Chereads / My Pregnant / Chapter 8 - Di balik Pribadi Daniel

Chapter 8 - Di balik Pribadi Daniel

Tubuhnya yang lelah, hanya bisa mengernyitkan kening setelah menerima perlakuan sadis dari Mimi-nya yang tak pantas.

Di pinggir jalan, untuk kesekian kalinya Daniel jadi pusat perhatian. Beberapa mobil pun melaju pelan karena macet tersendat oleh mobil mewah milik Daniel.

Tin! Tin!

Serempak semua mobil menekan klakson, meramaikan suasana agar mobil terdepan tak makan tempat.

Mendengar teguran itu, Daniel tahu diri. Sigapnya ia berjalan menuju mobil dan sama sekali tidak mengindahkan Mami tirinya yang bawel. Perlahan Daniel memarkir mobil, dan melajukan kendaraan berkaki empat itu hingga sampai di sebuah gerbang yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari Maminya berdiri.

Daniel masuk dan berjalan ke ruang tengah rumahnya dengan bedegap dada kekar. Kedua tangannya tenggelam masuk kedalam saku, ia pun sama sekali tidak melihat sekeliling saking kesal.

"Daniel?" Sapa Gathan.

Terkejutnya Gathan melihat perilaku Daniel yang tidak selembut biasanya. Ia berjalan melewati Papinya dengan mimik marah. Tubuh tua itu, masih terlihat segar karena tampilannya yang seperti anak muda mengalahkan penampilan Daniel anaknya.

Dari kecil hingga mempunyai anak, Papi Gathan memang penyuka fashion.

Sampai ia berhasil mendirikan perusahaan besar di ibu kota dengan berbagai kolega terkemuka.

Sayangnya, hobinya itu tidak turun pada Daniel dan juga Ray. Anak pertama Gathan lebih identik dengan pakaian formal, itu di sebabkan karena tuntutan pekerjaan yang membelitnya dari pagi hari hingga sore, selama enam hari full. Sisanya ia hanya sering mengenakan kaos oblong sederhana.

Sedang Ray, anak urakan itu sama sekali tidak memperdulikan penampilannya. Yang terpenting, dia memiliki apa yang ia inginkan. Termasuk teman, untuk bisa di kelilingi lautan kawan, Ray harus bisa merogoh kocek yang sangat dalam. Mentlaktir sana sini hingga menghamburkan uang Papinya tidak karuan. Jeans compang camping kerap kali menggulung tubuh Ray yang cuek.

Tak hanya dua anak lelaki Gathan yang tidak menyukai fashion. Satu putri bungsunya yang selalu jadi permata rumah pun berpenampilan sederhana. Sesederhananya dia sampai-sampai ia menutup seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Hanya tersisa wajah yang ranum bisa di lihat jelas menampakkan betapa polosnya dia.

Seorang gadis cantik itu memakai gamis merah maroon dan berbalut hijab lembut berwarna pink masuk menyapa Gathan dan mencium punggung tangannya.

"Assalamualaikum Pi? Tadi, Kak Daniel kenapa?" Tanya wanita yang menenteng kresek hijau bermuatan tebal itu. Wanita lugu itu bernama Natasya Khairani.

"Itu tuh! anaknya Papi kamu! kalau datang main slonong boy saja!" serogoh There satu-satunya wanita modis di rumah itu. Bahkan pakaian dan acsesories yang ia kenakan bisa hampir bernilai 5 sampai 6 juta.

Namun warisan nenek moyang dari pihak perempuan membantu memperkuat pengeluaran Gathan untuk gaya istrinya yang selangit.

"Ada apa lagi ini, Mi? Tiap hari marah-marah melulu? apa gak capek?"

"Capeklah Sya, gimana gak marah coba? Mimi di biarin di jalan sendirian." Bibirnya mengerucut tinggi.

Natasya hanya bisa menutup senyumannya dengan tangan kanan, lalu menahan tawa geli di perutnya.

"Sudahlah! Mungkin Daniel capek setelah pekerjaan di Jakarta menyita semua waktunya," sambar Gathan

"Bela terus ...." Sindir There.

Perlahan wanita manis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Lalu duduk di atas sofa panjang, membuka kaos kakinya dengan mata bersarang di depan televisi.

"Eits, apaan tuh di kresek?" Mata There mengintip tipis ke celah lubang kresek yang tersisa.

"Buku Mi!" papar Tasya sambil membuka semua isi kresek hijau.

Tak ada satupun yang tersisa di dalamnya, semua sengaja di keluarkan agar Maminya mengecek ulang semua yang membuatnya penasaran.

"Buku lagi? Buku lagi? Gak bosen beli buku? Apa nanti kamu makan buku? Sesekali beli lipstik kek, lihatlah wajahmu pucat kaya mayat hidup!" Kembali There berceramah habis-habisan di depan Gathan.

