"AW!" teriak aku.
"YUNKI, kenapa kau lepaskan!" sentak nyonya Pratama.
"Maaf!" Yunki mencoba membangunkan diriku.
"Tidak usah!" aku menepis tangannya dengan kasar.
"Gendong Yuna sana ke dalam kamar!" perintah tuan Pratama.
Yunki langsung menggendong aku menuju kamarnya dan di ikuti ke dua orang tua Yunki di belakangnya. Lalu Yunki
membaringkan Yuna di tempat tidurnya.
"Loh ini kan bukan kamar kamu," ucap nyonya Pratama yang agak bingung sambil melirik sekitar.
"Ah iya lupa, kenapa aku bawa ke sini." Yunki sambil garuk kepalanya.
Yunki menggendong aku lagi namun nyonya Pratama menahan tangannya.
"Apa kalian tidur dengan pisah kamar?" tanya nyonya Pratama lalu menatap Yunki dan aku bergantian.
"Enggak bu, ini pakaian aku kemarin lupa di simpan di kamar ini," jawab aku sambil garuk-garuk kepala.
"Bohong," sambung tuan Pratama.
"Hari ini danselama seminggu ibu dan ayah akan inap di sini!" tegas nyonya Pratama padaku dan Yunki.
"Ibu kenapa juga inap di sini? rumah ibu lebih besar dan bagus dari pada rumah aku," ucap Yunki.
"Ibu mau kalian tidur satu kamar dan ..." ucap nyonya Pratama yang belum selesai.
"Dan segera berikan kami cucu!" tegas tuan Pratama.
"Maaf, bukannya aku tidak mau cepat hamil tapi aku baru saja masuk kuliah," lirihku.
"Tuh ibu dan ayah tidak kasian sama Yuna?" tanya Yunki yang semakin mencari alasan. "Yuna baru masuk kuliah dan dia harus fokus sama kuliah, jangan di suruh cepat hamil!"
Aku langsung memegangi punggung, pantat dan kepalaku yang tadi jatuh di lantai karna Yunki.
"Ah sakit," lirihku.
"Bawa Yuna ke rumah sakit!" perintah tuan Pratama yang panik.
"Tidak usah ayah tapi biarkan aku istirahat saja," ucap aku.
"Pindahkan Yuna ke kamar kau Yunki!" perintah nyonya Pratama lalu. "Jangan coba-coba kalian membohongi kami!" tegas nyonya Pratama.
Yunki hanya menganggukkan kepalanya sambil menghela nafas lalu menggendong aku lagi menuju kamarnya. Sampai di kamar, Yunki membaringkan aku di atas kasurnya lalu ia melangkah pergi.
"Mau kemana?" tanya aku.
"Mau mandi, kenapa? mau ikut?" Yunki melirik diriku.
"Tentu tidak!"
Yunki melanjutkan melangkah ke kamar mandi dan aku melirik sekitar kamar Yunki yang masih terpajang foto Yura dan Yunki saat menikah. Meja rias juga masih di isi dengan make up Yura dan aku menahan tangis.
"Kak, Yunki sangat mencintaimu dan dia masih panjang foto pernikahan kalian tapi kenapa kakak cepat sekali meninggalkan kami," batin aku dan tiba-tiba meneteskan air mata sambil memandang foto itu.
Aku terus-menerus nangis dan perlahan-lahan aku tertidur.
Beberapa menit kemudian Yunki selesai mandi lalu menghampiri aku yang masih tidur pulas.
"Sepertinya anak ini lelah," ucap Yunki sambil menatap diriku terus-menerus. "Bagaimana bisa aku meniduri Yuna, adik istriku?"
"Kak, ayo berikan cucu pada orang tua kita," gumam aku sambil menyentuh tangan Yunki.
Dan sekilas Yunki terkejut mendengar ucapan itu.
"Astaga anak ini ngelindurnya serem banget," ucap Yunki sambil mengelus-elus kepala aku dan mencoba menenangkan.
Lalu Yunki melangkah keluar dan menuju ke kamar kembar.
"Nyenyak sekali anak ayah tidurnya," ucap Yunki sambil mengusap-usap kepala kembar secara bersamaan.
"Jangan rewel ya sayang karena di sini ada nenek dan kakek kalian, mereka bawel banget hehe." Yunki menatap kembar dengan senyuman.
"Tidur sana, biar kembar kami yang urus," ucap tuan Pratama yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar kembar.
"Kenapa sih ayah inap di sini?" tanya Yunki tanpa melirik.
