Wisnu pura-pura berjalan ke arah parkiran di sana ia melihat Citra marah-marah sambil menendang ban mobil serta memukulnya, meski pun ia tahu akibat dari memukul benda keras akan menyakiti dirinya tapi Citra sepertinya tidak menyerah.
Wisnu mendekati Citra dan tidak menyangka akan mendapat semburan api kemarahan lagi. Ia sebenarnya sudah menebak sedan Altis hitam itu milik Citra setelah melihat plat mobilnya. Tapi ia masih sengaja memarkir mobilnya begitu dekat sampai jaraknya hanya dua jengkal tangan saja "Oh.. maafkan aku.. aku tidak tahu kalau mobil ini milikmu!"
Wisnu melihat Kening Citra semakin berkerut ketika gadis itu berbalik memutar badannya menatap tajam ke arahnya Wisnu merasa sumpah serapah dalam hati Citra hampir menyembur lagi padanya, tapi segera berbalik meninggalkan punggungnya seperti biasa sambil menyilangkan kedua tangannya di dada berkata datar dan dingin.
"Singkirkan cepat mobilmu!"
Wisnu tersenyum kalem Citra periang yang dulu selalu membawa bekal untuknya kini terlihat berbeda gadis itu entah sejak kapan sudah memasang tembok es yang tinggi untuk melindunginya "Oke sebentar aku akan mencari kunci mobilku dulu!" Ia merogoh saku jaket dan celananya mencari-cari sesaat kemudian ia menatap Citra dengan pandangan bersalah.
"A-apa sekarang?!" tanya Citra khawatir.
"Aku lupa kunci mobilku pada temanku!" Wisnu baru ingat bahwa kunci mobil ada dalam ransel yang di bawa oleh temannya. Seketika emosi Citra meledak sekali lagi, wisnu bahkan sampai memejamkan mata ngeri.
"APA!! KAU SENGAJA MELAKUKAN SEMUA INI BUKAN!!! CEPAT PANGGIL TEMANMU ITU!!" teriak Citra menggebu-gebu. Mia bahkan melangkah mundur tidak ingin tersambar kilat emosi dari Citra.
Wisnu terkejut tapi secepat hembusan angin ekspresinya kembali tenang "Tunggu sebentar.." sambil mengeluarkan ponselnya menghubungi seseorang. Citra menolak untuk menatap Wisnu jadi gadis itu kembali memberikan punggung dinginnya pada laki-laki itu, wajahnya berkerut merengut kesal. Wisnu merasakan kalau Citra sudah tidak ingin berada di tempat yang sama dengan dengannya, apakah gadis itu benar-benar membencinya?
"Temanku akan mengantarkannya sebentar lagi.." Wisnu berkata menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya, ia menatap punggung kurus Citra, sudut bibirnya kembali terangkat meskipun ada rasa sakit terselip dalam hatinya ketika di abaikan lagi dan lagi, tapi ia tidak akan menyalahkan Citra karena semua kesalahan memang berawal dari dirinya.
Citra telah menghilang hampir tiga tahun membuatnya kesulitan mencarinya. Ia tidak menyangka bahwa hari itu akan menjadi hari terakhirnya melihat gadis itu. Membuatnya tidak bisa tidur dan makan dengan baik, setelah ia lulus sekolah ia masih terus mencarinya namun tidak mendapatkan hasil sampai akhirnya dua bulan lalu, seorang teman melihatnya sedang mengikuti ujian masuk salah satu universitas.
Wisnu tidak ingin lagi menyesal karena telah melepaskan sosok yang begitu mencintainya. Tapi apakah masih ada cinta itu untuknya melihat sikap Citra yang selalu menatap tajam padanya.
"Maaf.. aku terlambat! Jarak fakultas kita lumayan jauh.." tiba-tiba seorang laki-laki datang menyerahkan kunci mobil pada Wisnu.
Citra masih membelakangi Wisnu berkata dingin "Cepat pindahkan mobilmu!"
Wisnu tanpa daya meminta temannya untuk memindah kan mobil ke tempat yang lebih luas. Tanpa berkata sepatah kata pun Citra berjalan ke arah mobilnya tapi Wisnu menahannya.
"Apa ini?!" suara Citra terdengar dingin dan jauh.
