"Citra.. apa kau ikut acara kemah itu?"
"Tentu saja, aku suka berpetualang! Kenapa kau masih bertanya?" wajah Mia berubah masam. Citra tertawa "Tidak seburuk itu juga bukan? Kau masih bisa berdandan meski di dalam hutan."
"Kau sangat membantu! Panitia bilang aku bisa saja tidak pergi tapi poin ku akan di kurangi. Ini benar-benar sial." Citra semakin tertawa. Mia mendelik "Kau terlihat sangat bahagia. Apakah ini benar-benar kebahagiaan atau sesuatu yang sedang coba kau sembunyikan.." Citra mengerut kening, Mia memberi gerakan ke satu arah, di sana ada Wisnu yang juga menatap mereka "Dia terlihat seperti akan mati.. kau di sini.." Mia mendecak lidah beberapa kali.
Citra menatap wisnu sekilas lalu menarik Mia pergi "Sudahlah ayo kita kembali sekarang?"
"Tidak bisa! Kita masih ada satu kuliah lagi! Apa kau lupa jadwalnya di ganti.."
"Oh! Aku hampir lupa!" Citra terkekeh "Baiklah! Ayo kita ke kelas sekarang di lantai berapa itu?"
"Kau benar-benar melupakannya!" gumam Mia dengan gelengan kepala.
***
"Kelas hari ini sudah berakhir." Ujar seorang dosen tua sambil mengumpulkan buku ajaran dan keluar dari kelas.
Ocha masih mencatat apa yang baru saja di tulis oleh dosen tersebut dengan serius berbanding terbalik dengan Mia yang bertopang pada pipinya menulis dengan ogah-ogahan, tidak semangat dan lesu. Satu jam telah berlalu membuat muka Mia semakin masam, dan di sisi lain Citra masih segar penuh semangat.
"Kau benar-benar ingin mengambil kuliah ini? Profesor ini sangat keras, apa kau tidak mempertimbangkannya untuk mengganti dosen yang lain?" Tanya Mia " Hari ini adalah hari terakhir kau bisa membatalkan kelasnya dan mencari kelas yang lain.."
Citra masih mencatat menjawab dengan acuh "Aku tidak ingin mengubahnya. Lagi pula ini mata kuliah wajib.. lagi pula keras di luar belum tentu keras di dalam. Apa kau pernah mendengar kata-kata ini? Dosen yang baik tapi pelit nilai dan Dosen yang keras tapi baik nilai. Nah dari kata-kata itu mana yang akan kau pilih?. Lagi pula kau juga tidak dapat menghindari mata kuliah ini selamanya."
Kata Citra sambil menyimpan buku catatannya "Lagi pula kita tinggal di satu kos kenapa kau tidak belajar dengan ku saja? Aku juga bisa meminjamkan mu catatan ku.." Citra menghibur Mia.
Mia langsung tersenyum lebar "Aku tahu kau yang terbaik! Aku sangat mencintaimu!" Mia langsung memeluk Citra.
Citra tertawa membiarkan Mia bermanja seperti itu, memang belajar bersama dosen ini sangat melelahkan, energi seakan terkuras habis karena terlalu serius dan tegang. "Sudah.. ayo kita pulang sekarang!"
"Oh kau benar! Sudah tidak ada siapa pun di kelas.." Mia tertawa kecil. Mereka keluar dari kelas sambil bercanda tidak menyadari ada sesuatu yang menunggunya di depan pintu.
"Citra Sagita!"
Citra langsung menoleh matanya melebar. Wisnu terlihat berbeda. Jantung Citra berdebar kencang, Mia langsung memberi jarak. Citra hendak pergi tapi Wisnu langsung menangkap pergelangan tangannya.
"Lepaskan!"
"Berapa lama kau akan menghindariku? Apa salah ku, kenapa kau tiba-tiba berubah?" Citra mengerut kening bibir terkatup rapat "Bicara! Katakan padaku! Kenapa kau begitu keras menghindar dariku! Bukankah sebelumnya kita baik-baik saja?" Citra masih diam. Wisnu tersentak "...Kenapa kau begitu takut padaku?"
"Wisnu.. tolong jangan mendesak Citra seperti ini! Dia melakukan semua ini juga ada alasannya.. ku harap kau mau mengerti." Mia menarik Citra ke sisinya.
