Chereads / The Palace of Heart / Chapter 8 - Mematahkan Sihirmu

Chapter 8 - Mematahkan Sihirmu

"Apa!"

"Tidak usah terkejut, Theodore. Cepat kembalikan anak panahku," ucap Anaesha.

Namun bukannya menjawab ucapan Anaesha. Theodore justru menarik tangan Anaesha menjauh dari tempat dimana ada Mathew dan yang lainnya.

Sementara Mathew merasa asa yang aneh antara Theodore dan Anaesha. Namun ia tak mau ikut campur, justru ia senang jika Theodore menyukai gadis itu.

"Kenapa kau suka sekali menarik tanganku secara tiba-tiba?" tanya Anaesha kesal.

"Apa kau sedang bermimpi? Apa kau begitu terpesonanya padaku hingga kau memimpikan kita berciuman?" tanya Theodore saat mereka sudah menjauh dari orang-orang.

"Bermimpi? Terpesona padamu?" ucap Anaesha serata terkekeh.

"Tuan Theodore yang terhormat. Apa kau pikir aku ini pikun? Atau kau berpikir jika aku ini wanita sembarangan? Aku ingat betul, bagaimana kau mengikutiku ke sungai, lalu kau mengajakku ke rumahmu dan kau menyiapkan air hangat dan juga makanan untukku, setelahnya, kau mengantarku pulang, tapi di jalan kau malah menciumku dengan begitu lembut hingga akhirnya membuatku pingsan! Lalu siapa yang sebenarnya terpesona? Diriku? Atau kau yang terpesona padaku?" ucap Anaesha.

Theodore terkejut menyadari jika Anaesha mengingat segala kejadian tadi malam, pasalnya Theodore sudah memanipulasi ingatan Anaesha lewat ciumannya. Lalu apa yang terjadi? Kenapa gadis itu masih mengingatnya.

"Apa kau terkejut, Theodore?" tanya Anaesha.

"Itu hanya mimpimu, kau tertidur di tepi sungai tadi malam, dan aku menemukanmu lalu mengantarmu pulang," ucap Theodore mencoba berbohong.

"Aku bukan wanita yang sering kau tiduri. Yang dengan mudahnya kau manipulasi ingatan mereka agar tak bisa mengingat apa yang kau lakukan, aku berbeda, Theodore," ucap Anaesha seraya terkekeh di depan wajah Theodore.

Lagi-lagi Theodore terkejut mendengar ucapan Anaesha, selama ini tak ada seorang pun yang tahu soal kelebihannya itu.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang padaku?" tanya Theodore, ia sudah tak bisa lagi mengelak.

"Kembalikan anak panahku. Kalau tidak aku yang akan mengambilnya sekarang juga di tempatmu itu," ucap Anaesha.

"Ini," ucap Theodore seraya menyodorkan anak panah yang tiba-tiba saja berada di tangannya pada Anaesha.

"Terima kasih. Kau tenang saja aku tidak akan memberitahu siapa pun tentang kelebihanmu itu, begitu juga sebaliknya, jangan mengatakan pada siapa pun jika aku bisa mematahkan sihirmu itu," ucap Anaesha lalu ia berbalik dan meninggalkan Theodore.

Namun langkahnya belum jauh tangannya sudah di cekal oleh Theodore. Hal itu membuat Anaesha terkejut.

"Siapa kau sebenarnya, Ana?" tanya Theodore.

"Aku? Ana, utusan raja Antonio," jawab Anaesha.

"Apa kau seorang putri mahkota? Apa kau anak dari Raja Antonio?" tebak Theodore.

Anaesha terkejut saat Theodore menanyakan hal itu, ia menarik napasnya mencoba untuk mengurangi rasa gugupnya.

Apa ia harus jujur pada Theodore, siapa ia sebenarnya? Tapi pria itu baru ia temui beberapa jam yang lalu. Ia ragu untuk hal itu dan tampak berpikir apa yang akan ia katakan pada Theodore. Saat ia ingin mengatakan sesuatu, Theodore kembali membungkam bibirnya persis seperti tadi malam.

"Lepaskan, seperti kau yang tertarik padaku Theodore," ucap Anaesha saat ia berhasil melepaskan diri dari ciuman Theodore.

"Ya, kau memang putri Anaesha, anak ke dua dari Raja Antonio," ucap Theodore.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Anaesha.

"Mungkin kita pernah bercinta sebelumnya, makanya aku tahu siapa kau, Tuan Putri," ucap Theodore menggoda Anaesha.

"Tutup mulutmu, itu Theodore. Aku tidak pernah tidur dengan pria manapun, apa lagi kau!" ucap Anaesha kesal.

