperti pakaian zaman purba. Senjata yang mereka gunakan terbilang sederhana. Sebuah gada berbahan kayu dengan ukuran yang sangat besar.
Kurumka dan Karamkula langsung menyerangku dari kedua sisi dengan sangat kompak. Aku tidak sempat menghindar dan langsung mengarahkan pedang ke salah satu monster dan perisai ke monster lainnya. Pedangku hanya memberikan sedikit luka tidak berarti pada Kurumka yang langsung sembuh dengan cepat.
Aku dikejutkan dengan perisaiku. Kemampuannya ternyata sangat bagus. Tak kusangka perisai Magaa mampu menghalau Karamkula. Akupun menggunakan strategi bertahan dan menyerang dengan bernyanyi dan menusukkan pedang sampai aku berhasil membunuh salah satu monster. Namun, bukannya mati, monster tersebut kembali hidup. Hal itu terjadi beberapa kali sampai aku mulai kehabisan tenaga. Aku juga tidak bisa lagi mengeluarkan suaraku karena aku merasa sudah mencapai batasku. Jika tetap kupaksa, dapat kupastikan kalau aku akan berakhir seperti kemarin.
Aku terus bertahan hingga terpojok ke dinding gua. Rasanya aku akan berakhir di sini tanpa bisa menyelesaikan misiku. Kedua monster itu mendekatiku perlahan. Aku hanya memegangi perisaiku dengan gemetar. Konsekuensi mati di Laonnda adalah tidak bisa mengakses game selama satu hari, serta kehilangan senjata yang sedang digunakan. Aku tidak ingin berhenti bermain Laonnda satu haripun. Aku juga tidak ingin kehilangan senjataku. Tapi... Aku tidak yakin dapat mengalahkan kedua monster aneh itu.
Energiku sudah menipis dan tidak memungkinkan bagiku untuk melakukan penyerangan. Itu akan membuat pertahananku sangat kurang dan mudah untuk di bunuh. Ahkirnya aku hanya terus memegang erat perisai sampai cakar kedua monster tersebut mencapaiku.
Tidak! Mereka tidak dapat mencapaiku. Ternyata perisai kecil ini memiliki bagian kasat mata yang dapat melindungi seluruh tubuhku. Mungkin secara tidak langsung bentuk perisai ini akan mengikuti bentuk tubuh penggunanya. Saat mereka melancarkan serangan, aku bisa melihat getaran samar seperti kaca, yang berbentuk seperti diriku.
Kedua monster itu menyadari keunikan perisaiku. Mereka memukulkan gada dengan kekuatan penuh secara bersamaan. Perisaiku bergetar dengan hebatnya hingga terlepas dari genggamanku.
Getaran hebat itu mengalir ke tanganku yang tidak berhenti gemetaran. Aku memandang kedua monster bergantian sambil mengatupkan kedua tanganku agar lebih tenang. Nafasku tersengal-sengal menantikan serangan berikutnya.
Aku menyeret tubuh dengan menjejakkan kaki arah samping, tapi itu tidak terlalu membantuku. Tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi. Mataku mulai berkaca-kaca ketika mereka bersiap menyerang. Kututup rapat-rapat kedua mataku dengan tangan, berharap kematianku kali ini dapat kulalui dengan mudah.