Chereads / The Palace of Heart / Chapter 5 - Anak Panah

Chapter 5 - Anak Panah

Dingin angin malam mulai menyeruak di setiap pori-pori kulit Theodore yang kini tengah telanjang dada.

Seolah ingin mengupas kulit dan merasuk kedalam tulang dan membuatnya copot. Setiap orang tengah sibuk dengan rasa dinginnya malam hari yang tampak begitu terang.

Namun hal itu berbeda dengan Theodore, baginya hawa dingin seperti ini, adalah pakaian sehari-hari.

Hawa dingin tak mempengaruhi pekerjaan dan juga dirinya. Justru ia akan memanfaatkan keadaan ini dengan melatih kekuatan yang ia miliki. Ya tidak banyak yang tahu jika Theodore memiliki sebuah kekuatan yang bisa menghancurkan sebuah gunung yang tinggi, mendiang ayahnya melatih Theodore secara diam-diam. Mendiang ayahnya adalah seorang pengawal pribadi seorang putri Raja, sehingga kekuatan yang di miliki harus melebihi manusia pada umumnya, dan hal itu di turunkan pada Theodore.

Karena kekuatan itu sangat berbahaya bagi orang lain, maka ayah Theodore melatihnya di tempat yang sangat tersembunyi, bahkan hingga kini pun tak ada yang tahu di mana tempat itu, hanya Theodore saja yang tahu.

Malam ini Theodore tengah berjaga di sekitar rumah yang di tinggali oleh rombongan kerajaan. Ia berjaga dengan Mathew, ya memang hanya empat kesatria desa saja yang di minta menjaga para rombongan istana.

Mathew dan Theodore ialah orang yang paling kuat di antara banyaknya prajurit yang di miliki oleh desa ini.

"Theo, kira-kira mereka di sini berapa lama?" tanya Mathew.

"Entahlah, mungkin satu minggu, bisa juga lebih," jawab Mathew.

"Apa benar desa ini akan di bangun istana? Lalu bagaimana nasib para penduduk di sini?"

"Mereka akan membangun istana di hutan dekat gunung, desa ini di biarkan saja, mereka datang kemari hanya untuk melihat keadaan di sini," jawab Theodore.

"Baguslah kalau begitu. Aku khawatir saja jika desa ini di gusur, bagaimana nasib mereka," ucap Mathew.

"Jika itu terjadi, aku akan meminta pihak kerajaan untuk menjadikan semua warga desa sebagai pekerja istana," ucap Theodore.

"Kau pikir orang tinggi akan mendengar ucapanmu itu? Jangan bermimpi Theo," cibir Mathew.

"Karena hal itu tidak akan terjadi, maka aku berbicara seperti itu," ucap Theodore.

"Dasar kau–"

Braakkk!!

Sebuah suara mengagetkan Mathew dan Theodore yang tengah berbincang.

"Suara apa itu, Mathew?" tanya Theodore.

"Entahlah, ayo kita lihat."

Mereka berdua pun mencoba mendekati sumber suara yang membuat keduanya kaget tadi, dan suara itu berasal dari sebuah pohon yang berada di belakang rumah tempat singgah para rombongan istana.

Dengan perlahan Theodore dan Mathew mendekati tempat itu. Mata keduanya memicing saat melihat siluet manusia yang tengah mencoba berdiri dari tumpukan kotak kayu. Sepertinya orang itu tengah mencoba memanjat tumpukan kotak kayu milik rombongan istana.

"Berhenti atau, kepalamu akan putus dari tubuhmu!" ucap Theodore seraya mengarahkan pedang pada leher orang itu. Sementara Mathew ia mencoba menyalakan obor.

"Kau!" ucap Theodore dan Mathew serempak saat mereka melihat Anaesha.

"Kenapa kau mau memenggal kepalaku? Apa salahku, hah?!" tanya Anaesha pada Theodore seraya menyingkirkan pedang milik Theodore dari lehernya.

"Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini di sini?" tanya Mathew.

"Aku tengah mencari sesuatu di sini," jawab Anaesha seraya kembali membuka beberapa kotak kayu.

"Jika kau membutuhkan sesuatu, kau tinggal meminta pada pihak kami," ucap Theodore.

"Maafkan aku Tuan-tuan, tapi aku sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri. Jadi aku tidak mau merepotkan orang lain selama aku masih mampu melakukan hal itu," ucap Anaesha.

"Kau bilang tidak mau mengganggu orang lain? Lalu ini apa? Kau mengagetkanku dengan suara-suara benda yang kau jatuhkan itu," ucap Theodore.

"Aku tidak sengaja, di sini sangat gelap. Sudahlah sebaiknya kalian berdua pergi saja, aku sudah menemukan apa yang aku cari," ucap Anaesha.

"Menyebalkan," gerutu Theodore.

