Arga melangkah gontai, keluar dari gedung perusahaannya dengan pikiran yang sangat kacau.
Ia terus melangkah tanpa arah. Hingga kaki jenjang pria itu membawanya masuk ke dalam sebuah kafe yang terletak tak jauh dari gedung perusahaannya.
Karena sudah di dalam, pria itu memesan kopi tanpa gula, dan duduk di bangku paling belakang.
Bagaimana perasaan, dan pikirannya tidak kacau, jika Mika saja sudah memblokir nomor, dan juga akun media sosial miliknya? Gadis itu bahkan tidak pernah berada di rumah, dan tidak pernah terlihat di kampus. Bagaimana ia bisa menemui gadis itu?
Sial!
"Arga?!"
Arga mendongak pelan saat mendengar seseorang memanggil namanya. Pria itu langsung tersenyum melihat teman semasa kuliahnya itu berjalan menghampirinya dengan segelas kopi ditangannya.
Kevin--teman Arga semasa kuliah, duduk tepat di hadapan Arga.
"Apa kabar lo, Bro? Widih, yang sukses, gak pernah ikut nongkrong bareng!!" sindir Kevin.
"Sekalipun gue belum sukses, ogah juga gue ikutan nongkrong sama kalian! Anjir, gandengannya bule semua! Berasa orang aneh gue karena gak ada gandengannya sendiri!" sahut Arga dengan santainya.
"Yang digandeng, belum tentu pacar kali, Ga!"
"Tobat deh lo pada, maen perempuan mulu perasaan!"
Kevin tertawa dengan entengnya. Tobat itu perkara mudah baginya, jika saja ia benar-benar mendapat gandengan yang tepat.
Pria itu tengah menyeruput kopi miliknya saat handphone di saku celananya berdering.
Dengan enggan, ia menarik benda itu, dan melihat ke layar. Avatar dengan wajah adik tercintanya itu muncul di layar.
"Kenapa Jess?" tanya Kevin begitu ia mengangkat panggilan dari Jessi.
"Bang, lo tahu perusahaan punya ayahnya Mika kagak?"
"Tahu! Kenapa?"
"Abang sanggup mimpin, nggak?"
Mendengar pertanyaan yang dirasa aneh itu, Kevin menyandarkan punggungnya di kursi, sambil menggenggam erat cangkir kopi di meja.
"Bang? Kok diem? Ini penting! Jawab dong!" sentak Jessi dari sebrang sana.
Melihat raut wajah Kevin yang kebingungan, Arga hanya memperhatikan, karena toh ia juga tidak bisa mendengar ucapan lawan telepon Kevin.
Ia memperhatikan, karena takut temannya itu terkena hipnotis via telepon seperti yang sekarang ini marak terjadi, jadi ia siap siaga menyadarkan pria itu jika terjadi sesuatu.
"Kenapa tiba-tiba lo tanya kek gitu?" tanya Kevin pelan.
"Mika lagi nyari calon suami yang bisa mimpin perusahaannya. Gue takut aja dia asal milih, terus dapet laki yang blangsak, makanya gue nawarin lo!"
"Mika bukannya udah punya calon suami?" pekik Kevin kaget.
Mendengar nama Mika, mata Arga langsung terbelalak sempurna. Mungkinkah yang Kevin bicarakan adalah Mika calon istrinya?
"Pernikahan mereka batal! Ini, pokoknya dia lagi nyari suami, syaratnya bisa mimpin perusahaan milik ayahnya! Lo mau nggak? Sanggup gak lo?!"
Kevin memijit pelipisnya pelan, sambil mengambil napas panjang.
"Gue sih mau! Soal perusahaan, juga amanlah! Kan keluarga dia pasti punya orang kepercayaan yang bisa handle kerjaan di sana, gue tinggal mempelajari ulang! Masalahnya, dia itu mau nggak sama gue?!" seru Kevin dengan santainya.
"Jadi lo mampu nih?! Oke, bye!" setelah mengatakan itu, Jessi pun menutup telepon.
Ingin Kevin mengumpat kasar karena ketidak sopanan Jessi yang menutup panggilan begitu saja dengan percakapan yang masih menggantung seperti itu.
Tapi, ya mau bagaimana lagi? Jessi memang orang yang seperti itu.
"Vin, sorry nih, gue nggak sengaja denger ucapan lo tadi! Lo nyebut nama Mika? Mika Putri Lesmana, bukan sih?"
Kevin melirik ke arah Arga dengan raut wajah terkejut. Bagaimana bisa Arga mengenal gadis itu.