Wisnu melepas pegangan tangannya. Matanya masih menatap Citra. "Kau adalah sahabatnya, jika dia tidak bisa memberitahuku alasannya maka kau pasti bisa.?"
"Aku memang bisa saja mengatakan alasannya padamu, tapi aku tidak akan mengatakannya. Wisnu. Tolong jangan bersikap seperti ini. Citra ayo kita pulang.."
Citra mengangguk sebelah tangannya terangkat menutup hidungnya. Mia yang melihat itu langsung menyeret Citra untuk pergi lebih cepat menjauh dari Wisnu ia mengomel lagi.
"Sudah aku bilang, hindari kontak mata dengannya! Lihat apa yang terjadi. Citra... hei, jangan sekarang! Citra!" terlambat. Tubuh Citra sudah terkulai jatuh ke lantai padahal mereka baru beberapa langkah jauh dari Wisnu.
Wisnu melihat itu langsung berlari memangku kepala Citra dan terkejut melihat hidung gadis itu mengucurkan darah. "Darah! Bagaimana ini bisa terjadi!" teriak Wisnu panik "Ayo! Aku akan mengantarnya ke rumah sakit!" Wisnu langsung mengendong Citra dan berlari menuruni tangga, beruntung mereka ada di lantai dua jika mereka berada di lantai empat maka Wisnu semakin kesulitan membawa tubuh Citra yang sudah pingsan.
Mia tidak mengatakan apa pun selain menunjuk kan jalan menuju salah satu rumah sakit. Sepanjang jalan Wisnu bertanya apa yang terjadi pada Citra karena hal ini juga pernah terjadi sebelumnya. Mia mengatup rahangnya ia panik namun yang nampak di luar hanyalah raut dingin dan datar.
Mia juga langsung menghubungi kakak Ke dua Citra yang kebetulan bekerja di sana, ketika mereka sampai di rumah sakit Citra langsung di pindahkan ke atas tempat tidur dan di dorong ke dalam rumah sakit. Wisnu hendak mengikuti tapi sebuah tangan kokoh menghentikannya. Wisnu terkejut melihat kakak kedua Citra di sana.
"Citra.."
Kakak Kedua Citra menggeleng "Jika kau tidak ingin menyiksanya lebih dari ini, maka cukup sampai di sini.."
Wisnu marah "Tapi kenapa!!"
Kakak kedua Citra menghela napas tidak menjawab ia hanya membuat gerakan pada seorang satpam untuk menahan Wisnu di luar dan tidak membiarkannya masuk ke dalam. Wisnu memberontak berusaha melepaskan pegangan satpam tapi keributan yang di buat olehnya menarik perhatian beberapa satpam lainnya. Dengan tambahan bantuan itu Wisnu tidak bisa memberontak lagi, dengan kekalahan ia pun mundur dengan hati gelisah.
Wisnu mengeluarkan ponselnya menghubungi Mia "Kabari aku jika dia sudah sadar." Wisnu menatap sekali lagi ke dalam rumah sakit, kemudian berbalik dan pergi.
***
"Apa ini? Kenapa dia seperti ini, aku yakin ini bukan yang pertama kalinya!" Kata kakak Kedua Citra namun tangannya sigap memeriksa kondisi adiknya.
Mia berdiri dengan posisi tegap di sudut "Ini kedua kalinya." Jawabnya cepat singkat.
Kakak Kedua Citra mendecak "Kau sudah di tugaskan oleh kakak pertama untuk menjaganya, kenapa kau lalai?"
"Ini salahku!" kata Mia lagi singkat dan tegas tidak seperti biasanya.
Kakak kedua menghela napas berat "Sudahlah.. ini juga kesalahanku yang tidak bisa menemukan apa pun dari semua penyakit ini, padahal aku seorang dokter tapi tidak bisa menyembuhkannya.." Kakak Kedua berkata dengan nada murung sambil memperbaiki letak selimut Citra. "Malam ini biarkan dia istirahat di sini, besok pagi-pagi aku akan mengantar kalian kembali."
"Baik!"
Kakak kedua menoleh pada Mia. "Sudahlah, jangan terlalu kaku, bersikaplah seperti biasa, jangan sampai membuat Citra kebingungan."
Meskipun kakak Kedua Citra berkata begitu tapi Mia tidak berani untuk bersikap santai di depannya.
***