Theodore dan Mathew pun pergi meninggalkan Anaesha sendiri di tempat itu. Dengan kesal Theodore menggerutu di sepanjang langkahnya, gadis aneh yang bisa membuat jantungnya berdetak kencang itu.

Baru pertama bertemu sudah memporak-porandakan seisi dadanya.

"Hei tunggu!" teriak Anaesha.

Theodore dan Mathew menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Anaesha.

"Bisa kau pelankan suaramu itu! Ini sudah malam dan kau akan mengganggu orang lain," ucap Theodore.

"Opps! Maaf," ucap Anaesha seraya menutup mulutnya.

"Ada apa lagi?" tanya Theodore.

"Bisa temani aku ke sungai?" tanya Anaesha.

Theodore dan Mathew saling tatap mendengar ucapan Anaesha.

"Mau apa malam-malam begini kau ingin ke sungai?" tanya Mathew.

"Aku hanya ingin membasuh muka, air di sini tinggal sedikit," ucap Anaesha.

"Kami tidak mau!" ucap Theodore.

"Heei! Bukankah tugas kalian itu melayani kami?" tanya Anaesha.

"Bukankah kau tadi bilang tidak mau merepotkan orang lain, dan selaku mengerjakan apapun sendirian?" tanya Theodore.

"Itu– hhmmm."

"Sebaiknya kau pergi tidur saja, jangan mengganggu kami," ucap Theodore.

"Baiklah jika kalian tidak mau mengantar ku, aku bisa pergi sendirian," ucap Anaesha seraya pergi meninggalkan Theodore dan Mathew.

"Gadis aneh, ayo kita kembali istirahat,' ucap Mathew.

Theodore pun mengikuti Mathew kembali ke tempat mereka. Di sisi lain Theodore khawatir pada Anaesha, entah apa yang tengah ada dalam pikiran gadis itu, malam-malam begini ingin ke sungai.

"Kau kenapa Theo?" tanya Mathew.

"Aku akan mencari gadis itu, kau di sini saja," ucap Theodore.

"Kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran? Bukannya tadi kau sendiri yang mengatakan jika tak mau mengantar gadis itu?" tanya Mathew.

"Coba kau pikirkan, jika terjadi apa-apa dengan gadis itu, maka tamat sudah riwayat kita," ucap Theodore.

Mathew pun mengangguk atas ucapan Theodore. Setelah itu Theodore segera mengejar Anaesha, setelah menemukan sosok Anaesha yang berjalan menuju sungai. Theodore mengikutinya dari belakang agar tidak ketahuan oleh Anaesha, langkah Anaesha terlihat gesit, Theodore melihat hal itu sangat kagum dengan Anaesha.

"Sepertinya dia bukan gadis biasa. Apa dia seorang pengawal atau prajurit perang?" monolog Theodore.

Sesampainya di sungai, Anaesha merentangkan kedua tangannya, ia segera melepas ikatan rambutnya, sinar bulan purnama menyinari sungai itu, pantulan cahayanya memantul ke wajah Anaesha.

Hawa dingin yang terasa, seperti tak di gubris oleh Anaesha, gadis itu duduk di atas batu tepi sungai, kakinya ia celupkan kedalam air, sesekali menggoyangkan kakinya hingga menciptakan percikan air di sekitarnya.

Setelah itu Anaesha mulai membasahi rambutnya dengan air, lalu sedikit mengusap-usap rambutnya dengan ramuan khusus.

Setiap pergerakannya tak luput dari pandangan Theodore, pancaran bulan semakin membuat pergerakan Anaesha bagaikan tarian merak yang sangat indah bagi Theodore.

Netranya terus menelisik setiap inci gerakan Anaesha, hingga ujungnya saat Anaesha hendak membuka baju tanpa sadar Theodore menutup matanya dan membuat tubuhnya terhuyung ke belakang dan menginjak ranting kering yang ada di bawahnya.

Sraattt!

Nyaris, telat satu kedipan mata, sebuah anak panah pasti akan menembus kepala Theodore. Ya anak panah itu milik Anaesha, dengan refleks ia menarik anak panahnya ke arah suara yang ada di belakangnya.

"Apa kau gila?" teriak Theodore saat anak panah itu menancap tepat di ranting pohon dekat telinganya.

"Aku gila? Hei Tuan neh. Kau yang gila! Kenapa kau diam-diam mengikutiku? Kau mengintipku mandi ya? Dasar pria mesum!" ucap Anaesha.

"Aku tidak mengintipmu! Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja, hanya itu," ucap Theodore.

"Apa kau yakin Tuan Theodore?" tanya Anaesha seraya mendekat ke arah Theodore.

"Mau apa kau?" tanya Theodore saat tubuh Anaesha semakin mendekat pada tubuhnya.

"Aku?" tanya Anaesha seraya menunjuk wajahnya.

"Aku ingin mencium mu, Tuan Theodore."

"Ap–apa!'