"Kok lo tahu?" tanya Kevin penuh selidik.
"Sebelum gue kasih tahu, please kasih tahu gue dulu! Yang telepon barusan itu Jessi temennya Mika?"
"Iya, dan Jessi itu adek gue! Kan lo tahu kalogue punya adek perempuan!"
Arga mengangguk cepat. Ia memang tahu bahwa Kevin memiliki adik perempuan, tapi ia sama sekali tidak mengetahui bahwa adik Kevin itu adalah Jessi, sahabat Mika.
"Boleh gue tahu, kalian ngomongin apa, tadi?"
"Jessi nelepon gue, katanya Mika lagi nyari calon suami yang mau mimpin perusahaan bokapnya! Dia nawarin gue!"
Seketika itu juga, Arga langsung mengumpat kasar. Gadis itu sungguh tidak pernah main-main dengan ucapannya.
"Dan lo sendiri? Mau?" tanya Arga cepat.
"Well, kalo lo tahu, Mika itu gadis baik, lucu, imut, dan body-nya anjir sexy banget! Pria mana yang nggak mau sama dia?! Toh kata Jessi, rencana pernikahannya udah dibatalin, jadi gue sendiri mah, pasti mau! Kenapa sih lo tanya-tanya?!"
Arga menghela napas berat. Perasaan bingung, kesal, dan takut, bercampur aduk, membuat debaran di jantungnya lebih cepat.
"Rencana pernikahan dia itu, sama gue! Gue calon suaminya!" ungkap Arga pada akhirnya.
"Serius lo?!" pekik Kevin tak percaya.
"Emang gue pernah bohong?" ketus Arga.
Reflek, Kevin menggelengkan kepalanya pelan.
"Tunggu, apa yang terjadi sampai lo bisa jadi calon suaminya, terus rencana pernikahan kalian dibatalin?!" desak Kevin.
Untuk yang kesekian kalinya, Arga menghela napas yang begitu panjang.
"Ada sebuah insiden yang mengharuskan gue untuk menikahi dia!" Arga berujar pelan.
"Lo hamilin dia?" pekik Kevin terkejut.
Mendengar apa yang diucapkan Kevin, membuat Arga sama terkejutnya dengan pria itu.
"Hamil? Gila lo!" maki Arga.
Kevin langsung melayangkan tatapan penuh selidiknya kepada Arga.
"Terus, apa?"
"Lo nggak diceritain Jessi sebelumnya?" tanya Arga bingung.
"No! Dia cuman cerita kalau Mika mau married! Tapi nggak tahu juga kenapa dan sama siapa!" sahut Kevin pelan.
"Nggak sengaja, gue nabrak mobil mereka yang bikin ayahnya meninggal, dan sebelum ayahnya menutup mata, beliau minta gue buat nikahin dan jagain anaknya!"
Kevin tertegun mendengar cerita Arga. Jika saja itu bukan Arga, pasti Kevin sudah melayangkan tinjunya.
Pria brengsek yang sudah membuat Mika menderita adalah Arga? Sial!
"Karena gue mau bertanggung jawab, ya gue iyain permintaan ayah Mika. Gue janji bakal nikahin anaknya!" imbuh Arga.
Kevin merengut kesal. Sungguh, ia benar-benar ingin memaki dan menghabisi Arga saat ini juga.
"Terus, kenapa kalian batal menikah?!" tanya Kevin dengan nada yang sinis.
"Dia minta gue mimpin perusahaan ayahnya, sementara lo juga tahu kalo perusahaan gue sendiri, masih butuh gue, 'kan?"
Kevin terdiam.
Suasana hening untuk waktu yang cukup lama.
"Oke, jadi lo bakal nyerah dan biarin Mika nikah sama gue?" tanya Kevin yang langsung membuat tangan Arga mengepal kuat.
"Mau ribut lo, sama gue?!" sahut Kevin dengan death glare yang tertuju pada Kevin.
"Jadi, lo udah siap mimpin dua perusahaan?"
Arga terdiam. Sungguh, ia masih tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Kevin.
Sanggupkah ia? Memimpin satu perusahaan saja membutuhkan tanggung jawab yang sangat besar, apalagi dua?
"Lemah lo! Gitu doang galau! Nggak usah banyak mikir, atau gue akan hubungin Mika sekarang juga, dan ngajak dia buat nikah! Gue jamin setelah itu terjadi, lo nggak akan punya kesempatan lagi buat mendekat ke gadis itu!" sergah Kevin.
"No!"