Chereads / My Pregnant / Chapter 9 - Keputusan Citra

Chapter 9 - Keputusan Citra

"Daniel? Itu Bunda yah?"

"Pipi? Datang kok' tiba-tiba? kaget tau!"

"Maaf! Pipi gak sabar ingin memberi kabar baik buat kamu. Tapi sebelumnya Pipi mau tahu, itu Bunda bukan?" Mata Gathan melebar memang mengharapkan kabar terkini dari Laura.

"Iya, Pi." Daniel mesem tersenyum malu.

Perlahan, Gathan terbawa angin, ia duduk di samping Daniel di bibir ranjang.

"Apa kabar, bunda kamu?" bisiknya di telinga Daniel.

"Pipi!"

"Oh ya, maaf! Pipi hanya bercanda saja. Pipi mau ngasih kabar bahwa adik kamu keterima di university of Cambridge Inggris."

"Apa? wah hebat banget adik Daniel yang satu itu. Salut deh!" Ia mengacungkan dua jempol tangannya penuh ambisi. Tidak sepenuhnya Daniel bahagia karena Natasya masuk universitas terkenal. Di sisi lain, Daniel punya kesempatan mengantar Natasya untuk pergi ke inggris. Rindu yang menggunung teruntuk bunda sudah sangat terbendung di hatinya.

"Gak kerasa ya? dia sudah dewasa saja gadis Pipi?" Paparnya terharu.

"Siapa dulu dong Pi, adiknya Daniel ...,"

"Terus? kamu kapan nikah?" selok Gathan.

ukhuk! ukhuk! ukhuk!

Sontak Daniel tersedak air liur yang bersarang di tenggorokannya. Geli dan kesat itu terus merogoh isi lehernya membuat ia cepat berlari ke area dapur.

Gathan puas sekali berhasil membuat marah Daniel hilang dan berganti dengan candaan antara Pipi dan anaknya yang mencair setelah sulit sekali bertemu.

***

Hari mulai gelap, suara hingar bingar kendaraan berubah menjadi raungan hewan kecil di malam hari.

Seperti biasa, keluarga Katon Bagaskara berkumpul setiap malam di meja kejayaan. Meja dimana makanan berlimpah ruah untuk di hidangkan. Bep Steak sudah menjadi menu yang membosankan untuk Citra. Sedang rawon jadi menu andalan malam itu karena selalu mengingatkan pada almarhum ibu Citra.

Citra dan Ayahnya di temani Bi'Nah, di meja makan yang cukup lebar untuk beberapa jiwa.

"Bi'Nah makan di sini saja ya! gak usah di belakang!" ajak Katon pada Bi'Nah yang sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga Bagaskara.

"Baik Tuan!"

Bi'Nah hendak mengisi piring kosong milik Citra, dan menumpahkan sayur rawon yang kaya akan rempah-rempah. Sedangkan ketika giliran piring Katon untuk di isi, Citra menghentikan gerakan Bi'Nah.

"Biar Citra yang mengisi piring ayah yah?"

"Silahkan Nona!"

Senyum manis Citra menenangkan hati Katon, bola matanya terus berlari kesana kemari mengikuti gerai rambut yang berayun ketika Citra mengisi nasi di piring Katon.

"Kamu cantik sekali malam ini, Nak?"

"Ayah, bisa aja." Senyum kecil Citra sejuk di pandang.

Meja makan seketika hening, giliran sendok dan garfu yang berbicara. Dengan lahap Katon menikmati makanannya. Rawon kesukaan almarhum istrinya jadi obat rindu yang tak terkalahkan. Tapi piring Citra tetap penuh ketika piring Katon sudah di isi untuk kedua kalinya.

Makanan itu terus di aduk. Sendok dan garfu beradu seolah jadi pelampiasan kebingungannya.

"Kenapa tidak dimakan nasinya?"

"Citra-- sedang tidak enak makan Yah!"

"Ya sudah, kamu minum yang banyak terus jangan lupa vitamin di lemari kamu minum juga ya!"

Katon sendiri yang angkat kaki untuk membawakan vitamin untuk putri sematawayangnya. Padahal Bi'Nah selalu siap siaga dengan perintah apapun yang di inginkan oleh tuannya.

"Yah! ayah! biar Citra yang bawa sendiri Yah!"

"Tidak usah! Ayah saja!"

"Ayah!" Suara Citra yang menyentak menegangkan suasana.

