Mika menunduk lesu saat melangkah keluar dari kelas. Karena terlambat 10 menit, dosen killer yang kebetulan mengajar hari ini, memintanya untuk keluar dari kelas.
Salahkan Jessi yang menggunakan kamar mandi terlalu lama.
Mika pun berjalan enggan menuju taman, melihat rerumputan berwarna hijau dan langit biru cerah yang langsung membuat moodnya membaik. Hari yang cerah.
Ia memilih duduk di bawah pohon sambil memainkan handphone, membuka game online yang belakangan ini ia suka.
Karena moodnya sedang bagus, ia mencoba untuk bermain dengan tim.
Satu tim terdiri dari empat orang, mereka akan dijatuhkan di salah satu wilayah yang sama untuk menghabisi musuh dan menemukan diamon yang bisa mereka tukar dengan poin untuk membeli senjata.
Mika pun memilih karakter Srikandi untuk bermain. Ia dibekali dengan alat untuk memanah dengan busur panah yang tidak bisa habis. Bukankah itu keren?
Mika memperhatikan ketiga rekannya, akun bernama Anggara menggunakan karakter Camael dengan pedang apinya, Andi menggunakan karakter Bima dan Gadanya, Samuel menggunakan karakter Assasin dengan shurikennya, melihat karakter juga senjata rekan-rekannya, membuatnya gugup seketika, apalagi saat mereka sudah mendarat di sebuah wilayah yang dipenuhi musuh.
"Woi, itu yang pakai karakter Srikandi, nyalakan microfonnya!"
Mika terkejut mendengar sebuah suara keluar dari handphone-nya, ia baru tahu bahwa di game itu, kami bisa berkomunikasi secara langsung.
Dengan hati-hati, Mika menekan ikon microfon di layar.
"Semua kumpul, sembunyi dulu di batu besar dekat danau!" seru Andi
Mika pun menggerakkan Srikandi menuju batu yang Andi sebutkan. Ke empat karakter tersebut bertemu dan bersembunyi untuk mengatur strategi.
"Siapa di sini yang belum pernah main?" tanya Anggara.
"Aku," sahut Mika pelan.
"Dengarkan baik-baik, ada empat barisan pertahanan musuh yang harus kita kalahkan, di setiap barisan, tersembunyi sebuah petunjuk keberadaan ratu mereka, kita harus mengumpulkan keempatnya agar bisa menemukan ratu, setelah itu kita habisi ratunya dan ambil diamond-nya. Paham?"
Mika mengangguk pelan.
"Hei Srikandi, paham?"
Mika tersentak, ia lupa bahwa mereka tidak bisa melihat wajahnya, jadi untuk apa dia mengangguk seperti orang bodoh?
"Aku paham!" seru Mika cepat.
"Jangan lupa, kita harus saling melindungi, karena jika satu player mati, pertahanan kita akan melemah! Akan semakin berat untuk meraih diamond itu!" tambah Samuel.
"Hei, kita punya berapa nyawa?" tanya Mika antusias.
"Kita bukan kucing yang punya sembilan nyawa, sekali kamu mati, permainan berakhir!" sahut Anggara.
Mika menelan ludahnya kasar, rekannya yang bernama Anggara itu sangat tidak ramah. Tidak bisakah dia sedikit lembut pada perempuan?
Mika menghela napas berat, ia harus membuktikan pada si Anggara itu jika dia mampu berjuang hingga bertemu ratu.
"Karena musuhnya tersebar di berbagai wilayah, haruskah kita berpencar?" tanya Samuel.
"Ide bagus, mari selesaikan baris pertama dengan cepat, jangan membuang waktu! Kita bertemu di baris kedua dan menyerang mereka bersamaan!" seru Anggara.
Tanpa aba-aba lagi, mereka langsung membubarkan diri dan mulai bertarung.
Meski kebingungan, Mika terus melangkah maju, ia terus melesatkan anak panahnya menghabisi musuh-musuh di depannya. Karena dia adalah pemanah, Mika mencoba sebisa mungkin untuk menghindari pertarungan jarak dekat, namun karena banyak musuh yang menyerangnya, ia terdesak, ia tidak bisa bertarung, jadi ia berlari menyusuri danau, ia melihat ada Camael yang tengah melawan musuh tak jauh darinya, jadi ia menghampirinya.
"Ngapain lo?" tanya Anggara sambil terus mengayunkan pedangnya untuk menghabisi musuh.
