"..Aku mencintaimu.." Mia memejamkan mata nikmat dengan setusuk sate ayam di tangannya mulutnya terus komat kamit mengulang kejadian tadi siang ketika mereka di parkiran. Citra meliriknya sekilas dia mulai bosan memiliki sahabat seperti Mia boleh kah ia membuangnya ke pulau amazon.
"Hei! Cit.. dia begitu tampan idola kampus.. apa kau benar-benar tidak merasakan apa pun saat dia mengatakan 'aku mencintaimu?'" Citra mengabaikan Mia dan terus makan tusuk demi tusuk sate ayam di piringnya " Aku melihat tatapannya.. itu bukanlah tatapan cinta biasa.. apa kau tidak berpikir untuk kembali padanya?"
Kening Citra berkerut "Apa maksudmu dengan kembali padanya! Sejak kapan aku jadian dengannya! Huh! Aku tidak akan pernah menjadi kekasihnya! Tidak akan pernah dulu maupun sekarang!" citra mendengus.
Mia mencebik "Yah, meskipun begitu kau sudah lama sendiri. Sejak kita kenal aku belum pernah melihatmu pergi berkencan, kecuali dengan buku-buku itu."
Citra mendelik jengkel "Apa pacaran bisa memberikan keuntungan untukmu?"
Mia tergagap mulutnya terbuka dan terkatup berulang kali sate yang menggantung di ujung mulutnya mulai terasa dingin "Kau.. apa selama ini pikiranmu seperti itu?" tanya Mia tidak percaya.
Citra mengangguk kalem "Tentu saja! Jika pacaran merugikan untukku maka aku menolak untuk menjalin hubungan! Lagi pula memiliki pacar terlalu banyak tekanan! Aku tidak suka memiliki tekanan aku suka kebebasan dan ketenangan! Melakukan apa pun yang aku suka tanpa ada yang protes atau pun mengaturnya!" Citra menatap Mia sinis "Dan kau! Bertahun-tahun pacaran apa yang kau dapat selain putus nyambung putus nyambung, patah hati, galau, tidak selera makan, kurang tidur bahkan tidak fokus belajar!"
Mia menelan ludah apakah ini sahabatnya kenapa dia sangat kasar, Mia yang merasa di aniaya menggigit tusuk sate terakhirnya dengan kasar mengunyahnya dengan kasar. Dalam hati Mia menyimpan banyak rencana untuk sahabatnya itu.
"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan jadi hentikan sekarang!"
Mia ternganga "Kau! Kenapa kau menunjukkan keahlianmu itu lagi! Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak membaca pikiranku!" teriak Mia ngeri sambil menunjuk Citra.
Citra mengangkat sudut bibirnya ke atas, matanya memicing "Kau.. hentikan tatapan seolah kau melihat hantu padaku!"
"Kau.. kau.. kau memang hantu!" teriak Mia dan berlari keluar membawa piring kosongnya pergi menjauh dari Citra ia tidak ingin isi kepalanya di geledah lagi oleh sahabatnya itu. Sudah lama sekali Citra tidak menunjukkan kelebihannya itu, tapi kenapa dia selalu melakukan padanya, kenapa tidak ia gunakan pada Wisnu.
Citra yang di tinggal sendiri termenung menatap tempat yang di duduki Mia sebelumnya. Benar Citra bisa membaca isi pikiran semua orang kecuali Wisnu. Karena itulah dia tidak bisa menebak apa isi kepala laki-laki itu, karena itu pula ia menolak untuk berada di dekat laki-laki itu. Ia tahu kelebihannya itu sesuatu yang langka dan tidak adil jika ia gunakan pada semua orang yang ia temui. Tapi sesekali ia juga ingin tahu apa yang sedang di pikirkan Wisnu tentangnya tapi ketika ia mencoba tidak ada apa pun di sana, kosong seperti selembar kertas yang belum di torehkan satu huruf pun.
"..Yah, andai saja aku bisa membaca pikirannya, mungkin aku masih bisa bertahan meskipun aku tahu dia tidak mencintaiku!" bisik Citra dengan suara lirih.
***
"Citra.. ayo kita pergi joging sebentar.." Mia mengetuk pintu pagi-pagi sekali.
