Chapter 7 - six

Malam harinya Mia sedang bicara melalui telepon dengan pacarnya merasakan perutnya yang lapar, seakan cacing sedang berdendang di perutnya, ia menatap jam pukul setengah delapan malam biasanya suara Citra akan terdengar memanggilnya tapi hampir pukul sembilan malam tidak ada suara sama sekali.

"Nanti aku telepon lagi!" ujar Mia dengan ponsel tertempel di telinganya.

"Apa yang terjadi? Kau terlihat gelisah?" tanya suara di ujung telepon.

"Aku lapar! Biasanya Citra sudah memanggilku untuk keluar mencari makan tapi ini hampir pukul sembilan dia masih belum muncul!" ujar Mia lagi dengan nada merengut.

Suara di ujung telepon tertawa "Ha ha ha.. kau seperti tidak tahu dengan sifatnya saja! Bukankah sudah biasa dia menghilang seperti ini jika suasana hatinya buruk! Jika kau ingin mencarinya dengan cepat lihat di atap!"

Mia mengangguk "Benar! Terima kasih sayang! Baiklah aku tutup dulu teleponnya!"

Mia meletakkan ponselnya di atas tempat tidur berjalan keluar kamar menuju balkon "Citra.. citra.. hei! Nona kecil! Apa kau di bawah sana..? Citraaaa!!" Mia menggaruk pipinya yang tidak gatal, lampu kamar masih menyala itu artinya Citra masih belum tidur tapi di mana dia apakah benar-benar di atas atap?

Mia segera menuju tempat menjemur pakaian dekat tangki penampung air. Sedikit berjinjit mengintip ke atas genteng dan benar saja ada Citra dia tas sana sambil menggigit wortel di mulutnya. Mia yang melihat itu memijit pelipisnya ia tidak tahu harus menyebut temannya itu spesies apa. Apakah spesies monyet atau spesies kelinci. Karena dia sangat pandai memanjat ke atas sana dan tidak lupa sebuah wortel segar di mulutnya.

"Citra! Apa yang kau lakukan di atas sana! Apa kau tidak lapar! Ayo keluar dan cari makan dulu. Setelah itu kau bisa melanjutkan menggalau lagi!"

Citra yang sedang berbaring di atas genteng menatap langit malam berbintang bergumam pelan. "Mia.. seperti apa rasanya di cintai?"

Mia yang mulai merasakan pegal di tengkuknya berkata "Sangat mengagumkan! Sama seperti kau mencintai seseorang!"

Citra menghela napas bergumam lagi "Mmm.. begitu.. tapi kenapa aku tidak merasakan apa pun lagi sekarang? Apakah aku benar-benar tidak bisa merasakan cinta lagi?"

"Omong kosong apa yang kau bicarakan! Sudahlah ayo kita keluar sebentar cari makanan. Setelah itu kau bisa berpikir lebih jernih lagi." Mia berkata sambil memijit tengkuknya "Dan turun dari sana! Mana ada gadis yang hobi memanjat atap! Citra turun! Apa kau tidak merasa takut!"

"..."

Mia menghela napas lagi "Hah! Sudahlah, di mana kunci mobilmu biar aku yang pergi sendiri! Jika menunggumu mungkin aku sudah kering kelaparan.."

"...Di kamar! Di meja belajar!"

Setelah mendapatkan jawaban Mia langsung pergi sambil bersungut-sungut marah. Citra menatap bintang di langit sambil terus mengunyah wortel yang ia ambil dari kulkas kecil di kamarnya. Suara kruch-kruch-kruch terus terdengar. Sayup-sayup ia juga bisa mendengar deru mesin mobilnya meninggalkan parkir kos.

Citra berbaring menyamping, merasakan selimut alam yang dingin, serta suara jangkrik layaknya seperti musik pengantar tidur terdengar nyaman di telinga. Dari atas atap ia bisa melihat semuanya termasuk kos cowok yang berada tidak jauh dari kosnya.

Kos cowok itu selalu ramai, setiap malam mereka selalu duduk mengumpul di halaman sambil menikmati unggun kecil di temani gitar dan nyanyian yang terus berganti dari waktu ke waktu. Terasa menyenangkan, kadang Citra juga bisa mendengar suara nyanyian mereka dan ikut bernyanyi bersama dengan suara kecil seraknya.

"... Citraaa... Citraaa.."

