Rayno berhenti meronta saat melihat orang yang ia cari akhirnya sudah di pelupuk matanya.
Citra jadi pusat perhatian seisi bandara. Mata kecoklatan yang cerah mencolok Rayno. Membuatnya luluh, dengan wajah memelas.
Bahkan kalau pun jingga hilang, dunia masih terang bersinar cerah. Itu yang di rasa Rayno di tengah ancaman para pihak keamanan.
Sayangnya di tengah perjuangan Rayno, Citra hanya tersenyum lembut saja. Ia sama sekali tak menyambangi lelaki cungkring yang sedang terancam bahaya karena sebuah pengorbanan itu.
Ya, memang Citra berjalan ke arahnya, tapi langkah teratur itu semata-mata hanya untuk melewati Rayno saja.
Perasaan Rayno terasa pecah parah. Melihat Citra yang susah payah ia cari menyampakannya begitu saja. Sama sekali tidak ada istilah sapa menyapa. Citra berpura-pura tidak mengenal Rayno yang terus memanggil-manggilnya.
"Citra! Cit! Jangan begini Cit! Aku mohon!" Kembali ia menjerit-jerit dan meronta dengan tubuhnya terangkat tinggi oleh kedua pihak keamanan.
Tak sampai lima menit, Citra sudah berdiri tegar di hadapan ayahnya Katon dan Kirana yang sudah menungguinya sedari tadi.
"Yah! Jaga diri ayah di sini! Citra bakalan rindu sama ayah." Citra mencium kening Katon sambil mengerjapkan mata dalam penuh penghayatan.
Lalu matanya terhempas ke arah Kirana. "Kir, titip ayahku ya! Aku minta tolong sama kamu jaga dia!" Lanjut mohon Citra seraya memeluknya erat.
"Hati-hati ya Cit! Jangan lupa kasih kabar kalau sudah sampai! Titip salam sama Bibi di Inggris!"
Setelah Citra menganngguk nanar, tak lama kemudian, ia harus segera menaiki burung baja kendaraan pilihannya.
Beberapa kilo jarak antara tempat tunggu Katon, dengan pesawat tak membuatnya merasa jauh. Karena bagaimanapun mereka berpisah, Katon tetap menyimpan nama anaknya lekat di hati.
***
Tubuh sexi dan rambut yang masih basah sudah ber-make up tebal. Berbingkai lipstik merah merona. Memberi ketajaman yang khas dalam dandanan Juita di kediamannya.
Riasan di wajahnya nampak sempurna, tapi lain dengan perasaannya yang tidak cerah ketika melihat di depan rumah sudah kosong. Rayno lenyap tanpa ada kata pamit sedikitpun.
Juita pun gelisah. Detik itu juga pikirannya melayang ke kediaman Gathan pemilik Medina Cloth itu.
Ia meraih kencang tas tenteng kecil seukuran dompet. Di masukannya sejumlah uang, parfum, dan beberapa lisptik vaforitnya.
Namun ketika ia hendak mengunci rumah, ada perasaan yang hilang di benaknya. Ia mengecek ulang tas mininya, dan ia baru sadar handphonenya tertinggal.
Kunci itu kembali berputar arah membuka di buka. Juita melancarkan itu dengan terburu-buru. Tapi matanya kisut setelah melirik semua ruangan depan yang kosong. Handphone yang ia cari tak kunjung ketemu.
" Handphone-gue?" pikirnya tenggelam dalam ingatan yang telah ia lalui sebelumnya.
Ia pun keluar dengan perasaan kosong. Tanpa handphone, ia merasa ada yang kurang.
"Dimana ya?" ucapnya sambil berpikir.
Ia mengemudikan mobil milik sewaan berwarna merah jambu. Sengaja ia menyewa beberapa model mobil tiap minggunya hanya untuk menyita perhatian pria beruang saja. Mobil dengan brand tinggi dia rela bayar, untuk menarik uang yang lebih dari harga sewa mobilnya.
"Aduh, mana di handphone itu ada rekaman si Daniel dengan Citra malam itu. Ach! Kacau." Ingatan Juita kembali pada handphonenya.
Terburu-buru Juita pergi ke kediaman Gathan. Memang sudah ada feeling dari jauh sebelumnya menyangka Rayno-lah yang mengambil handphonenya selang dia mempersiapkan diri tadi.
Hingga 15 menit kemudian, setelah sampai di kediaman yang membuat semua orang sekitar segan, Juita santai masuk.
Dia tahu diri, setelah mendapat dukungan lebih dari There, Juita merasa besar kepala. Yakin gak bakalan di tanya-tanya satpam sebelumnya saat ia hendak memasukan kendaraannya ke halaman yang luas itu.
