Citra membantu membangunkan tenda bersama mia. Mereka berdua mengobrol ringan, Citra diam-diam melirik ke arah Wisnu yang terus menatapnya dari ujung tenda yang lain.
"Mia... apakah ada cara untuk aku bisa menyingkirkannya? Semakin aku menjauh darinya semakin ingin aku membaca pikirannya."
"Bagaimana lagi, aku pikir kau sudah menyingkirkannya bertahun-tahun lalu, karena tidak menemukan mu dia kuliah di luar negeri lalu sekarang dia menemukan mu dan langsung kembali menjadi seniormu lagi. Aku tidak bisa memikirkan cara apa pun, dia terkenal dan memiliki banyak uang dan yang terpenting dia gila karena mu."
Citra melemparkan potongan kayu ke arah Mia dengan wajah kesal "Citra. Kenapa kau tidak mempertimbangkannya saja, minta kakak mu untuk menghapus ingatannya itu supaya kau tidak memiliki keinginan untuk membacanya setiap kali kau melihatnya."
"Tidak bisa! Apa pun yang ada padanya aku selalu ingin tahu semuanya. Jika aku tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan tentu saja aku akan membaca pikirannya."
Mia meringis "Nah, sepertinya kau sangat posesif."
"Kau tahu aku posesif. Karena itu lah aku selalu ingin tahu tentangnya. Tapi aku tidak ingin mati dengan cepat!"
Mia memutar mata "kau sudah tahu itu, kenapa masih keras kepala melakukannya." Mia mengangkat tangannya untuk menghentikan Citra bicara "Stop! Aku mengerti karena kau terlalu posesif. Ya. Aku tahu. Kau sudah mencintainya sejak kau masih duduk di SD, kau bahkan mengejarnya seperti orang gila waktu itu. Sekarang keadaannya terbalik, tapi kalian masih tidak bisa bersama. Benar-benar kasihan." Mia mendecakkan lidahnya beberapa kali sambil menggeleng kepala menatap Citra kasihan.
"Berhenti menatapku seperti itu! Aku tidak butuh belas kasihan mu. Aku hanya berharap bisa melewati hari-hari dengan lancar."
Mia mengangguk "Ya, kau seharusnya tidak perlu peduli pada hal seperti itu. Kau hanya perlu mengabaikannya dan menjauh sebisa mungkin. Ocha.. apakah kau memperhatikan bahwa amarah mu telah berubah jadi buruk akhir-akhir ini.? Sebelumnya bicara sangat santai padaku kenapa rasanya hari ini tidak seperti itu?"
"Perasaan mu saja.! Sudah.. sekarang aku ingin menikmati suasana di sini dulu.. kau mau ikut tidak!" tanya Citra pada Mia.
"Ikut! Tentu saja ikut!"
Citra membawa kamera canon miliknya dan memotret apa pun yang menarik di matanya, bahkan daun kering di atas tanah pun tidak luput dari pandangannya. Mia juga sama ia bersefie ria menggunakan ponselnya sendiri tidak jauh dari Citra.
Citra tidak memperhatikan jalan karena ia menengadah saat melihat seekor burung di atas sebuah dahan kayu. Ia ingin memotretnya, namun kakinya tersandung akar pohon tubuhnya langsung terhuyung ke depan, satu-satunya pikiran Citra adalah melindungi kameranya untuk tidak terbentur.
Belum sempat ia jatuh tangannya sudah di tarik, Citra kembali berdiri seperti semula menoleh ke belakang untuk mengucapkan terima kasih, namun mulutnya terkunci seketika "Terima kasih.." Citra melepaskan pegangan tangannya "Aku baik-baik saja, hanya tersandung." Citra kembali melanjutkan langkahnya untuk menjauh dari Wisnu tapi laki-laki itu mengikutinya.
Citra berusaha mati-matian menahan keinginannya untuk melihat isi kepala Wisnu. Dengan memotret semua yang di lihatnya tidak peduli apakah kartu memorinya akan penuh, saat ini Wisnu seperti daging segar di matanya yang seperti selera singa.
"Kenapa kau mengikutiku!" tanya Citra tidak bisa menghindar, ia juga melihat sekeliling mencari Mia tapi sahabatnya itu menghilang lagi. Citra menggeretakkan gigi menahan kesal.
"Tidak ada tujuan! Tidak ada yang ku kenali! Hanya kau yang aku kenal!"