Citra terkejut siapa yang tidak tahu malu memanggil namanya seperti itu berteriak-teriak seolah dirinya memiliki hutang banyak dan bersembunyi dari penagih.

"Citra! Hei! Di sini!"

Citra bangun dari berbaring menatap sekeliling, dengan posisinya di atas atap ia bisa dengan mudah melihat ke segala arah tapi tidak ada yang akan tahu kalau dia berada di atas atap kecuali Mia. Lalu suara siapa yang mengganggu itu.

"Di sini.."

Arah suara itu berasal dari kos cowok. Citra mengerut kening menyipitkan mata untuk mencari siapa yang telah memanggilnya dan melihat persembunyiannya di sini.

"Citra.. hei.. di sini!"

Mata Citra terbelalak penuh kejutan bibirnya bergerak seolah mengatakan "Kau gila!"

Sosok yang memanggilnya itu adalah Wisnu yang juga berada di kos cowok tapi dia duduk di balkon memegang piring, mengacungkan piring ke arah Citra seakan mengajaknya makan bersama. Citra mendengus "Ada apa dengan otak laki-laki itu!"

"Hei! Citra sedang apa kau di atas atap? Apa kau sudah makan malam?"

"Apa urusanmu!" tapi suara Citra tidak sekeras suara Wisnu.

Tapi sayang Wisnu tidak bisa mendengarnya lelaki itu terus tersenyum manis ke arahnya. Tapi tidak dengan Citra, senyum gadis itu membeku menatap senyum Wisnu. Dulu.. bertahun-tahun lalu.. ia pernah meminta dan berharap senyum itu hanya tertuju untuknya. Tapi jawaban laki-laki itu membuat hatinya seakan di cabik-cabik.

Bukan senyum hangat yang ia dapat tapi senyum dingin yang membekukan. Citra menatap datar pada Wisnu lalu berbalik dan turun dari atap setelah mengunyah potongan terakhir wortel yang di bawanya.

"Citra hati-hati! Jangan sampai jatuh!"

Citra dapat mendengarkan teriakan Wisnu mengingatkannya untuk berhati-hati. Tapi hati Citra sudah beku perhatian seperti apa pun tidak akan menggoyahkan hatinya. Baginya Wisnu hanya masa lalu yang telah terkubur bersama rasa sakitnya.

"Eh! Kau tahu saja kalau aku sudah pulang! Bagus kau sudah turun ayo kita makan bersama.." sahut Mia yang baru saja datang membawa kantong makanan menuju kamar Citra sambil meletakkan kunci mobil kembali ke atas meja belajar kemudian berjalan ke arah rak mengambil piring "Kenapa wajahmu masih kusut? Aku pikir setelah dari sana kau akan kembali seperti biasanya.. apa yang terjadi apa kau tidak menemukan ketenangan lagi?!" tanya Mia sambil memindahkan makanan ke dalam dua piring. Ia meletakkan salah satunya di depan Citra dan satunya untuk dirinya sendiri.

"Pria gila itu! Apakah kosnya di seberang?"

Mia bingung dengan maksud 'pria gila itu' siapa yang sudah mendapat predikat gila dari Citra ini sesuatu yang sangat langka. "..Pria.. gila.. itu.. maksudnya pria yang mana? Ada banyak pria di sana.." tanya Mia memastikan kebingungannya.

Citra melirik ke sudut kaki meja bibirnya terkatup menolak untuk sekedar menyebut namanya saja. Melihat reaksi sahabatnya Mia tidak berani bertanya lagi. Hanya ada satu pria yang paling tidak di inginkan Citra dan pria itu adalah senior mereka. Wisnu.

"...Aku tidak tahu tentang itu! Kalau kau tidak bertanya padaku. Apa kau ingin tahu? Aku bisa mencari tahu untukmu.. di sana juga ada temanku.." ujar Mia senang.

Bibir Citra berkedut "Lupakan! Aku tidak ingin tahu apa pun tentangnya. Dan di masa depan jika kau mendapat kabar apa pun tentangnya jangan beritahu aku! Kau mengerti!"

Mia mengangguk patuh namun otaknya penuh dengan ide gila. Jika benar Wisnu tinggal di kos seberang maka ceritanya akan lebih mudah lagi. Selama ini Citra selalu sendiri dan bersikap dingin pada semua orang yang mengulurkan cinta padanya. Sekarang ia harus membantu sahabatnya itu untuk merasakan cinta yang sebenarnya. karena cinta itu indah.

****