Citra berjalan sedikit linglung dan hampir menabrak orang yang ada di hadapannya. Beruntung Mia menariknya dan menyadarkannya "Hei! Apa yang terjadi padamu! Kau terlihat kehilangan arah. Apa karena Wisnu lagi hingga pikiranmu berserakan seperti ini? Oh.. tolonglah.. kau hanya perlu melakukan dua hal Citra.."
Citra menegakkan kepalanya menatap Mia penuh harap. Mia hampir tersedak awalnya dia hanya mengatakan dengan asal tapi sepertinya sahabatnya ini benar-benar butuh pencerahan. Mia menelan ludah menariknya untuk duduk di kursi sambil menunggu pesanan selesai.
"Kau sepertinya benar-benar tidak fokus. Kau bahkan sangat berharap mendengar kata-kata ku yang selama ini kau anggap angin lalu." Citra mendelik kesal "Ok. Aku hanya akan mengatakan sekali. Kau bersikap seperti ini tentu karena kau merasakan sesuatu di hatimu saat melihat Wisnu bersama perempuan lain. Apa kau bisa membendakan apa yang karu rasakan itu?"
Kening Citra berkerut "Entahlah.. aku.. hanya merasa tidak suka.."
Mia mengangkat alisnya "Jawabanmu tidak jelas. Perasaan tidak suka seperti apa, dan kepada siapa perasaan tidak suka itu di tunjukkan? Wisnu? Atau Perempuan itu?"
"Kau terlihat mengerikan saat serius.."
"Ck! Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku tahu kau ingin melarikan diri lagi tapi tidak kali ini karena kau yang sudah memulainya. Citra kau harus berani. Aku tidak tahu apakah aku mengatakan sesuatu yang benar kali ini atau tidak tapi kau harus menyelesaikan semua yang mengganggumu sekarang, jika kau masih memiliki perasaan untuknya maka beri dia kesempatan, jika tidak maka jangan di beri harapan."
"Apakah aku terlihat seperti orang yang suka memberikan harapan untuk orang lain? Aku bahkan sudah berulang kali menolak pernyataan cintanya bahkan sejak awal. Tapi kau.. bukankah kau juga ikut menjerumuskan ku! Kau bahkan membuat mobilku mogok saat itu."
"Oh! Apa kau membaca pikiran ku lagi?"
"Ck! Tidak sulit untuk mengetahuinya!" dengus Citra.
"Jadi.. kenapa kau begitu tersiksa ketika melihatnya bersama perempuan lain, lagi pula belum tentu juga kan mereka menjalin hubungan yang seperti itu?, coba kau pikirkan, jika dia memiliki pacar kenapa dia begitu gigihnya mengejarmu."
Citra dia menghela napas "Pesanannya! Pergi ambil!"
Mia merengut "Kau mengalihkan pembicaraan lagi!" protesnya. Citra mengabaikan dan memberinya uang tunai "Nah, lihat! Kenapa kau selalu membayar makan ku! Aku jadi terlihat seperti pengemis sekarang!"
Citra menatap Mia lalu pada uang di tangannya "baik kalau begitu kau yang bayar kali ini!"
"Ap-Apa.. citra! Hei.. apa ini.." Mia memanggil-manggil Citra yang sudah melenggang keluar dari kafe. Dan bersandar di mobil sambil melipat tangan di dada menunggu Mia. "Kau sengaja melakukan ini bukan?"
"Apa?"
"Lihat uang jajanku untuk satu minggu.." kata Mia sambil menunjukkan dompetnya yang kempes. "Kau pasti tahu tagihannya mahal kan?"
Citra menahan senyum "Cepat buka pintunya.."
"Citraaaa..."
***
"Hei.. bro.. sedang apa kau di sini..?" wisnu menoleh ke arah suara dan melambai sekilas lalu kembali menatap ke arah satu-satunya tempat yang ingin ia lihat. "Kenapa kau terus melihat ke arah kos cewek itu? Apa kau menyukai salah satu penghuninya?"
Wisnu menoleh "Kau temannya Mia bukan.?"
Laki-laki itu mengangguk "Ya, kami berasal dari daerah yang sama. Kenapa?" laki-laki itu duduk di sebelah Wisnu sambil memeluk gitar.
"Itu artinya kau juga kenal temannya?"
"Temannya..? hm.. apa yang kau maksud itu adalah Sagi? Tentu saja.. aku kenal dengan kakak keduanya, jadi secara tidak langsung aku juga kenal dengannya, pernah bertemu beberapa kali. Kenapa? Kau suka gadis itu?"
