"Ya.. aku baru saja melakukannya! Jangan khawatir! Aku akan membantumu meskipun aku belum menyukaimu sepenuhnya tapi aku juga ingin melihat sahabatku jatuh cinta lagi." Kata Mia dengan ponsel yang tertempel di telinganya.
Citra datang menatap Mia heran "Kau belum memanaskan mobilnya?"
Mia terkejut segera membelakangi Citra dan berbisik di teleponnya "..Aku tutup dulu dia sudah datang!" mia berbalik dan nyengir lebar.
Citra semakin jengkel "Kau salah minum obat? Cruch! Cruch!"
"Apa yang kau makan! Apa! Wortel lagi! Apa kau kelinci!" teriak Mia tidak percaya.
"Aku lapar! Lagi pula wortel bagus untuk mata! Apa yang salah dengan itu? Selain menyehatkan mata perutku juga kenyang!"
Mia segera mengatup bibirnya matanya mengerjap tidak percaya kenapa setiap Citra membuka mulut ia selalu kalah dan tidak bisa membalasnya. Ketika ia ingat sesuatu Mia melempar kekalahannya ke belakang "Ah, aku hampir lupa. Sepertinya mobilmu perlu di servis.. ini tidak menyala saat aku menghidupkannya."
Citra terkejut "Apa! Bagaimana bisa? Baru satu minggu lalu.. apakah mobil ini sudah tua! Kenapa sangat mudah untuk mogok!" gerutu Citra mencoba menstater mobilnya tapi tetap tidak bisa hidup. Citra melihat jam di pergelangan tangannya, jika ia menggunakan angkutan umum pada jam-jam ini jelas ia sudah tidak akan mendapatkan tempat lagi, karena semuanya penuh. Sedangkan dia hanya memiliki waktu sepuluh menit lagi sebelum kelas di mulai "Sepertinya aku harus menjual mobil ini juga!" gerutunya.
Mata Mia melebar, apakah ini type orang kaya yang kelebihan uang sesuka hati menjual dan membeli barang seperti membeli pakaian. "Hei! Kau tidak harus menjualnya bukan! Mobil ini masih model terbaru bagaimana bisa kau menjualnya dan mengatakannya sudah tua!"
"Berhenti mengoceh! Sebaiknya kau pikirkan cara bagaimana kita harus berangkat ke kampus sekarang!"
Mia menatap Citra takut-takut berharap sahabatnya itu tidak menggunakan kelebihannya lagi untuk membaca pikiran orang lain. "Aku akan menelepon temanku dulu.."
Tit tiiiitt
Citra dan Mia menoleh ke arah bunyi klakson, sudut bibir Mia terangkat diam-diam. Pucuk di cinta ulam pun tiba, kira-kira seperti itulah pepatah yang ia tahu, dan tentu saja ia juga tidak tahu apa arti dari pepatah itu.
"Hei! Mia. Kenapa kalian masih di sini?" kepala Wisnu melongok keluar dari jendela mobil setelah kacanya di turunkan. Mia tersenyum lebar mengedipkan sebelah mata tanpa di ketahui Citra kalau sahabatnya itu sedang mempermainkannya.
"Ya, mobil kami mogok! Sepertinya kami akan terlambat sampai ke kampus.." sahut Mia seolah ia tidak tahu apa-apa.
Citra masih membelakangi Wisnu tidak ingin menatap laki-laki itu apa lagi mendengar suaranya.
"Kebetulan sekali bagaimana kalau kalian pergi bersamaku saja. Naik angkutan umum akan membuat kalian terlambat masuk kelas." Wisnu menawarkan bantuan. Citra meliriknya sekilas.
"Terima kasih! Kami bisa naik angkutan.. eh! Mia.. apa yang kau lakukan!" teriak Citra sambil menepuk tangan sahabatnya itu tapi Mia tidak berhenti sampai di sana, ia tersenyum lebar sambil mengucapkan terima kasih pada Wisnu.
