Chereads / Destroy Mission (Bahasa Indonesia) / Chapter 5 - Perjalanan ke Desa Cikajang

Chapter 5 - Perjalanan ke Desa Cikajang

"Pastinya, dulu tempat ini adalah tempat wisata. Tapi, tak ada lagi yang mengunjunginya setelah terjadi tanda-tanda gunung akan meletus beberapa tahun lalu," tutur Claretta sambil membaca keterangan yang ada di situs yang dibukanya.

"Kalau begitu, apa tidak apa-apa jika ke sana?" tanya Matteo dengan wajah sedikit panik.

"Kurasa tidak, nyatanya sampai sekarang tak terjadi apa-apa," jawab Claretta dingin tanpa melirik sedikitpun ke arah Matteo.

Kesepakatan dicapai, mereka memutuskan untuk pergi ke gunung tersebut. Lalu, melanjutkan perbincangan hingga menjelang malam. Setelah itu mereka berpamitan pulang ke rumah masing-masing. 

*****

Waktu berlalu dengan cepat dan sekarang para mahasiswa resmi menjalani liburan panjang. Melakukan rencana-rencana liburan yang telah disusun sebelumnya.

Sebelum pulang Claretta dan kawan-kawannya mampir ke kafe De'Risol. Letaknya berada di jalan Ir. H Djuanda atau lebih dikenal dengan Jalan Dago.

Tempat yang menjadi tempat favorit mereka dan warga Bandung lainnya. Bahkan para turis pun banyak yang mengunjungi tempat ini.

Interior ruangan berwarna cokelat dan didominasi oleh kayu yang dipelintur. Suasana nyaman akan terasa saat memasuki kafe ini.

Tempat itu menyediakan berbagai macam risoles beraneka rasa. Mulai dari yang original hingga keju pun ada. Tak terlewatkan, berbagai macam minuman yang dapat dipesan.

Di kursi yang berada di sudut ruangan, dengan meja persegi panjang Claretta dan kawan-kawannya berkumpul.

Mereka mulai membicarakan teknis pelaksanaan liburan mereka ke Gunung Cikuray.

Cukup lama mereka berada di kafe tersebut. Hingga akhirnya memutuskan untuk pulang.

****

Hari Minggu pagi, Bellona dan kawan-kawannya telah berkumpul di rumahnya. Kemberangkatan liburan dimulai hari ini.

Tak membuang waktu lama, Bellona berpamitan pada orang tuanya untuk pergi bersama kawan-kawannya.

"Mom, Dad, aku liburan dulu, ya ...," pamit Claretta sambil memeluk dan menyalami kedua orang tuanya.

"Selalu hati-hati, ya, Sayang," ucap Allice pada anaknya itu.

Liburan di masa libur panjang memang sudah menjadi kebiasaan mereka. Jadi, tak masalah bagi orang tua Claretta untuk memberi izin pada anaknya.

Menggunakan mobil APV berwarna hitam, mereka melakukan perjalanan.

Perjalanan ke Gunung Cikuray akan memakan waktu lama karena lokasinya yang berada di Kecamatan Cikajang, tepatnya di Kabupaten Garut.

Di perjalanan mereka tak henti-hentinya bernyanyi, mengobrol dan lainnya untuk menghilangkan rasa jenuh selama perjalanan.

"Claretta, di sana kita bisa menikmati lautan awan, kan?" tanya Haiden yang ingin segera sampai.

"Tentu, tapi kita harus hati-hati karena cukup tebal," jawab Claretta santai.

"Aku ingin kita berfoto bersama untuk kenangan pasti bagus sekali," tutur Matteo bersemangat.

"Ide bagus, Teo dan salah satunya foto aku dan kamu berdua, ya!" sahut Stevi iseng.

"Iya, mungkin. Tapi, kalau boleh aku inginnya foto sama Retta saja," ujar Matteo sambil melirik gadis di jok depan yang acuh ketika mendengarnya.

"Ciee ... Retta!" sorak semua yang berada dalam mobil.

Hanya ditanggapi dengan senyuman miring oleh Claretta.

Setelah dua jam perjalanan, mereka telah sampai di daerah Garut dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Memasuki sebuah rumah makan padang yang berada di daerah Garut kota.

Semua penumpang turun dan masuk ke rumah makan tersebut.

Claretta turun paling akhir, ia memastikan keadaan mobil. Setelah semuanya beres, ia lalu melangkah menuju pintu rumah makan.

"Retta," panggil Matteo sambil memegang pergelangan tangan Claretta.

"Ya? Ada apa?" tanya Claretta heran sambil berbalik ke arah Matteo.