Citra menarik selimutnya semakin tinggi matanya sedikit terbuka melihat jam di atas meja masih pukul setengah enam pagi. Citra mendengus dalam hati merutuk ini masih pagi tapi Mia sepertinya sangat tidak suka melihatnya untuk merasakan senang sedikit saja.
"Aku menolak untuk pergi! Kau pergilah sendiri!"
"Kau yakin? Aku sudah berjanji akan mengenalkanmu pada seseorang!"
Suara Mia terdengar jauh, Citra menarik selimutnya turun sedikit menegakkan kepalanya "Apa kau mengatakan sesuatu? Kau berjanji akan mengenalkan ku pada seseorang? Kapan kau berjanji padaku dan kapan aku menerima janji itu!" protes Citra kembali menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya.
"Ya! Aku salah bicara maksudku! Aku ingin mengenalkan mu pada temanku! Dan aku sudah berjanji padanya!" Mia mengoreksi kata-katanya.
"Aku menolak! Kau pergilah sendiri!"
Mia yang berdiri di depan pintu merengut sambil menampar pintu setelah itu ia meringis kesakitan karena terlalu ceroboh.
"Aku tahu siapa teman yang kau maksud itu pergilah! Sebelum aku melaporkan perselingkuhan mu pada pacarmu!"
Mia yang mendengar itu menganga tidak percaya "Kau! Kau! Kau melakukannya lagi! Ish!" kali ini Mia benar-benar pergi. Dia tidak berselingkuh hanya baru kenal dengan seorang senior dari jurusan sastra. Apakah itu juga perselingkuhan di matanya. Mia memijit pelipisnya tak berdaya. Di bawah selimut Citra tersenyum lebar dan kembali melanjutkan mimpinya.
****
Di tepi sungai Mia duduk di aspal kakinya menjuntai ke bawah, banyak orang yang lari pagi di sana karena tempatnya tidak terlalu jauh dari kos, selain itu pemandangan di sana lumayan bagus saat pagi hari.
"Kau sendiri, Mia.."
Mia menoleh dan mengangguk dengan senyum masam di bibirnya "Mmm.. dia lebih mencintai kasurnya dari pada kau!" sahut Mia pada sosok yang ikut duduk di sampingnya.
Sosok itu terdiam cukup lama "Mmm.. dia mungkin sangat membenciku!"
Melalui teman yang di maksud Mia sebelumnya akhirnya ia bisa mengetahui nomor ponsel Wisnu dan mereka bisa bertukar sapa tadi malam, sampai berjanji untuk membawa Citra pergi lari pagi tapi pada akhirnya sahabatnya itu sudah mengetahui rencananya.
Mia juga tidak ingin bertanya banyak tentang yang masalah yang terjadi antara mereka bertahun-tahun lalu. bagi Mia cerita Citra sudah separuhnya benar dia memang mencintai laki-laki yang duduk di sebelahnya ini, tapi sayang laki-laki ini mencintai orang lain. Dan demi melepaskan perasaannya itu Citra bahkan pindah sekolah. Bertahun-tahun berlalu mereka masih harus di pertemukan, bagi Mia ini bukanlah suatu kebetulan saja tapi sebuah takdir.
"Kau mencintai sahabatku?"
Wisnu tersenyum menatap jauh ke sungai yang berombak ke tepi "..Andai aku tahu lebih cepat kalau cinta itu ada di sisiku selama ini mungkin aku tidak akan seperti ini menyesal setelah kehilangannya."
Mia hampir tersedak "Jadi sekarang kau ingin mengejarnya?" mengingat sifat Citra yang sekarang ia takut kalau Wisnu harus melewati kesulitan dulu.
"Bagaimana menurutmu apa aku masih memiliki kesempatan?" tanya Wisnu balik.
Mia terdiam sesaat lalu berkata "..Itu.. aku tidak yakin melihat betapa kerasnya dia menghindarimu.. aku pikir dia tidak ingin melihatmu.."
Wisnu mengangguk "Itu salahku yang membuatnya seperti itu. Tidak masalah apakah dia akan memberiku kesempatan atau tidak tapi aku akan terus mengejarnya.. tidak peduli berapa kali aku di tolak aku akan terus mengatakan hal yang sama terus menerus. Mengatakan kata yang tidak sempat aku ucapkan untuknya, dan tersenyum untuknya seperti yang dia inginkan selama ini.."
***