Gathan yang tak ingin anak perempuannya kena mental segera merangkulnya, dan meninggalkan There sendirian.

"Jangan hiraukan ucapan Mimi kamu! Belajar saja yang betul! Soal penampilan nomor sekian."

Gathan, pipinya itu memang sangat besar hati, tak pernah memaksakan kehendak pada anak-anaknya, walau jelas sekali pekerjaannya pekat berkecimpung di dunia fashion.

"Hei! Mimi belum selesai bicara, kenapa kalian meninggalkan Mimi?" teriaknya Kencang menggelegar.

Tangan Gathan menahan Natasya yang hendak menoleh kebelakang. Cengkramannya semakin dipererat. Tasya mengerti dengan apa yang di isyaratkan Pipi-nya.

"Oh ya, Pi! Natasya punya kejutan buat Pipi."

"Apaan tuh?"

Sebelum masuk pintu kamar, Natasya memperlihatkan sebuah formulir beasiswa di University of Cambridge salah satu pecahan dari University of Oxford inggris yang di idam-idamkannya selama ini.

"Wow, luar biasa. Congrats sayangku! kamu memang putri Pipi ter-the best." Kecupan sayang terlontar lekat di kening Natasya yang terhalang oleh hijab.

Kedua perguruan tinggi ini memang memiliki peraturan seleksi yang ketat, karena keduanya merupakan perguruan tinggi paling bergengsi di Britania Raya bahkan dunia. Hingga membuat Gathan sangat gembira.

Berita itu membuat Natasya semakin percaya diri dengan segala yang ia cita-citakan. Lain dengan kakaknya yang sudah sukses. Daniel hanya bisa melamun menahan amarahnya di kamar. Tubuhnya tergelar lemas dengan mata menyawang ke atas langit-langit kamar.

Satu tangannya di letakan di atas kening, dan dua kakinya bergantung di bibir ranjang karena ketinggiannya tergerai panjang.

'Aku memang salah, tapi bagaimana aku harus menebusnya?' Hatinya semakin bergemuruh. Pikirannya melayang masih mengingat kejadian malam itu.

Salah satu cita-citanya tidur dengan wanita pujaan sudah tercapai, tapi posisi waktu dan tempat yang tidak singkron membuat dirinya terasa dihantui perasaan bersalah. Cita-cita itu terlaksana sebelum janur kuning melengkung.

Semua pencapaiannya tentang harta, setitik pun sama sekali tidak menolongnya. Desain kamar yang sangat elegant terasa menghimpit dirinya mendakwa kesalahan terbesarnya setelah melakukan malam panas bersama wanita itu.

Kebingungan semakin menyiksanya, setelah ia sadar ingin membalas semua dosanya, tapi entah bagaimana? Dimana? dan pada siapa? Daniel buntu pikir.

Satu-satunya orang yang ia harap buka mulut malah berhasil kabur dengan Ray adiknya sendiri.

Bayangan wajah cantik Citra terus mengayun-ayun nuraninya. Hingga dari pagi hingga menjelang sore tak sedikitpun ia mau menoleh makanan di dapur rumahnya.

"Hallo Bunda!"

Salah satu obat gundahnya hanya menelpon ibu kandungnya sendiri yang berada di luar negri.

Wajah bunda laura sudah memenuhi layar, ketika vidio call berlangsung.

"Daniel? how are you want? you seem unwell?"

"No Bund, I'm fine oke!"

Senyuman menyejukkan di bibir manis Bundanya sedikit menyamarkan perasaan gelisahnya. "I miss you, Bund!" bisiknya pelan.

"Miss you too. Sayang! Kapan kamu bisa mengunjungi bunda?" tanya Laura Bunda kesayangan Daniel wanita blasteran indo-inggris itu.

"Sabar ya Bund! Daniel belum dapat waktu yang tepat,"

"Papi-mu memperlakukanmu baik 'kan?"

"Iya! beliau baik sekali. Tenang saja! Daniel bisa jaga diri di sini."

"Bunda gak sabar nunggu waktu bertemu dengan kamu!"

"Calm! Later when there is a long holiday, Daniel takes the time to play there. Ok"

"Janji?"

"Yes, I'm promise! Bund!"

Daniel menebar senyuman sejuk untuk Bundanya yang sudah jauh sejak ia lepas kuliah.

Begitu pula Bunda Laura yang penyayang sangat perhatian menempelkan jarinya di depan layar handphone hingga keduanya seolah bersentuhan walau dalam jarak berjauhan.

Vidio call terhenti setelah Gathan mengejutkan Daniel di bibir pintu kamarnya.

"Daniel?"