"Boleh kita duduk sebentar?" tanya Matteo sambil menunjuk sebuah kursi kayu panjang di depan rumah makan.

"Hm ..." sahut Claretta acuh.

Mereka lalu duduk bersama di bangku tersebut.

"Ada apa?" tanya Claretta memulai percakapan dengan agak ketus.

"Maaf," jawab Matteo singkat.

"Untuk apa?" tanya Claretta yang merasa heran dengan sikap Matteo.

"Tadi sepertinya kau tidak suka dengan kata-kataku dalam mobil," jawab Matteo lirih.

"Kata-kata yang mana?"

"Tentang berfoto."

Claretta lalu tersenyum tipis. "Tak masalah, aku tahu kalian hanya bercanda."

"Aku lega sekarang. Aku pikir kamu marah karena kamu tidak berkata apa-apa lagi setelah itu," tutur Matteo dengan nada santai yang hanya disambut dengan senyuman tipis Claretta.

"Sudahlah, ayo, masuk," ucap Claretta sambil melenggang santai memasuki rumah makan.

Matteo mengikuti dari belakang. Kemudian mereka bergabung dengan teman-teman yang lain.

Cukup lama mereka melepas lelah sambil bercanda ria di dalam rumah makan padang. Sampai akhirnya mereka memutuskan untukmelanjutkan perjalanan.

****

Hari sudah mulai siang saat mereka melanjutkan perjalanan. Menuju tempat tujuan liburan.

Setelah beberapa jam berlalu Claretta dan kawan-kawannya mulai mengantuk dan tertidur, kecuali Matteo. Ia sedang menyetir. Mereka memang bergantian dalam menyetir mobil.

Waktu memasuki malam hari ketika mereka memasuki desa. Suasana desa sudah mulai sepi saat mobil menyusuri jalan desa. Hanya suara-suara hewan yang berpadu dengan suara pohon yang ditiup angin yang terdengar.

"Kita istirahat di mana, Retta?" tanya Stevi.

"Di villa. Kalau tidak salah ada villa kecil di sekitar sini," jawab Claretta.

Mobil berhenti ketika berada di depan sebuah bangunan mirip losmen. Tempat itu terlihat kurang terawat, tapi akhirnya mereka pun turun dari mobil.

"Apa kau tidak salah? Tempat ini sepertinya tidak terawat," ucap Stevi.

"Hem ... entahlah, tapi ini memang tempatnya." ucap Claretta yang juga kebingungan.

Setelah beberapa menit kebingungan, tiba-tiba ada seorang bapak setengah baya yang menghampiri mereka.

"Kelihatannya kalian sedang kebingungan. Ada apa?" tanya Bapak setengah baya tersebut.

"Iya, Pak, kami tadinya akan menginap di villa ini tapi sepertinya tempat ini sudah lama tidak digunakan," tutur Haiden menjelaskan hal yang terjadi.

"Oh, villa ini memang sudah lama tidak digunakan, kalau malam ini kalian mau menginap, di rumah Bapak saja," ucap Bapak tersebut sambil menawarkan.

"Kalau begitu terima kasih banyak, Pak," ucap Haiden.

Mereka lalu mengikuti bapak tersebut menuju rumahnya.

Ketika sampai di depan sebuah rumah dari papan yang dipelitur. Mereka berhenti. Rumah tersebut cukup luas dan memiliki halaman yang juga luas.

"Silakan," ucap Bapak tersebut ramah.

Di dalam suasana rumahnya terasa nyaman dan hanya ada tikar anyaman untuk mereka duduk. Lalu, tak lama keluarlah seorang ibu dengan membawa nampan berisi beberapa gelas teh hangat.

"Aduh, maaf, Pak, jadi merepotkan. Oh ya, nama Bapak siapa?" tanya Haiden karena tadi belum sempat berkenalan.

"Ah, tidak apa-apa. Saya Ujang, ayo silakan diminum," ucap Pak Ujang ramah.

Mereka lalu meminum teh tersebut.

"Ada dua kamar kosong di lantai atas. Kalian istirahatlah dulu, kalian pasti masih lelah," tutur Pak Ujang mempersilakan tanpa banyak basa-basi.

Mereka yang sudah sangat kelelahan pun bergantian ke kamar mandi terlebih dahulu. Setelah itu, beranjak menaiki tangga untuk ke lantai dua.

Di lantai atas tersebut, ada dua kamar yang kosong yang bersebelahan. Mereka pun memasuki kamar tersebut. Para lelaki di kamar sebelah kanan, sementara yang perempuan di sebelah kiri.

Mereka menjatuhkan bobot di kasur lantai yang ada di kamar tersebut.

"Akhirnya ...." Stevi nampak sangat lega bisa beristirahat.