"Aku terdesak," sahut Mika panik.
Karakter Camael yang digunakan Anggara, melompat ke arah Srikandi untuk melindungi Srikandi dari para musuh.
"Terlalu banyak, gue gak bisa lindungin lo! Lari ke arah bukit, lo akan dapat keuntungan untuk lebih leluasa memanah musuh kita!" ucap Anggara.
Mika terus menggeser-geser layarnya untuk mencari celah agar ia bisa membawa Srikandi menuju bukit. Namun, ia tidak bisa menemukannya.
Mika pun membawa Srikandi berlari untuk mencari Camael. Dia bisa mati jika sendirian di wilayah sempit seperti itu.
Mika akhirnya menemukan Camael yang tengah bertarung dengan panglima perang barisan pertama.
"Camael, Srikandi di belakang lo! Dia dikepung banyak musuh!" seru Samuel yang ternyata tengah bertarung tidak jauh dari tempat mereka.
Mika bisa mendengar Anggara mengumpat.
Camael masih terus bertarung dengan panglima itu.
"Srikandi, kenapa lo terus ngikutin gue, sih? Lo gabisa tarung jarak dekat!" gerutu Anggara.
Mika hanya terdiam karena bingung harus berbuat apa.
Tiba-tiba karakter Camael kembali menolongnya, ia menghabisi musuh-musuh yang mengejar Srikandi dengan pedang apinya, namun panglima dan prajurit lain mengepung mereka dan menghabisi keduanya.
Anggara nampak kecewa melihat Camael mati, dan Mika merasa tidak enak hati karena itu.
Setelah permainan usai, Mika mendapat pesan dari akun Anggara, pria itu meminta kontak Mika agar ia bisa mengajari gadis itu beberapa strategi untuk permainan tim.
[Nanti gue hubungin lagi, sebelum itu, terus berlatih biar lo bisa lebih memahami kekuatan karakter yang lo pakai!]
Itu adalah pesan terakhir dari Anggara.
Mika menghela napas panjang, dan segera keluar dari aplikasi game tersebut.
Ia mendongak untuk menatap langit. Cerah namun tidak menyilaukan, ia sangat menyukainya.
Tiba-tiba saja ia tersenyum tipis mengingat bagaimana Anggara memarahinya, pria itu benar-benar tidak ramah, namun entah mengapa, Mika menjadi tertarik pada si Anggara ini.
Pria seperti apa dia sebenarnya?
"Heh, lo masih waras, 'kan?"
Mika langsung menoleh kepada suara yang barusaja mengusik lamunan indahnya. Seorang gadis berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya.
"Kek orang gila, lo!" Jessi menatapnya remeh.
"Heh, lain kali, mandi lebih cepet, sialan!" geram Mika.
Jessi tersenyum tanpa dosa, laku menghampiri Mika, dan duduk di dekat gadis itu.
"Iya, sorry!" jawab Jessi dengan santainya.
Jessi lalu mendongak menatap langit dan tersenyum. Sepertinya ia juga menyukai pemandangan langit di atas sana.
"Santai aja, meskipun itu dosan terkenal killer, tapi dia nggak pernah dendam sama mahasiswanya!" Jessi berujar pelan.
Mika tersenyum lega, untung kalau begitu, ia sempat takut kalau dosen itu akan menandai wajahnya.
"Lagian ya, ada untungnya kita gak masuk kelas, cuacanya lagi cerah banget begini, ditambah lagi banyak cogan berkeliaran!" celetuk Jessi.
Mika melirik sinis ke arah gadis itu. Dasar Jessi ....
"Jes, aku kan mau nikah nih sama Mas Arga, kalau aku temenan baik sama pria lain, boleh nggak?" tanya Mika tiba-tiba.
Jessi langsung membelalak tak percaya.
"Jangan mengadi-ngadi lo, sekarang bilangnya temen baik, tapi besok? Masa depan nggak ada yang tahu, Mi! Jangan sampai lo suka sama orang selain suami lo! Dosa! Selingkuh itungannya!"
"Aku nggak mau selingkuh! Mau temenan doang!"
"Nggak percaya gue!"
"Tau ah!"
Mika merengut kesal, lalu segera beranjak pergi meninggalkan taman. Ia memesan ojek online untuk mengantarnya ke toko buku, karena kunci mobil ada pada Jessi.
Sesampainya di sana, ia langsung menuju jajaran buku romansa. Cerita cinta memang tidak pernah membuatnya bosan.