Jantung Wisnu bergetar ia tidak pernah mendapatkan tatapan tajam seperti ini sebelumnya, dulu Citra selalu memandangnya lembut dan penuh kasih. Wisnu menebalkan wajahnya menatap Citra lembut "Apa kau punya waktu besok?"
Citra terdiam besok adalah hari libur tidak ada jadwal kuliah tapi ada banyak tugas yang harus ia selesaikan tidak ada waktu untuk bepergian "Tidak!"
"Lalu bisakah aku datang ke tempatmu sebentar saja!" Wisnu sedikit memohon.
"Aku tidak menerima tamu! Jadi bisa kau lepaskan tanganku sekarang!" desak Citra berusaha melepaskan genggaman tangan Wisnu di pergelangan tangannya.
Genggaman tangan itu terlepas dan Citra langsung berjalan ke arah mobilnya di ikuti Mia di belakangnya "Citra maafkan aku! Aku mencintaimu!"
Langkah Citra terhenti tiba-tiba sudut bibirnya tersenyum kecut, matanya terpejam sesaat bibirnya bergetar "Kenapa? Apa kau mulai bosan jadi sekarang kau ingin mempermainkan perasaanku lagi!" Citra menatap Wisnu melalui sudut matanya "Maaf! aku sudah tidak memiliki perasaan itu lagi! Mia cepat masuk ke dalam mobil!"
Mia yang tidak ingin menyulut kemarahan Citra buru-buru membuka pintu mobil bagian penumpang di samping supir, mobil melaju meninggalkan debu tebal bersama Wisnu yang menatap mereka pergi. Mia menoleh ke belakang menatap Wisnu heran. Ia masih tidak percaya sebenarnya sahabatnya ini pernah tergila-gila pada laki-laki tampan itu. Yah, tentu saja jika itu dirinya mungkin ia sendiri akan lebih tergila-gila lagi.
"Kau.. baik-baik saja?"
"Hm.. aku terlalu bodoh saat itu! Hingga membutakan mataku!!" katanya sinis mengingat kebodohan dirinya waktu itu.
Mia menelan ludah "Tapi apakah kau tidak pernah berpikir, mungkin saja ada kesalah pahaman di antara kalian? Jika tidak bagaimana dia begitu sabar denganmu! Dengan emosimu yang meledak-ledak itu."
Citra menoleh ke arah Mia "Kau ingin jalan kaki pulang?"
Mia segera menggeleng dengan hebat "Tidak! Maaf aku salah bicara!"
"Nah, aku pikir kau sedang membelanya tadi, jika benar begitu maka turun sekarang dan pulang sendiri!"
Mia tersenyum canggung meskipun ia ingin membela Wisnu tapi keberaniannya tidaklah sebanyak itu. Di tambah sekarang sedang panas dan macet ia tidak akan mau naik angkutan umum berdesakan, serta pengap dengan bau keringat yang menyengat hidung.
Citra dan Mia tinggal di kos yang sama, hanya saja kamar Mia berada di lantai dua sedangkan Citra berada di lantai satu. Citra membuka pintu kamar Mia yang mengikutinya bertanya "Apa kau benar-benar tidak ingin bertemu dengannya besok? Mungkin ada sesuatu yang penting ingin ia sampaikan padamu!"
Citra mendengus "Penting! Tidak ada lagi yang penting antara kami! Semua sudah selesai! Sudahlah jika kau masih mengungkitnya jangan harap berangkat kuliah bersama ku lagi!" ancamnya.
Mia segera membuat gerakan mengunci mulut dan melarikan diri menuju lantai dua, sebelum Citra mengamuk lagi, mungkin ia akan bertanya lagi nanti setelah emosi sahabatnya itu tenang.
****
Malam harinya Mia sedang bicara melalui telepon dengan pacarnya merasakan perutnya yang lapar, seakan cacing sedang berdendang di perutnya, ia menatap jam pukul setengah delapan malam biasanya suara Citra akan terdengar memanggilnya tapi hampir pukul sembilan malam tidak ada suara sama sekali.
"Nanti aku telepon lagi!" ujar Mia dengan ponsel tertempel di telinganya.
"Apa yang terjadi? Kau terlihat gelisah?" tanya suara di ujung telepon.
"Aku lapar! Biasanya Citra sudah memanggilku untuk keluar mencari makan tapi ini hampir pukul sembilan dia masih belum muncul!" ujar Mia lagi dengan nada merengut.
****