Chereads / Secret From the Past (LitRPG) / Chapter 5 - BAB 3: Misi Pertama (2/2)

Chapter 5 - BAB 3: Misi Pertama (2/2)

Aku berlari menerjang kakinya. Pikiranku adalah aku harus menghambat pergerakannya, entah itu tangan ataupun kaki. Ketika pedang kuayunkan dari atas, Tyulu tersebut langsung mundur satu langkah. Serangan pertamaku berhasil dia hindari. Tyulu langsung menghempaskan tangannya ke arahku setelah pedangku tidak dalam jangkauan serangan. Kejadian itu terjadi dengan cepat. Aku mundur perlahan karena sedikit kaget dan tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Perutku terluka.

Aku segera berlari ke arah hutan sambil menghindari cakarannya. Aku terus memikirkan cara melawannya, tapi tidak satupun cara yang kutemukan. Kekuatan dan levelku masih belum cukup untuk melawannya. Aku berlari ke dalam hutan dengan pohon yang sangat rimbun untuk memperlambat pergerakannya.

Akhirnya dia tidak mengejarku. Sepertinya dia hanya memasuki tepian wilayah pepohonan lalu kembali ke padang Niasta. Aku tidak mendengar satu pun langkah kaki pemimpin Tyulu ataupun pepohonan yang tumbang –akhirnya satu lagi sumber di internet yang bisa kupercaya. Berdasarkan pencarianku ketika berselancar di dunia maya, setiap monster memiliki area kekuasannya sendiri. Mereka tidak akan pergi ke area kekuasaan monster lain, meski untuk menangkap buruan yang terlepas dari wilayahnya. Yah, meski tidak sepenuhnya benar, karena pemimpin Tyulu tetap dapat masuk ke dalam pepohonan, namun tetap saja aku tertolong karena ini.

Aku keluar dari game lagi. Kali ini aku menonton video permainan pedang, atau mungkin seni dalam berpedang. Aku mencoba melambatkan kecepatan pemutaran videonya dan mengikuti setiap gerakan. Perbedaan kontras sangat terlihat. Aku memang mudah mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan praktik, meski aku tidak melihatnya secara langsung, asalkan aku mengetahui konsep dasarnya, aku dapat mengikuti gerakan itu dan aku yakin dengan gerakan yang kuhasilkan.

Perbedaan sebelum melihat tayangan video adalah gerakanku terkesan sangat asal dan bahkan tidak memiliki kekuatan dalam setiap tebasannya. Setelah melihat video dan mencari tahu di internet, aku tahu bahwa seharusnya aku dapat memusatkan kekuatanku pada tangan, sehingga gerakan yang kuhasilkan dapat lebih bertenaga. Ayunan pedangnya tidak boleh terlalu lebar dan posisi tangan harus benar.

Setelah selesai menganalisis, aku mencoba meyakinkan diriku sendiri dengan mengikuti setiap gerakan menggunakan kertas karton yang kugulung. Dari seluruh gerakan yang ditampilkan, aku hanya dapat menggunakan beberapa saja dan aku fokus pada gerakan-gerakan itu. Gerakan yang perlu melompat, berputar di udara, apalagi membolak-balikkan pedang tidak aku ikuti. Itu terlalu berbahaya.

"Kali ini kamu tidak akan lolos dari Sylp," aku sangat bersemangat. Aku kembali masuk ke Laonnda. Di dalam rimbunnya pohon, aku berjalan menuju ke padang rumput.

Aku menoleh cepat ke arah belakang. Aku sangat yakin bahwa ada seseorang di sana. Ketika kulihat, hanya ada pohon-pohon besar di sana. Tapi, aku tidak ingin membuat celah pada sesuatu yang bisa saja memiliki motif jahat padaku.

Kakiku berjalan berjingkat ke arah pepohonan di belakangku. Pepohonan yang tersusun rapi dengan jarak yang sama ini memudahkanku untuk melihat sekeliling. Tapi, pohon pada barisan pertama, kedua, bahkan sampai delapan baris pun aku tidak dapat menemukan satu pun manusia atau NPC. Kudongakkan kepalaku mencari kemungkinan lain. Tapi sesuatu itu juga tidak ada di dahan-dahan pohon.

Aku berlari ke padang rumput. Ketika jarakku dengan padang rumput hanya tinggal dua jarak pohon, aku langsung menghentikan langkahku dan menengok ke belakang dengan cepat. Sekilas aku dapat melihat pemain yang mengikutiku. Mungkin aku hanya melihat dia beberapa detik, karena setelah itu dia berlari ke pepohonan untuk bersembunyi.

