Chereads / My Pregnant / Chapter 7 - Adu Jotos

Chapter 7 - Adu Jotos

Rayno Sbastian. Lelaki muda pencinta olah raga basket, anak dari pemilik perusahaan Medina Cloth.

Memang perusahaan itu sedang ada di bawah kekuasaan Daniel, tapi seenggaknya Rayno memiliki separuh bagian dari perusahaan Medina Cloth, karena dia adalah adik tiri Daniel yang tak pernah dianggapnya.

"Ngapain kamu di sini? lepaskan tanganku!" sentak Daniel.

"Hmh, beraninya sama perempuan?"

"Jangan ikut campur urusanku! sana pergi?!"

Ray tersenyum sinis. Segera menarik tangan Juita, dan melindungi Juita di balik punggung tipisnya.

"Dia pacar Ray. Jadi, semua yang berurusan dengan Juita, akan jadi urusan Ray juga, mengerti kak?"

Mendengar perlawanan Ray, Daniel semakin mengepalkan tangan.

Semua mata yang menonton hanya ikut tegang dengan suasana memanas.

Tak ada yang bisa melerai, karena nama Ray sudah sangat pekat sebagai ketua gangster di wilayah itu.

Terlebih ia datang tidak sendiri. Beberapa gerombolan anak buahnya membuntuti Rayno setelah tahu ada kerusuhan di area kafe.

"Pukul! di sini kalau berani!" Rayno menunjukan bagian terempuk di pipinya.

Daniel mengeratkan giginya kesal. Tinjuanya hampir menyambar pipi Ray, namun dengan sengaja ia menyelewengkan kepalan tangannya tepat di sisi pipi dan menghantam tembok.

Sengaja ia layangkan serangan menyeleweng, karena bagaimanapun juga ada darah ayahnya yang mengalir di tubuh Rayno.

"Pengecut!" decak Rayno tersenyum sinis.

Daniel membalikan tubuhnya sambil mengelus halus seluruh wajahnya.

"Ayo pergi dari sini sayang!"

Tak menunggu lama lagi Rayno merangkul Juita dan meninggalkan Daniel penuh kemenangan.

Nampak dari wajah Juita yang sangat licik, tersenyum nyinyir pada Daniel. Dengan gaya jalan yang berlenggak-lenggok keriting, Juita setengah berlari mengikuti langkah Rayno.

Setelah melihat tontonan hilang, orang yang berkerumun pun ikut bubar. Pihak kafe meneruskan pekerjaan mereka masing-masing.

Dua teman Juita yang tersisa, meneruskan tongkrongannya. Melanjutkan gelak tawa sambil menebar gosip sana-sini.

Tak hanya gosip yang mereka tebar, Morena iseng meng-upload satu vidio yang sempat ia abadikan di moment panas tadi.

Sambil cengengesan, keduanya tergelak heboh melihat wajah Daniel yang kalah oleh adiknya sendiri.

"Haha! Jadi penasaran dengan cerita selanjutnya si Juita nih,"

"Ach, dasar lemes lo!"

Ting!

Belum lama dari itu, suara handphone keduanya menyala dengan kompak.

Keduanya mendapat broadcast bersamaan dari Juita melewati inbox handphonenya.

"Duit udah masuk ya! Happy shopping!"

"Achhhhh, si Juita emang pengertian banget sama kita!"

Plak!

Keduanya seru mengayunkan telapak tangan hingga saling beradu jotos kompak.

"Hahaha, came on shopping day!" sorak Morena dan Sidkya.

***

Setelah matahari mulai meninggi, kamar Citra semakin tersorot sinarnya. Membuka matanya setelah lama tertidur di atas ranjang.

Ketukan di balik pintu pun ikut mengiringi sorot matahari membangunkan Citra.

"Nak? Kamu sudah bangun?"

Citra terperanjat terkejut mendengar suara ayahnya. Matanya ragu memandang pintu. "Citra! buka Nak!"

Setelah menghela nafas panjang, barulah Citra melebarkan hatinya dengan legowo. Turun dari ranjang, dan membuka pintu bertabur senyum palsu.

"Ayah? masuk yah!"

Dengan segala kepura-puraannya, Citra merangkul Katon penuh kasih sayang.

Kepalanya ia tumpukan di atas bahu Katon. Dengan kompak keduanya duduk di bibir ranjang yang sudah berganti sprei bernuansa merah muda.

"Ada apa dengan kamu Nak?"

"Ada apa? maksud ayah?"

"Hati ayah tidak bisa di bohongi, senyum kamu membungkus sebuah luka, benarkan?"

"Ayah ..., Apaan sih? Citra baik-baik aja kok yah!" Manjanya.

"Jangan bohong!"

Citra menahan nafasnya sekejap, lalu segera menunjukan mimik ceria di hadapan ayahnya.

"Lihat! Apa Citra terlihat bohong?"