"Biar kalian cepat punya anak," jawab tuan Pratama sambil tertawa.
"Ayah! aku sudah bilang kalau Yuna baru masuk kuliah!"
"Trus kenapa? kampus tidak melarang orang yang sudah menikah hamil, kan? jangan banyak alasan!" tegas tuan Pratama.
"Terserah!" Yunki melangkah pergi keluar begitu saja.
"Dasar anak keras kepala!" tuan Pratama lalu geleng-geleng kepala.
Yunki masuk ke kamar dan tidak lupa mengunci pintu lalu tidur di sofa karena di atas tempat tidur ada Yuna yang tidur dengan pulas Yunki terus-menerus menatap diriku.
"Mirip Yura banget tidurnya begitu kalau lagi capek," batin Yunki.
"Aku rindu Yura," batin Yunki yang perlahan-lahan memejamkan ke dua matanya.
Jam 05.00.
Aku bangun lebih awal lalu mengusak ke dua mata dan melihat ke arah sofa ada yang sedang tidur sangat pulas.
"Kenapa dia tidur di sana," gumam aku
Lalu bangun dari atas tempat tidur dan menghampiri Yunki.
"Kak pindah ke kasur sana pasti di sini tidak nyaman," ucap aku.
Aku mencoba membangunkan Yunki namun Yunki sama sekali tidak bangun dan tidurnya sangat pulas. Aku
mencoba menatap wajah Yunki dengan sangat dekat dan kira-kira berjarak 3cm.
"Sepertinya suamiku lelah," ucap aku lalu mengusap ke dua pipinya dengan lembut.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Yunki lalu menatap diriku.
"ASTAGA!"
teriak aku yang sangat terkejut dan jatuh lagi ke lantai.
"Aw!"
"Sudah dua kali jatuh dan sekali lagi dapat hadiah nih," ucap aku sambil memegangi pantatnya yang sakit.
"Lagi pula ngapain kau sentuh pipiku? aku tau aku tampan tapi jangan begitu," ujar Yunki yang sangat percaya diri lalu bangun dari sofa.
"Anda jelek dan anda menyebalkan!" ucap aku sedikit kesal.
Aku ingin bangun namun tidak bisa dan Yunki menggendong aku lalu membaringkan di atas tempat tidur.
"Kalau masih sakit tidak usah banyak gerak!"
"Aku mau ke kamar mandi," ucap aku lalu mengalihkan pandangan.
"Kau bisa mandi sendiri?" tanya Yunki sambil menatap diriku.
"Ya bisa," jawabku dengan singkat.
Yunki langsung menggendong diriku lagi lalu melangkah menuju kamar mandi. Sampai di kamar mandi, Yunki menurunkan diriku di dekat bathub.
"Hati-hati dan kalau tidak bisa mandi jangan di paksa," ucap Yunki seperti mencemaskan diriku.
"Iya terima kasih," aku langsung sedikit membungkuk padanya.
Yunki langsung menutup pintu kamar mandi dan melangkah keluar, dia melangkah menuju dapur.
"Ibu sudah selesai masak," ucap nyonya Pratama.
"Bu biarkan aku saja yang masak," ujar Yunki.
"Biarkan sekali-kali ibu masak untuk anak dan menantu."
"Bagaimana semalam sudah buat adik untuk kembar?" tanya tuan Pratama lalu duduk di kursi.
Yunki hanya menghela nafas lalu mengambil gelas dan menuangkan air lalu meminumnya.
"Mana istrimu?" tanya nyonya Pratama.
"Lagi mandi," jawab Yunki.
Tiba-tiba.
"AAAAAAA," teriak aku yang sangat menggelegar.
Yunki langsung berlari menuju kamar mandi dan di ikuti ke dua orang tuanya di belakang. Sampai di kamar mandi, ayah tidak ikut masuk karena sudah tau pasti Yuna sudah melepaskan seluruh pakaiannya.
Yunki langsung masuk ke dalam dan menutup matanya. "Kenapa kau tidak pake pakaian?" tanya Yunki yang masih menutup mata.
"Yunki kenapa kau menutup mata! cepat bantu istrimu!" perintah nyonya Pratama yang sangat cemas lalu menarik tangan Yunki.
"Ah, ibu saja bantuin kan sama-sama wanita," ucap Yunki.
"Heh itu istrimu harus di bantu dan kenapa juga tutup mata begitu? kalian sudah suami-istri," ujar nyonya Pratama.
"Berarti benar kalau kalian belum malam pertama," celetuk tuan Pratama yang sedikit teriak.