Samar-samar aku melihat perawakan lelaki tinggi dengan badan yang sedikit berotot. Aku tidak sempat memperhatikan detail pakaiannya, tapi yang pasti rambutnya berwarna coklat tua. Jika bisa, aku ingin mengejarnya, tapi sepertinya berkelahi dengannya akan membuang banyak waktuku. Belum lagi terlalu banyak kerugian yang kudapat bahkan meski aku memenangkan pertarungan dengan orang misterius itu. Jadi aku memilih menumpas Tyulu.

Pemimpin Tyulu sudah menyambutku di bibir Niasta. Tyulu itu mulai mengamuk setelah melihat kedatanganku. Lagi-lagi aku bertarung sengit dengannya. Namun berbeda dari kemarin, aku dapat memaksimalkan kemampuan berpedangku dan entah bagaimana, rasanya kemampuan pemimpin Tyulu melemah sehingga memudahkan pertarunganku kali ini.

Ketika dia terkena serangan pada lengan, entah bagaimana kadar darah dalam diri Tyulu berkurang seperempat bar. Aku kembali menghunuskan pedangku dengan mengincar titik-titik pergerakannya. Kaki kanannya tertusuk pedang dengan luka cukup dalam. Kalau sudah begitu, aku dapat mengamuk sesuka hati.

Aku segera melancarkan gerakan pedang secepat dan sekuat yang aku bisa, membuat sayatan panjang dari leher sampai perut Tyulu. Saat salah satu tangannya menerjangku. Aku langsung melompat dan menebas lehernya. Akhirnya aku berhasil membunuhnya. Aku bergegas berlari menuju monster terakhir yang tidak jauh dari pemimpin Tyulu yang memiliki alat pemanggil dan langsung kutebas. Artefak pemikat langsung rusak seiring dengan kematian Tyulu terakhir di Niasta.

[ Pemberitahuan ]

[ Anda telah menghabisi seluruh Tyulu di Padang Niasta. ]

[ Anda mendapatkan gelar Penakluk Tyulu. Monster Tyulu yang bertemu dengan Anda akan langsung lari terbirit-birit. ]

[Anda membuka opsi pertama Pedang Cankapana: Ketahanan pedang mencapai maksimal. Pedang Cankapana tidak akan hancur meski digunakan untuk menyerang monster tingkat tinggi. ]

Pemberitahuan telah menyelesaikan misi sudah muncul. Aku sudah bisa bernafas lega. Menurut sistem game Laonnda, Niasta akan kembali penuh dengan Tyulu setelah satu minggu. Aku memandangi ribuan mayat Tyulu yang ada di sekelilingku. "Padahal sudah kubunuh semua. Tapi satu minggu lagi...." Saat mengingat mereka akan kembali mengisi tempat itu aku agak kecewa. Bagaimanapun, membasmi semuanya itu bukan perkara mudah. Tapi di satu sisi aku mendapatkan 3.479 mayat Tyulu dan 1 mayat pemimpin Tyulu. Dapat kubayangkan berapa uang yang kudapatkan setelah menjual semuanya.

Aku bergegas menuju ke tempat Raka untuk memberitahukan keberhasilan misiku. Selama perjalanan, aku terus memikirkan bagaimana aku dapat menumpas semua Tyulu. Ada satu hal penting yang baru saja kusadari setelah aku tidak terfokus pada pertarungan panjangku. Bagaimana mungkin pedang kayuku dapat bertahan hingga saat ini? Umumnya, pedang yang ada di dalam Laonnda memiliki ketahanan yang berbeda-beda. Dari yang kubaca, pedang besi yang murah memiliki ketahanan yang rendah. Biasanya pedang itu akan patah jika digunakan untuk melawan monster tingkat menengah ataupun melawan kerumunan monster tingkat rendah. Sejujurnya aku masih tidak menyangka akan ada opsi tersembunyi dalam pedang yang memiliki kualitas di bawah rata-rata ini. Biasanya, opsi yang terkunci akan tetap ditampilkan ketika melihat status pedang. Namun, itu tidak pernah kutemukan sebelumnya. Sejenak kupikir pedang ini tidak terlalu buruk.

