...Kenapa kau menjelaskannya padaku? Semua itu tidak ada hubungannya denganku, bukan?..
Wisnu menelan ludah susah payah, entah kenapa rasa ludahnya kali ini terasa pahit bahkan melebihi empedu ayam. ".. Maaf.."
Citra, diam. "Sudahlah.. kau.. apa kau sudah makan?"
Wisnu terkejut "..Belum.."
"Apa kau ingin masuk rumah sakit! Karena penyakit asam lambungmu kambuh! Datang ke tempatku sekarang!"
Tut.. tut..
Wisnu mengerjapkan matanya beberapa kali, bibirnya berkedut akan tertawa ini sebuah kejutan. Apakah Citra sedang khawatir dan memberikan perhatian padanya? Apakah ini artinya...
Wisnu tidak bisa lagi menahan senyumnya, bahkan ia bertingkah seperti orang bodoh. "Hei! Apa yang terjadi?"
Wisnu tersadar menatap temannya yang sedang memetik senar gitar "Tidak apa-apa. Aku pergi dulu." Wisnu berbalik tanpa mengunci pintu kamar ia tidak ingin membuat Citra menunggu dan berubah pikiran. Secepat kilat Wisnu berlari dan langsung mengirim pesan.
"Aku di depan kos.."
***
"Ehh.. apa yang kau lakukan? Kenapa kau memisahkan bagian ini? Apa kau akan menyimpannya?" Mia bertanya penuh keheranan melihat Citra yang memindahkan makanan yang mereka beli sebelumnya ke wadah lain.
"Bukan! Ini untuk orang lain?"
Telinga gosip Mia langsung berdiri "Woah! Siapa? Wisnu?" Mia mencebik "Jadi, hatimu sudah luluh juga akhirnya? Begitu cepat?"
Citra mendelik jengkel pada Mia "Cerewet sekali!"
Ting.
Mia memanjangkan lehernya ke arah ponsel Citra ingin melihat isi pesan namun Citra menutupinya dengan telapak tangannya tidak membiarkan Mia untuk mengintip sedikit pun. Mia sekali lagi mencebik.
"Pelit!"
"Makan makanan mu! Bukan kah kau lapar!" dengus Citra lalu pergi membawa makanan yang sudah ia pisahkan.
"Citra! Jangan berbohong lagi pada perasaan mu! Jika kau memang masih mencintainya katakan saja, jangan membuat semuanya semakin sulit! Semakin lama kau menunda kalian berdua juga yang akan terluka." Teriak Mia mengingatkan Citra yang sudah menghilang di balik pintu.
"Cerewet!"
Mia menunduk lesu "Apakah aku benar-benar cerewet?" gumamnya pada dirinya sendiri.
Citra berjalan ke arah pintu pagar besi hitam yang menjulang tinggi membukanya dengan tambahan tenaga, citra tertegun melihat Wisnu yang bernapas tergesa-gesa dan keringat di keningnya. Citra menoleh kiri kanan lalu beralih menatap langit. Tidak panas. Kenapa Wisnu berkeringat.
Citra menyipitkan mata "Apa yang terjadi? Kenapa kau berkeringat? Jangan bilang kau lari dari sana sampai ke sini?"
Wisnu tersenyum malu sebagai jawaban.
"Ck! Kenapa harus buru-buru. Apa kau begitu laparnya?"
"Tidak!"
"Lalu kenapa kau berlari!"
"Aku takut kau akan berubah pikiran jika aku datang terlambat!"
Citra terdiam menatap Wisnu yang berkata jujur dengan sangat mudah. "Ini! Makanlah.. lain kali tidak perlu terburu-buru aku juga tidak akan berubah pikiran.." suara Citra mengecil.
Mata Wisnu berbinar bibirnya tidak berhenti tersenyum "Terima kasih. Lalu apa kau sudah makan?"
"Tidak lapar!" jawab Citra datar.
Wisnu menatap kantong yang berisi kotak bekal dan tidak tahu isinya apa. "Bagaimana kalau kita makan bersama.." ajaknya ragu-ragu.
Citra menatap Wisnu sejenak "Tidak! Kau makan saja sendiri aku masih harus melakukan sesuatu.." citra pun berbalik. Wisnu dengan cepat menangkap lengan gadis itu menatapnya penuh permohonan. Citra ingin mencoba membaca pikiran Wisnu sekali lagi.
..Aku mohon..
Citra memejamkan matanya ketika merasakan sakit yang menusuk di kepalanya, benar kenapa hanya pada Wisnu saja, citra masih berusaha membaca pikiran Wisnu namun semakin lama kepalanya semakin sakit. Itu seperti melihat dalam kegelapan tanpa cahaya sedikit pun sangat menyesakkan dan sakit.