"Terima kasih! Kau sangat membantu kalau tidak kami benar-benar akan terlambat masuk kelas! Ayo citra! Jangan pilih-pilih sekarang kita sudah tidak punya waktu lagi, apa lagi kita juga memiliki kuis bukankah kau tidak ingin ketinggalan! Ayo masuk!" mia langsung mendudukkan Citra di kursi penumpang bagian depan di samping Wisnu yang masih tersenyum hangat.
mia melihat senyum Wisnu yang mungkin sudah mengeringkan giginya tapi sepertinya Citra tidak memberikan banyak reaksi, sahabatnya itu hanya duduk menatap keluar jendela tidak peduli pada orang yang sedang tersenyum padanya. Mia terbatuk pelan menghilangkan kecanggungan dalam mobil.
"Apa kau juga ada jadwal kuliah pagi?" tanya Mia.
"Tidak! Tapi aku masih harus menyelesaikan prosedur kepindahanku dulu." Jawab Wisnu pelan dan melajukan mobil jazz putihnya di jalan raya. Wisnu dalam satu menit pasti akan melirik ke arah Citra sebanyak tiga kali, saat itulah ia melihat tatapan Citra jatuh pada kua bakar, tapi sayang toko itu sedang tutup sekarang dan akan buka lagi saat malam nanti. "Aku ingat kau juga menyukai roti bakar sama sepertiku.."
Citra masih tidak memberikan reaksi apa pun tapi tubuhnya sedikit bergerak "Tidak! Aku tidak suka roti bakar!" jawabnya dingin.
Wisnu terkejut "..Tapi waktu itu."
"Tidak ada lagi! Aku sudah tidak menyukainya lagi!" potong Citra cepat.
Mia yang duduk di bangku belakang menatap Citra dan Wisnu silih berganti saat tatapan Mia bertemu pandang dengan Wisnu ia segera menyuruh Wisnu terus mengajak Citra bicara. Wisnu mengerut kening.
"Tiga tahun ini kau terlihat berbeda.."
"Tentu saja!" jawab Citra cepat "Setiap orang harus berubah aku juga sama."
Wisnu menjadi serba salah, mobil semakin mendekati universitas rasanya Wisnu ingin menempuh perjalanan yang lebih jauh supaya ia bisa bersama Citra lebih lama lagi meskipun gadis itu menolak untuk melihatnya. "Tiga tahun ini.. apakah kau baik-baik saja.."
"Ya dan tidak! Kau tidak perlu tahu!"
Mia yang mendengarnya di kursi belakang menepuk kening tanpa daya. Citra memang sulit untuk di hadapi ketika dia sedang kesal. Dan sumber kekesalannya itu ada pada pria tampan di sebelahnya.
"Jam berapa kalian selesai kuliah nanti!"
"Jam sebelas!"
"Jam tiga sore!"
Wisnu melirik Citra di sebelahnya lalu beralih pada Mia yang duduk di belakang melalui kaca spion tengah, kenapa jawaban dua orang ini berbeda. Mia menjawab jam sebelas tapi Citra menjawab jam tiga sore. Tapi Wisnu tahu jawaban Mia adalah yang benar.
"Bagaimana kalau kita pulang bersama nanti! Sekalian makan siang bersama." Ajak Wisnu.
"Boleh!"
"Tedak perlu!"
Sekali lagi jawaban yang berbeda. Mia melotot pada Citra di kursi depan sedikit menendang bagian belakangnya dengan tatapan memperingati. Citra mendesis.
"Aku tidak mau panas-panas dan berdesak-desakan di angkutan umum! Pokoknya kita pulang bareng Wisnu titik!" tegas Mia tidak mau kalah.
Citra segera menutup mulutnya keningnya berkerut tapi ia tidak mengatakan apa pun, mobil berhenti di parkir kampus. Tanpa banyak kata Citra turun dan pergi tanpa menoleh ke belakang lagi. Wisnu menatap punggung Citra muram.
"Dia membenciku!"
Mia yang masih duduk di belakang menghela napas "Jangan khawatir jika kau benar-benar serius dengannya maka aku akan membantumu! Dan jangan lupa tunggu kami pulang nanti! Dia tidak akan bisa melawan! Percaya padaku!" ujar Mia sambil menepuk dada dengan percaya diri.
Wisnu tersenyum "Terima kasih banyak!"
***
Citra yang sudah masuk ke gedung fakultas menggerutu tidak percaya, saat itu seniornya yang seorang berdarah campuran datang membawa sebuah buku tebal ke arahnya. Citra yang melihat itu tersenyum lebar "Kak Reza! kau menemukannya?" teriak Citra senang pandangannya tidak lepas dari buku tebal di tangan seniornya itu.
****