"Benarkah? Bagaimana kalau kita buktikan, apakah kau masih gadis atau sudah pernah tidur denganku," ucap Theodore seraya mendekati Anaesha.

"Sudahlah, jangan memojokkan diriku, kau tahu kan aku ini seorang putri mahkota, jadi mana mungkin aku bisa seenaknya tidur dengan seorang pria," ucap Anaesha.

"Lalu kenapa kau tidak mengatakan pada kami jika kau itu seorang putri mahkota?" tanya Theodore yang terus saja mendekatkan wajahnya pada wajah Anaesha.

"Ya ampun , jauhkan wajah sialanmu itu dariku," cibir Anaesha.

"Apa kau takut aku cium lagi?" tanya Theodore.

"Oh tentunya tidak. Kau tau Tuan Theodore. Bibirmu sangat memabukkan bagiku, tapi sayang sekarang bukan waktunya untuk berciuman, karena waktu sudah siang dan kita harus pergi ke suatu tempat," ucap Anaesha.

Theodore menyadari ucapan Anaesha, kemudian ia menoleh ke sekitar. Dan benar juga kini waktu sudah semakin siang dan ia harus pergi mengantar rombongan Anaesha ke hutan.

"Baiklah, mari kita pergi," ucap Theodore.

"Tolong rahasiakan identitas diriku dari warga lainnya," ucap Anaesha.

"Kenapa harus di sembunyikan? Bukankah lebih baik jika kau mengakui siapa dirimu yang sebenarnya," ucap Theodore.

"Jika aku mengatakan siapa aku yang sebenarnya, takutnya akan ada orang yang menginginkan kematianku, lagi pula aku terbiasa dengan penyamaran, dan tidak banyak yang tahu siapa aku, hanya orang-orang istana saja yang tahu siapa aku. Mungkin kau orang luar pertama yang mengetahui identitas diriku," ucap Anaesha.

"Baiklah, aku mengerti," ucap Theodore.

Kemudian mereka kembali ke rombongan istana, entah mengapa Anaesha merasa percaya mengatakan semua itu pada Theodore.

Pria itu berbeda, sebenarnya Anaesha tidak punya kekuatan apa pun, ia hanya bisa misa merasakan sebuah sihir atau apa pun sejenis nya yang ada di dekatnya.

Selain itu ia juga bisa mematahkan sebuah sihir yang mencoba merasuki tubuhnya. Entah sejak kapan dan bagaimana awalnya Anaesha bisa mematahkan sebuah sihir.

Tak ada yang tahu akan hal itu, hanya dirinya sendiri yang tahu akan hal itu. Terkadang ada musuh yang mencoba menyihirnya, ia hanya pura-pura terkena sihir itu dan mengikuti permainan musuhnya, setelah ia mendapatkan apa yang ia inginkan, baru Anaesha akan melawan musuhnya dengan elegan.

Saat tadi malam ia merasakan jika ada sebuah sihir di dalam ciuman Theodore, ia langsung mematahkan sihir itu, dan pura-pura pingsan agar Theodore tak curiga akan kelebihannya.

Namun saat Theodore pergi keluar kamarnya ia terbangun dan berniat mencari anak panahnya yang hilang, tapi dari kejauhan ia melihat Theodore memungut anak panahnya dan menghilangkannya begitu saja dari tangannya. Anaesha hanya tersenyum melihat hal itu.

Saat pagi menjelang ia sengaja melepaskan anak panahnya ke arah Mathew, ia tahu jika Theodore peka akan hal itu dan menangkis anak panahnya. Namun andaikan tadi Theodore tak peka, maka habis sudah riwayatnya, karena telah menghabisi nyawa seseorang.

"Apa kalian berdua pergi bercinta dari tadi?" cerocos Mathew saat Theodore dan Anaesha baru saja kembali.

"Hei! Kau pikir kami akan melakukan hal menjijikkan seperti itu!" ucap Anaesha tak terima.

"Siapa tahu saja. Kalian pergi sudah terlalu lama. Lihatlah semua temanmu sudah selesai sarapan dan akan bersiap pergi, sementara pemimpin mereka tengah asyik entah melakukan apa dengan pria ini," ucap Mathew.

"Kau–!"

"Sudah tidak usah marah padaku, setelah kau hampir membunuhku tadi. Sekarang sebaiknya kau sarapan dan kita akan pergi ke tempat yang akan kau tuju," ucap Mathew memotong ucapan Anaesha.

"Kalian berdua sama-sama menyebalkan!" cibir Anaesha seraya berjalan menuju rumah penginapannya.

"Dia sangat aneh, setelah membuatku hampir mati, dia bersikap biasa saja," ucap Mathew.

Sementara Theodore hanya tersenyum saja melihat tingkah Anaesha dan juga Mathew.