"Ugh!.." citra terhuyung ke depan berpegangan pada pagar besi. Wisnu juga menahannya.
"Citra! Apa yang terjadi? Hei kenapa kau berdarah! Citra!" Wisnu ingin mendekat tapi Citra mengangkat sebelah tangannya untuk tidak membiarkan Wisnu mendekat.
"Pulanglah dan makan makanan mu! Aku baik-baik saja." Citra menutup hidungnya dengan sebelah tangan "Aku akan masuk ke dalam.." Citra juga melepaskan pegangan tangan Wisnu dengan paksa.
Wisnu ingin mengatakan sesuatu tapi pintu pagar hitam tinggi itu tertutup hampir memukul hidungnya. Ia melihat Citra yang berjalan terhuyung-huyung gadis itu sesekali berhenti dan menunduk dengan bahu terguncang di sertai batuk.
"CITRA!!!" Wisnu hampir melompat dan masuk ke dalam pekarangan kos.
"BERHENTI!!" teriak Citra yang masih terbatuk hebat membelakangi Wisnu. "Aku.. baik-baik saja.. pulanglah.."
"Kau yakin?"
"Hmm.."
Citra kembali melanjutkan langkahnya setelah batuknya berhenti ketika ia sampai di dalam kamar Mia berteriak histeris dan itu semakin menambah kekhawatiran Wisnu yang masih berdiri di luar pagar kos.
"CITRA!! YA AMPUN!!! Apa yang terjadi! Kenapa seperti ini! Apa kau melakukannya lagi! Sudah aku bilang jika itu melukaimu jangan lakukan kenapa kau sangat keras kepala!!!" teriak Mia berlari hilir mudik mencari handuk basah.
"Jangan berteriak dia masih di luar.." gumam Citra yang langsung berbaring telentang di atas tempat tidur. Kepalanya terasa berputar dan sakit.
"Ayo! Biar aku melihatnya.." Mia kembali dengan handuk basah dari kamar mandi, duduk di samping Citra yang berbaring telentang dengan tatapan kosong.
"Aku.. benar-benar tidak bisa membaca apa yang tersembunyi dalam pikirannya. Kenapa sangat sulit.."
"Kau sudah tahu itu sulit dan berakibat buruk untuk mu tapi kau masih melakukannya! Di mana kau letak otak mu itu! Apa kau biarkan tercecer di jalan!" gerutu Mia "Bagaimana sekarang? Apakah sangat sakit? Bagaimana kalau ke rumah sakit?"
Citra menggeleng "Aku hanya lelah dan mengantuk.."
Mia mengangguk "Bagus! Istirahatlah. Aku akan di sini.." setelah membersihkan darah dari hidung dan tangan sahabatnya itu, Mia menutupi tubuh kurus itu dengan selimut.
"Biarkan aku tidur dua jam.."
Mia mendecak kesal "Lima jam pun aku tidak keberatan! Tidurlah!"
Ponsel Mia berdering nama Wisnu berkedip di layar. "Ada apa?"
"Bagaimana keadaannya! Aku mendengar suara teriakan mu! Apa yang terjadi?" tanya Wisnu berturut-turut dengan nada khawatir.
"Jika kau khawatir padanya jangan biarkan dia membaca pikiranmu lagi! Sebaiknya katakan langsung padanya apa yang kau rasanya! Dan apa yang dia tanyakan! Jika kau membiarkannya terus membaca pikiran mu.." Mia berhenti sejenak "... Kau akan menyesal!"
"Apa yang terjadi?" tanya Wisnu lagi.
"Tidak apa-apa.. dia hanya kelelahan karena panas. Ngomong-ngomong bukankah kau akan kembali karena keponakanmu akan ulang tahun? Kenapa kau masih di sini?"
"Tidak apa-apa! Rumahnya masih dekat sini, aku tidak terburu-buru! Tapi Mia kau yakin dia baik-baik saja? Aku melihat hidungnya berdarah.."
"Dia baik-baik saja.. sekarang sedang tidur! Pulanglah jangan buat dia khawatir padamu!" Mia kembali mengusir Wisnu.
Wisnu menghela napas "Baiklah.. jika dia butuh sesuatu jangan lupa katakan padaku! Aku akan membantu mencarinya."
"Hm.."
Mia menghela napas menatap ponselnya lalu beralih pada Citra. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Setelah diam cukup lama Mia akhirnya mengangguk tanda ia sudah memutuskan sesuatu.
****