Citra mengerut kening "Itu bukan alasan-.."
...Citra.. maafkan aku..
Citra menarik napas dalam-dalam ia bisa mendengar pikiran Wisnu. Kenapa dia meminta maaf. Untuk apa maaf itu? Citra memegang pelipisnya, ini bukan keinginannya untuk membaca pikiran Wisnu tapi ia mendengarnya begitu saja. Saat mata mereka saling tatap untuk sesaat.
Citra menjauhi Wisnu dengan kepala yang mulai berdenyut-denyut. Pandangannya juga mulai buram. Citra duduk di atas akar besar menghela napas panjang berulang kali, berusaha untuk tidak pingsan. Ia merasakan kalau Wisnu duduk di sebelahnya. Citra berkata lembut "Aku tidak akan mengusirmu! Tapi dengan syarat jangan tatap mataku! Aku mohon!"
Wisnu mengangguk. "Baiklah.."
Mereka berdua diam. Citra merasa aman untuk saat ini selama ia tidak menatap laki-laki itu. Ia juga tidak peduli dengan kegiatan Wisnu di sebelahnya. Ia hanya fokus dengan kamera canon miliknya.
Citra tersentak menurunkan kamera dari wajahnya, sebelah tangannya terangkat mengambil mahkota yang terbuat dari bunga hutan yang berakar-akar. "Apa ini?" tanya Citra tanpa sadar menoleh pada Wisnu namun ia tidak melihat apa pun selain kegelapan karena Wisnu menutup matanya dengan telapak tangannya.
"Kau bilang jangan biarkan aku menatapmu. Aku pikir mungkin sesuatu yang buruk terjadi karena itu maafkan aku, aku memilih menutup matamu dari pada menutup mataku. Aku tidak bisa melepaskan mu dari mataku.. dan tentang ini. Hadiah karena kau sudah mengizinkan ku untuk duduk bersama mu di sini."
Citra diam melepaskan tangan Wisnu. Namun ia mengambil mahkota bunga di atas kepalanya melihat mahkota bunga itu sudut bibirnya terangkat "Kau yang membuatnya sendiri?" tanya Citra lembut.
Wisnu mengangguk juga menjawab "Hmm.."
"Terima kasih.." Citra menaruh kembali bunga itu di atas kepalanya. "Bagaimana penampilanku.. apakah terlihat bagus?"
Wisnu mengangguk lagi "Cantik! Seperti malaikat. Berikan padaku kamera mu aku akan mengambil fotomu, supaya kau bisa melihatnya sendiri, jangan khawatir kau tidak akan melihat mataku." Wisnu menjanjikan. Citra memberikan kameranya pada Wisnu membiarkan laki-laki itu mengambil beberapa foto dirinya.
Tidak apa-apa. Sebentar saja seperti ini, aku masih bisa menanggungnya, aku masih bisa menahannya. Tidak apa-apa.. hati Citra berkata-kata.
"Citra! Kau baik-baik saja!" tiba-tiba Mia datang menghambur ke arah Citra memeriksa tubuh sahabatnya itu dengan teliti.
Citra mendecak jengkel "Ke mana saja kau! Kau meninggalkan ku begitu saja.."
"Maafkan aku! Aku harus ke kamar mandi, panggilan alam! Mendesak! Tidak bisa di tunda! Tapi Citra kau yakin baik-baik saja! Wisnu.."
"Selama aku tidak melihat matanya, aku pikir baik-baik saja."
Mia masih khawatir, ia memperhatikan wajah Citra yang sedikit pucat. "Dia memotret mu?"
"Hm.. dia juga memberiku ini." Citra menunjuk mahkota bunga di atas kepalanya.
Mia mendengus "Kekanakan." Namun sesaat kemudian "Wisnu! Ambilkan foto kami yang terbaiknya!" terikanya dan mulai berpose sambil memeluk Citra.
"Siapa yang mengatakan orang kekanakan, bukankah itu kau sendiri?"
"Lupakan itu! Kau terlihat cantik memakai mahkota bunga ini, kau harus mengirimnya ke kakak pertama dan kedua mu, mereka pasti akan senang melihatnya." Ujar Mia penuh semangat. Namun tidak berhenti untuk terus mengubah posenya dari waktu ke waktu. Citra yang tidak terlalu suka di foto pun terpaksa mengikuti gerakan Mia. Seperti robot yang di kendalikan dengan remot.
****