Wisnu diam sesaat "bagaimana menurutmu?"
"Mm.. kenapa kau bertanya lagi padaku? Apa kau ragu tentang perasaanmu padanya?" tanya temannya itu.
Wisnu menggeleng "Tidak! Bukan itu yang aku tanyakan padamu tapi bagaimana dia menurutmu?"
"Oooh! Itu.. Hmm.. bagaimana aku harus menjelaskan ini." Ujarnya seperti berpikir keras "Aku tidak terlalu tahu tentang kehidupan pribadinya, tapi aku mendengar dari mulut ke mulut dia orang yang sulit." Teman itu tertawa "Kau tahu kan maksud dari kata 'sulit' dia seperti gunung es. Tapi Mia bilang dia orang yang hangat seperti selimut bulu yang lembut. Entahlah, aku tidak mengerti juga dengan maksud itu.." kekehnya malu. Namun Wisnu dapat menangkap sedikit keanehan pada tawa temannya.
"Tawa mu terlihat aneh.." mata Wisnu memicing.
Teman itu pun menunjuk ke atas genteng "Di sana.. aku melihatnya duduk di atas sana. Dia terlihat sangat sedih, namun sangat cantik saat bahagia.. kau tahu siapa yang tidak akan suka pada gadis seperti itu. Aku sendiri pun juga menyukainya. Tapi.. seperti kataku, dia orang yang sulit. Perasaan suka ku..." teman itu mendesah menatap langit "..Dia gadis yang unik dan memiliki banyak rahasia, dia menolakku dengan sangat baik, bahkan menghiburku untuk tidak terlalu kecewa."
Teman itu menatap Wisnu "Katakan, jika dia seperti itu bagaimana aku bisa melepaskan rasa suka ku padanya?" teman itu pun tertawa " Tapi anehnya seiring berjalannya waktu rasa suka ku padanya perlahan memudar dan berganti menjadi ingin melindunginya, aku juga tidak terlalu terobsesi dengan perasaanku sendiri terhadapnya. Bagaimana aku harus menjelaskannya. Intinya cara pengobatan yang dia lakukan sangat ampuh."
"Dia melakukan itu padamu?"
"Hmm.. gadis yang baik, tapi kenapa dia begitu takut jatuh menjalin hubungan? Kau tahu, ada banyak senior yang suka padanya tapi semuanya kau lihat sendiri.."
Wisnu terdiam pandangannya masih tertuju pada genteng karena hanya tempat itu yang bisa ia lihat, dengan pagar tembok yang tinggi membatasi rumah bertingkat itu di tambah atap rumah tetangga membuatnya semakin tidak bisa melihat selain puncak genteng.
"Dia menghiburmu begitu baik, kenapa dia tidak melakukan itu padaku? Tapi malah meninggalkanku.." gumam Wisnu sedikit kesal.
"Kau mengatakan sesuatu?"
Wisnu menggeleng.
"Ah! Sepertinya mereka baru saja kembali.." ujar teman itu. Wisnu juga melihat mobil sedan putih itu masuk ke dalam pekarangan rumah bertingkat dua, pertama keluar adalah Citra dari pintu sebelah kiri, sesaat kemudian Mia keluar dari balik pintu untuk pengemudi.
Wisnu menatap Citra yang terlihat murung, ia pun mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan untuk gadis itu, beruntung ia memiliki nomor ponselnya, tapi ia juga tidak bisa mengirim pesan terus menerus seperti yang ia inginkan, jika tidak Citra mungkin akan memblokir langsung nomornya.
...Apa yang sedang kau pikirkan? Kenapa wajahmu begitu kusut?..
Wisnu melihat Citra merogoh saku sweternya sesaat kemudian menatap ke arah kosnya, saat itu pula ponsel Wisnu berdering.
..Oh, kau sudah pulang...
Wisnu mengerut kening, satu pesan masuk lagi.
..Aku tidak sengaja melihatmu di kafe tadi..
Wisnu menegakkan kepalanya tidak percaya kemudian dengan cepat mengetik.
... Aku tidak ada hubungan apa pun dengannya, pertemuanku dengannya hanya ingin memperjelas hubungan kami sebelumnya hanya itu...
Citra yang membaca pesan itu terkekeh.
...Kenapa kau menjelaskannya padaku? Semua itu tidak ada hubungannya denganku, bukan?..
****