Chereads / The Palace of Heart / Chapter 2 - Menyesali

Chapter 2 - Menyesali

Di sebuah istana nan megah bernama istana Maureen, terlihat seorang gadis yang tengah bersitegang dengan sang Ayah. Terlihat sang ayah tengah membujuk putrinya yang tidak ingin menuruti ucapan ayahnya.

"Ayah. Aku isi seorang putri, masa iya harus turun langsung melihat desa itu? Ayah kan tahu bagaimana keadaan di luar sana. Bagaimana jika aku terluka? Bagaimana jika aku di hadang oleh penjahat? Ayah tega banget melakukan hal ini padaku!"

"Anaesha. Ayah memintamu datang ke sana sendiri, karena Ayah ingin membangun istana di sana untukmu nanti," ucap sang Ayah.

"Apa? Membangun istana untuk ku? Apa Ayah ingin mengusirku dari istana ini?"

"Ayah tidak akan melakukan hal itu, jika saja kamu mau menggantikan posisi Ayah, kamu sudah dewasa dan sudah sewajarnya jika kamu mendapatkan posisi sebagai ratu di kerajaan Maureen ini."

"Kan ada Kak Anesta. Bukankah dia sudah menjadi Ratu saat ini. Dan apa salahnya jika dia juga menjadi Ratu di istana ini," ucap Anaesha.

"Jika kau berani membantah perkataan ku, maka kau akan–"

"Baiklah-baiklah, Ayah. Aku akan pergi ke desa itu, dan aku akan mencari pria tampan di sana dan akan menikahinya nanti," ucap Anaesha.

"Jangan coba-coba melakukan hal bodoh Ana! Kau tahu di sana tidak ada seorang bangsawan, di sana hanya ada petani dan peternak saja, jika kau berani menjalin hubungan dengan pria rendahan, aku akan memenggal kepalamu!" ucap sang Ayah seraya pergi meninggalkan Anaesha.

"Ayah! Ini tidak adil! Ayaaahhh!"

Anaesha berteriak memanggil ayahnya, tapi sayang sang ayah tidak menghiraukannya. Dengan kesal Anaesha berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamarnya, di ikuti oleh para pelayannya.

"Apakah kalian akan terus membuntutiku? Aku ingin tidur sebentar kepalaku pusing!" ucap Anaesha pada para pelayannya.

"Tapi yang mulia–"

"Jika kalian membantah, aku akan mencungkil bola matamu itu!" ucap Anaesha.

Para pelayan itu pun tak berani membantah lagi karena Anaesha tidak pernah main-main dengan ucapannya. Anaesha adalah anak bungsu dari raja Antonio dan mendiang Ratu Sabrina. Anaesha adalah gadis yang tegas dan juga dingin. Namun di balik sikapnya itu ia memiliki watak keras kepala dan tak suka di bantah. Jangankan pelayannya sang Ayah pun terkadang tak bisa melawan keinginan Anaesha. Untungnya Anaesha sosok putri raja yang tidak semena-mena terhadap warganya, ya terkadang ia juga sedikit berbuat kasar jika sedang benar-benar tersinggung. Berbeda dengan sang kakak yang lebih terlihat anggun dan lemah lembut, hingga sang Ayah mengangkat Anesta kakak dari Anaesha sebagai ratu di kerajaan selatan. Dan tidak ada yang tahu di balik sikap anggun Anesta menyimpan rahasia yang tak dapat di ketahui oleh siapapun termasuk ayahnya.

"Putri Anaesha, Anda di minta datang ke aula istana oleh Yang Mulia Raja," ucap seorang pelayan.

"Pasti membicarakan soal yang tadi, menyebalkan," ucap Anaesha.

Dengan malas Anaesha pun berjalan menuju aula yang tempat ayahnya berada, sesampainya di sana Anaesha menghela napasnya, pasalnya di sana sudah ada sang Kakak yang terlihat baru saja tiba.

"Halo, Ana. Bagaimana kabarmu?" tanya Anesta.

"Apa kakak tidak bisa melihat bagaimana keadaan ku sekarang?" ucap Anaesha ketus.

"Ana! Jaga ucapanmu!" bentak raja Antonio.

Anaesha hanya mencebikkan bibirnya, ia sudah biasa dengan perlakuan berbeda dari sang Ayah. Sang Ayah lebih membela Anesta, karena putri sulung nya itu lebih kalem dan penurut, berbeda dengan Anaesha yang terlihat kalem tapi sangat arogan dan pembantah. Pada dasarnya Anaesha tidak suka di atur-atur.