Seolah sudah ditunggu, sesampainya di tempat Raka aku disambut dengan ramah. Bahkan aku diajak makan bersama dengan menu makanan yang sangat menggiyurkan. Aku makan tanpa ingat ingin bertanya mengenai ketahanan pedangku. Enak sekali makanan yang kurasakan. Namun entah kenapa masih terasa lebih enak makanan hasil buruanku sendiri. Secara rasa memang lebih enak makanan ini, namun secara tekstur dan kualitas daging lebih enak daging buruanku. Aku berpikir jika aku membuat masakan dengan bumbu lengkap yang kudapatkan sendiri, serta menggunakan resepku sendiri, masakanku akan jauh lebih enak daripada sebelumnya.

Sembari bersantai setelah makan. Raka menceritakan kisah dibalik Cankapana, pedangku. Cankapana berasal dari kayu yang spesial. Raka memperoleh kayu tersebut dari petualang yang terlihat sangat kuat yang memintanya membuatkan satu pedang untuknya. Proses pembuatannya membutuhkan waktu yang sangat lama dibandingkan pedang-pedang yang pernah dibuatnya. Namun hasilnya tidak mengecewakan. Raka melihat petualang tersebut mencoba pedangnya untuk membunuh Tyulu yang berhasil terbunuh dalam sekali tebasan. Namun, tak disngka-sangka pedang tersebut kembali kepadanya dari teman salah satu petualang tersebut, Dara kurwa. Dia mengatakan bahwa akibat pedang kayu jelek itu nyawa teman sekaligus pemimpin kelompok petualangnya melayang. Dia mengatakan bahwa Raka telah gagal sebagai seorang penempa pedang dan dia berharap Raka tidak menjual pedang kualitas rendah pada orang lain karena itu dapat membunuhnya.

Raka merasa gagal sebagai seorang ahli pembuat pedang. Ia mengurung diri di rumahnya untuk merenungi kekurangannya. Dia baru dapat keluar lagi setelah ada seorang pembelinya yang terus mengetuk rumah sekaligus tokonya hanya untuk mengatakan terima kasih karena pedang buatannya, dia berhasil selamat dari kawanan monster. Berkat hal itu Raka bangkit kembali membuat pedang. Namun kali ini, Raka tidak berani membuat pedang dari bahan yang dibawa pembelinya untuk menghindari perasaan bersalahnya muncul kembali.

Suatu hari ketika Raka ingin membuang pedang kayunya dengan menguburkannya di padang rumput, dia menggunakan pedangnya untuk membunuh Tyulu yang mendekatinya. Saat itu Raka menyadari keanehan dari pedang itu. Seharusnya, dengan kemampuannya yang rendah, ia memerlukan dua atau lebih luka untuk dapat membunuh monster itu. Namun kenyataannya satu sabetan sudah dapat membunuh monster kecil itu. Akhirnya dia menyuruh orang lain yang sama sekali belum berpengalaman tentang pedang unutuk mencoba membunuh Tyulu. Sebelumnya Raka meyakinkan orang tersebut bahwa pedang itu memiliki kekuatan yang luar biasa dan hasilnya, satu sebatan kuat langsung membunuh Tyulu.

Raka tersenyum sambil menangis. Dia bahagia karena yang menyebabkan petualang itu meninggal bisa saja bukan karena pedang Cankapana. Oleh karena itu, dia menyuruhku membunuh semua monster di Niasta untuk membuktikan ketahanan yang dimiliki pedang itu sekaligus untuk membuang semua keraguan yang masih tersisa dalam benaknya.

Raka terlihat sangat puas dengan pencapaianku. Terlebih lagi, setelah mendengar cerita Raka, aku merasa mendapatkan jawaban kenapa Cankapana masih utuh dan tidak ada satupun goresan yang berbekas. Seperti seorang perempuan yang susah dimengerti, pedang ini juga tidak langsung dapat ditafsirkan seperti pedang pada umumnya. Setelah selesai bercerita, Raka memberikanku perisai kecil. Perisai ini memiliki kemampuan bertahan yang besar dan sangat cocok denganku karena ukurannya kecil dan ringan.

[ Pemberitahuan ]

[ Anda telah mengetahui cerita di balik pedang Cankapana. ]

[ Anda mendapatkan perisai Magaa.]

Tanpa melihat status pada perisai yang diberikan Raka, aku bergegas untuk bepamitan kepada Raka. Aku tidak sabar untuk segera menuntaskan misi panjangku yang berikutnya, menghabisi Kurumka dan Karamkula.