"Hai Tante, apa kabar?" sergah Juita cepat cari muka.
"Eh kamu? Cantik sekali? Mana Rayno?" Tanya There mendahului Juita.
"Rayno? Aku pikir dia pulang?"
"Pulang? Barusan Tante whatsapp dia, terus katanya ada di rumah kamu?" Kening keduanya seketika mengerut. "Ah, palingan dia sedang di jalan untuk pulang. Ayo masuk!" Lanjut There pada Juita dengan ramah.
Belum juga keduanya melangkah, raungan Rayno cukup mengejutkan Miminya dan Juita. Betapa terkejutnya There, melihat Rayno sedang dalam pengawasan tim keamanan.
"Lepas!" jerit Rayno kini semakin kuat menghentakan kepalan tangan yang memeganginya.
"Kalian siapa?"
"Maaf Nona, apakah ini kediaman Bapak Rayno?"
"Ya! saya Miminya,"
"Kami kemari hanya ingin mengimformasikan, bahwa Bapak ini banyak melanggar lalulintas, terus ada beberapa korban yang masih dalam penanganan. Kami mohon bantuan pihak keluarga agar ikut bertanggung jawab di kantor!" Tegas lelaki berseragam itu.
"Apa? Tidak mungkin anakku seperti itu. Itu tidak benar 'kan Ray?"
Rayno menunduk lemas, diam tanpa kata dan ekor matanya menyorot Juita.
"Ray! Mana handphoneku?" tukas Juita langsung menuduh.
"Handphone apa lagi ini?" There terus kebingungan dengan tuduhan-tuduhan lainnya.
"Tan, aku mau mengambil handphoneku yang dia curi."
"Curi? Apa lagi ini? Buat apa Rayno mencuri handphone? membeli gudang handphone aja tante sanggup!" kecam There semakin memanaskan suasana.
"Tunggu Pak!" Juita menghentikan tindakan para keamanan yang sedang memborgol Rayno. Citra lari menghampiri Rayno, dan tanpa basa-basi dia menggeledah seluruh kantung celananya.
"Nah 'kan? Ada di sini? Aku tahu, pasti kamu pengambilnya. Karena sejak pagi sampai sesiang ini, hanya kamu tamu aku. Tapi, untuk apa?" Juita jelas melempar tanda tanya besar dalam semua pertanyaannya.
Rayno tetap mengunci mulutnya, dan mengerucutkan bibir abu yang pekat karena rokok.
"RAYNO! Mimi pusing sekali dengan tingkahmu, bawa saja dia ke kantor polisi, Pak! Biar suamiku yang urus dia nanti!" There meremas erat kepalanya membuat sanggulnya berantakan.
"Mi! Jangan gini dong, Mi! Bantu Rayno Mi! Kalau pipi tahu Rayno masuk kantor polisi bakal runyam jadinya Mi! Mimi tega sama Rayno?"
"Mimi pusing sama kamu! Kamu keterlaluan! bawa saja Pak!"
"Mi! Mimi!" Teriak Rayno yang kini sudah mulai pasrah berjalan di seret para penegak hukum.
***
Gebrakan meja terdengar menggelegar. Semua karyawan dan karyawati terkejut sontak berdiri dari tempat duduk masing-masing. Semua pekerjaan tertunda detik itu juga.
Kabar burung tentang Rayno akhirnya sampai dalam waktu 10 menit saja.
Melewati handphone Juita, ia mengadukan kelakuan Rayno yang belum pasti akar masalahnya.
"Sial! Dasar anak tak tahu terimakasih!"
"Ada apa ini, Yah?" Tanya Daniel.
Dengan elegant Daniel masuk berwajah profesional. Gathan sudah menunggu beberapa detik untuk kedatangan anak sulungnya. Gathan tak pernah meragukan anak sulung yang ini. Hanya Daniel yang bisa di percaya menurutnya.
"Daniel! Sini masuk, lihat ini! Kelakuan adikmu ini sudah sangat mencoreng wajah ayah. Ayah malu."
"Yah, jangan keburu tersulut emosi. Siapa tahu bukan Rayno yang salah?"
Lagi-lagi Daniel membela. Seberapa ketusnya Rayno terhadapnya, Daniel tetap saja menurunkan derajatnya.
"Jadi? Kamu gak percaya sama ayah?"
"Bukan gitu maksud Daniel, Yah,"
" Baik! Ayo ikut ayah! Kita buktikan semuanya."
(Kira-kira apa yang akan terjadi pada Rayno setelah Gathan dan Daniel menemuinya? Ah, pasti perany dunia. Ikuti terus alur cerita Daniel, Citra, Rayno! Jangan lupa tebar hadiah sebanyaknya, masukan rak, dan komen juga ya!)