"Kamu sakit?" Katon terus meyakinkan dirinya.

"Enggak yah! Citra hanya lelah, Setelah tidur panjang, Citra segar lagi."

Katon mulai percaya, dan mengelus rambut Citra yang terurai panjang.

Tak hanya hitam pekat, tapi wangi di balik rambutnya itu memberikan aroma khas yang semerbak untuk sekitar.

Setelah beberapa menit Katon kembali keluar dari kamar Citra, ia pun menarik tas slempangnya, dan memastikan potret yang ia temukan malam itu masih ada menyelip di balik dompetnya.

'Kemana aku harus mencari lelaki ini?' bisik hatinya gusar.

Cermin setinggi Citra seolah memperlihatkan tubuhnya yang sangat kacau.

Ia berdiri di balik cermin dan tak bisa lagi menahan pertahanan matanya, hingga tetesan air mata mengalir deras membuat matanya membengkak.

Citra tetap merasa jijik pada dirinya sendiri setelah terasa di bagian daerah inti masih sangat perih.

***

"Pi, aku gak mau ya kalau Medina Cloth hanya di kelola oleh Daniel, kamu harus adil dengan Rayno juga pi!"

Setelah meja makan sudah di bereskan para pembantu, seperti biasa keluarga Medina Cloth sering bertukar pikiran di ruang tengah sambil menikmati makanan ringan yang tersedia.

Walau panas terik menyoroti balkon, tapi angin pun ikut menyejukkan suasana santai mereka.

"Mi, tenang saja! nanti juga ada waktunya."

"Tapi Pi, Rayno udah dewasa. Sampai kapan lagi dia harus menunggu?"

"Sampai dia tidak terus membuat ulah di jalanan!"

Theresia seolah tak terima dengan tuduhan suaminya. Setelah perceraian itu, Gathan pemilik Medina Cloth menikahi Theresia secara paksa setelah proses perjodohan berlangsung.

Bagaimanapun There sering ngomel habis-habisan memperjuangkan kedudukan untuk anaknya, tetapi Gathan tak menggubris istrinya.

There adalah mami tiri yang paling dingin untuk Daniel, sedari menikah, kasih sayang kedua orang tua tak terasa lagi.

Tatapan hampa Gathan sang Papi sangat dingin, karena ia harus berpisah dari orang yang ia sayangi, dan meminang There dengan paksa kala itu.

Gathan semakin mempercepat makannya. Ia melahap makanan ringan itu dengan rakus, sambil menahan pendengaran atas omelan istri keduanya.

Setelah beberapa menit menahan agar tidak angkat bicara, suara di belakangnya semakin memecah suasana.

"Pi! Sampai kapanpun, aku gak bakalan keluar dari tim basket!"

"Tuh! lihat 'kan? ini perilaku anakmu yang sangat kekanak-kanakan! aku tidak suka!" Gathan menaikan suaranya pecah.

"Tapi, dia anakmu juga Pi!"

"Bilang sama anakmu itu, agar belajar sopan santun! aku tidak akan membawa dia terjun di Medina Cloth, sebelum dia mikir bahwa tingkahnya sangat kekanak-kanakan!"

"Terus Pi! Terus! Terus jelek-jelekan Ray Pi, dan sayangi saja si Daniel anak emas Papi!"

Ray yang datang tiba-tiba, berjalan penuh amarah. Keluar dari ruangan itu, dan mengambil beberapa baju di kamar. Ransel mini berwarna hitam jadi pelampiasannya.

"Jangan gini dong, anak Mimi! Kamu mau kemana Ray? Ray!"

There terlihat sangat khawatir mondar-mnandir cemas dan terus membuntuti anaknya hingga kehalaman rumah.

Kekhawatirannya semakin mencuat setelah melihat Ray tidak datang sendiri, Juita yang sedari tadi duduk menunggu di balik mobil Ray, hanya bisa tersenyum menyapa di balik jendela pintu mobil Rayno.

"Kamu siapa lagi? Kamu mau kemana nak? jangan kemana-mana! Maafkan Papimu Nak! ayolah!" Teriak There berlari membuntuti mobil yang semakin melaju kencang.

There terus merengek memohon, dan memanjakannya lebih dari anak lainnya. Setelah kakinya lemas, There pun terkujur pasrah di pinggir jalan sambil terengah kecapean.

Tak beberapa menit berselang, mobil mewah dengan suara halus datang menghampiri There.

Tubuh gagah berwibawa itu turun dari mobilnya dengan gagah, walau baju yang ia kenakan sudah basah terlumuri keringan seusai pertengkaran di kafe.

"Mi? kenapa Mimi di sini? ayo naik!"

"Ach! jangan so' perhatian! Ini semua gara-gara kamu ya, Mimi bisa jalan sendiri. Awas!"

Tangannya menepis Daniel kencang.