Seketika Katon terkejut, dan menoleh dengan cepat. Herannya Katon tak terelakkan lagi.

"Kenapa? ada masalah, Nak?"

"Emmhh, tidak yah! baiklah ayah saja yang bawa!" Citra terlihat kaku.

Ia meraih kotak P3K andalan keluarganya dengan kaki menjinjit. Walau tangannya pendek, tetap saja ia selalu berhasil melakukan apapun yang di butuhkan oleh putrinya.

Kedua pasang mata seolah berbicara ke arah Bi'Nah. Berharap Bi'Nah-lah yang selalu membantu ayahnya sesulit apapun itu.

Bi'Nah yang hanya lulusan sekolah dasar kurang peka dengan lirikan Citra. Ia tertunduk malu sambil menghabiskan makanannya.

Satu kaplet berwarna merah untuk tambah darah, dan satu kaplet lagi berwarna merah muda berukuran satu kepala kelingking untuk obat nafsu makan dan vitamin agar tubuh tetap sehat dan bugar.

"Ini! minum ini setelah kamu makan beberapa suap nasi ya!" Titah Katon pada anaknya yang duduk besebrangan.

"Terimakasih yah!"

"Oh, iya! bagaimana dengan studymu? sudah kamu putuskan sekolah terbaik sesuai dengan cita-citamu?"

Mendengar kata 'cita-cita' Citra merasa tak pantas untuk mengukirnya lagi. Sepolos apapun dia, Citra tahu dirinya sudah tidak seranum hari-hari kemarin. Kepalanya menunduk lemas. Matanya sayu dan sendok digenggamannya perlahan dilepaskan.

"Kenapa?"

"Citra sudah menentukan semuanya, Yah!"

"Terus?"

"Citra mau ambil study di inggris hidup bersama tante Flo di sana."

"Apa? kenapa sejauh itu? terus bagaimana dengan Ayah?" Katon tersentak kaget dan menekan dadanya yang terasa sangat sakit. Citra tidak bisa memaparkan semua alasannya, Ia hanya bisa menjaga perasaan Katon agar suasana hati ayahnya tetap terkontrol.

"Yah, tenang saja! Citra bakalan rutin menghubungi Ayah! lagian di sini ada Bi'Nah 'kan?"

"Apa gak ada universitas yang cocok di indonesia?"

"Banyak yah! hanya saja, Citra ingin merasakan situasi yang baru saja. Ini semua demi cita-cita Citra yah!" Citra meyakinkan Ayahnya dengan keputusan yang sudah bulat.

Rawon pun terasa hambar di mulut setelah mendengar keputusan Citra yang sangat menyambar pikirannya.

Mendengar perundingan penting ada di hadapannya, Bi'Nah mencari alasan untuk menghindar. Rasa kaku membuat makan malam itu kurang nampol di lidah.

Apapun bisa di berikan oleh Katon, hanya saja untuk berjauhan dengan anak sematawayangnya adalah perkara yang sangat sulit baginya. Pekerjaan yang selalu ia kerjakan siang dan malam jadi tidak ada artinya kalau tanpa Citra di rumah. Tapi untuk segala yang di cita-citakan Citra, Katon mati kutu tak bisa berkutik lagi.

Katon menghentikan aktifitasnya, dengan langkah tertatih ia berjalan meninggalkan Citra yang masih bimbang. Lelaki paruh baya itu seperti kehilangan signal. Di setiap derap langkah, matanya kosong melayang.

Hanya ada bayangan almarhum istrinya dalam ingatan Katon. Senyuman yang tak terlupakan itu seolah ikut memapah Katon dari perjalanannya menuju kamar.

"Kania?" bisik Katon memar.

Panggilan terakhir itu menghabisi semua bayanganya terhadap sang istri. Seketika detik terasa diam, ulu hatinya mual dan bumi berputar kencang.

Blugh! Crang!

Tumpukan hiasan kristal tersundul kencang oleh jatuhan badan bapak tua itu.

Sehabis meremas dadanya kencang, sakit di ulu hatinya semakin menjalar dan melebar ke seluruh tubuhnya mengakibatkan Katon tak sadarkan diri didetik itu juga.

Telinga Citra sontak melebar. Ia terkejut dan segera keluar dari tempat duduknya. Hampir setengah berlari, Citra sangat tak menyangka sudah mendapati ayahnya terkujur kaku di samping lemari hias tengah rumah.

"AYAH!"