"Lihatlah kakakmu, dia berhasil memimpin kerajaan nya dengan baik dan juga makmur. Bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan selama ini? Hanya bermain-main saja," ucap raja Antonio.

"Ya aku hanya bermain-main. Bermain-main dengan pedang dan baju zirah. Pernahkah dia memegang pedang dan menusukkan pada pemberontak? Pernahkah dia memakai baju zirah dan mendapat goresan pedang dari musuh? Bahkan dia tidak pernah tahu mana perbatasan kerajaan kita, jangan pernah samakan aku dengan dia, Ayah. Kita berbeda," ucap Anaesha.

"Ana–"

"Cukup, Ayah. Aku sudah cukup menyambut kedatangan ratu Anesta yang terhormat, dan aku harus mempersiapkan diri untuk ke desa yang ayah pinta, jadi aku permisi," ucap Anaesha lalu ia pergi meninggalkan aula tersebut.

"Anesta, maafkan sikap Ana," ucap raja Antonio.

"Aku tidak apa-apa Ayah, dia masih sangat muda untuk menjadi pengganti Ayah. Harap Ayah memaklumi hal itu," ucap Anesta.

"Ya, kau benar. Aku harus lebih keras lagi padanya."

Anesta tersenyum mendengar ucapan sang ayah. Namun dalam hatinya ia merasa geram atas sikap Anaesha yang tidak menghormatinya, pasalnya ia adalah seorang Ratu. Sementara Anaesha masih seorang putri mahkota. Ia heran pada sikap sang adik, entah dari mana sifat keras kepalanya itu berasal, pasalnya dulu Anaesha sangat pendiam dan anggun, namun semenjak kematian ibu mereka Anaesha berubah menjadi sosok keras kepala dan juga pembangkang terhadap ayahnya bahkan dirinya. Anesta pulang karena ia ingin meminta bantuan pada Ayahnya, untuk merebut sebuah desa yang di jarah oleh perompak, dan kerajaan nya membutuhkan prajurit yang kuat. Sebenarnya ia ingin Anaesha yang memimpin perang untuk merebut desa tersebut, tapi mungkin itu tidak mungkin karena terlihat Anaesha ingin pergi ke tempat yang ayahnya perintahkan. Jadi Anesta harus mengurungkan niatnya meminta sang adik untuk membantunya.

Sementara Anaesha kini ia tengah mempersiapkan diri untuk pergi ke sebuah desa yang di perintahkan oleh sang Ayah. Oa tidak terlalu banyak membawa barang, yang ia butuhkan hanya beberapa pakaian, karena ia hanya satu minggu di sana. Yang ia butuhkan hanyalah senjata, seperti pedang belati dan yang lainnya. Mungkin hanya Anaesha, sosok putri raja tapi berjiwa ksatria. Sama sekali tidak ada anggun-anggunnya, tapi itulah Anaesha. Setelah semua persiapan sudah selesai, kini Anaesha menuju ruangan sang raja untuk berpamitan.

"Yang Mulia, Putri Anaesha ingin bertemu," ucap sang pelayan pada raja Antonio.

"Persilakan dia masuk."

Pelayanan itu pun memanggil Anaesha untuk menemui sang raja.

"Ayah, aku akan berangkat sekarang ke desa yang ayah perintahkan," ucap Anaesha.

"Ana, seharusnya kamu pergi besok, dan ini sudah sore, nanti kamu akan bermalam di hutan," ucap Raja Antonio.

"Apa bedanya berangkat sekarang dan besok? Toh sama-sama akan bermalam di hutan kan?" tanya Anaesha.

"Setidaknya, jika berangkat ke besok kau akan bermalam di satu hutan saja," ucap Raja Antonio.

"Bagiku tidak masalah," ucap Anaesha.

Raja Antonio hanya menghela napasnya, percuma juga memberi tahu kepada anaknya, karena anak bungsunya itu sangat keras kepala.

"Terserah kau saja, Ana," ucap raja Antonio akhirnya.

"Oh iya Ayah, aku datang ke sana bukan sebagai putri raja, tapi sebagai prajurit, aku tidak mau di kenali, karena aku akan melihat karakter rakyat disana, mana penjilat dan mana yang jujur," ucap Anaesha seraya melirik sang kakak. Sementara Anesta merasa geram atas ucapan sang adik.

"Iya, Ayah mengerti. Berhati-hatilah dan pulanglah dengan selamat," ucap Raja Antonio.

"Baik, aku berangkat."

Anaesha pun berangkat meninggalkan istana dengan para prajurit nya.