Chereads / Cinta Wanita Simpanan / Chapter 16 - Rencana Tatjana

Chapter 16 - Rencana Tatjana

Tatjana dalam mode diam. Mata gadis itu menatap lurus ke depan. Dion menelan salivanya berkali-kali. Kalau Tatjana sudah dalam mode seperti itu apalagi sambil gigit jari dengan ritme cepat tanpa henti, nyali Dion mendadak ciut. Tatjana mirip banget sama Voldemort, bedanya cuma dua. Kalau Voldemort gak punya rambut, sedangkan Tatjana rambutnya halus kayak bintang iklan shampo ditelevisi. Satu lagi, hidung Tatjana sangat mancung, saking mancungnya, main perosotan di sana bisa tuh. Beda sama hidung Voldemort yang kebalikannya. Lubang hidungnya apalagi. Kecil banget. Saking kecilnya, penonton yang kepo, harus bawa kaca pembesar terus diarahin ke layar biar bisa ngelihat itu lubang hidung isinya apa aja.  Penasaran soalnya. Apakah kotoran hidung para penyihir itu sama atau beda dengan para muggle. 

Tatjana sedang berkamuflase menjadi penyihir jahat, maka sikap yang paling aman untuk Dion, ya diam. Berpose ala patung lilin di meseum Madame dan menunggu. Kayak Voldemort yang nunggu Harry Potter sampai bertahun-tahun hanya itu balas dendam.  Jangankan berbicara, memanggil nama kekasihnya saja ia takut. Takut dispell mantra Abrakadbra terus mati. Ntar kalau Dion mati, Tatjana di dunia ini sama siapa? Dion gak mau Tatjana cari lelaki lain. Cinta Dion hanya untuk Tatjana selamanya.  

"Kamu kok diem?" Tatjana mulai bersuara. 

Lah ini gimana sih? Kalau Dion gak bersuara, malah ditanyain. Coba kalau dirinya bertanya kenapa, pasti jawabannya kamu nggak peka. Dion bukan Ada band yang selalu mengatakan karena wanita ingin dimengerti. Duh kepala Dion pusing banget.

Dion mulai mencari alasan. "Ngeliat kamu kayak gini bikin aku berpikir keras." 

Kening Tatjana berkerut. 

"Iya berpikir. Ngajak kamu ke KUA sekarang atau buntingin dulu? Ntar biar sama dedek bayi ke sana. Kan lumayan jadi irit biaya." Dion terkekeh. Ia sengaja melucu untuk menghibur kekasihnya.

Tatjana langsung berubah menjadi mode evil. Ia mencubit pinggang Dion hingga pria itu meringis kesakitan. 

Tatjana dan Dion bertemu dokter. Dokter bilang Tatjana tidak perlu khawatir, sebab hasil CT-SCAN menunjukkan kalau kepala Irma baik-baik saja. Tidak ada yang namanya cedera berat. Kepala Irma hanya mengalami luka robek kecil dan sudah dijahit. Irma memang belum sadar, efek anestesi.

Irma di dalam ruangan bersama Tita. Tita anak yang penakut dan nething. Meski sudah dijelaskan oleh dokter kalau Irma baik-baik saja, tapi gadis cantik itu terus saja menangis. Tita menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mampu menjaga Irma dengan baik. Disaat seperti ini Tatjana menjadi orang yang paling tidak becus sedunia. Seharusnya dirinyalah yang menggantikan posisi Tita sebagai pelindung juga tulang punggung keluarga. Apalagi semenjak Papinya, Gunawan tidak pernah memperdulikan mereka lagi karena gundik itu. Tita sudah mengganggap Papinya mati. 

"MAMI!!" 

Teriakan kencang dari Tita otomatis membuat pasangan ini reflek pergi ke kamar. Tatjana langsung menghamburkan diri ke pelukan Irma yang sudah sadar. Kedua anak perempuan itu kini menangis bersama. 

Dion yang melihat pemandangan itu mendadak terharu. Yang Dion tahu, sejak SMA, Tatjana adalah seorang gadis yang tangguh dan berani. Jarang sekali ia melihat wajahnya itu sembab karena menangis. Bahkan untuk urusan paling melelahkan sekalipun yang terkadang tidak sadar menitihkan air mata karena tidak kuat menjalaninya, tapi Tatjana jarang sekali seperti itu. Dia selalu berpikir positif dan optimis. Karena sifat itulah, Dion jatuh cinta pada Tatjana.

Kamar ini menjadi saksi kalau seorang Tatjana bisa menangis kencang untuk sang ibu yang disayanginya. Ternyata benar kata orang, kalau ibu sudah jatuh sakit, maka seketika itu pula dunia anak-anaknya menjadi sakit.

"Mami akan cerai saja dengan papi kalian," ucap Irma setelah berhasil menenangkan kedua putrinya. 

Bagai petir disiang bolong, Tatjana membulatkan matanya lebar-lebar setelah mendengar hal itu. Tita dan Dion juga melongo dibuatnya. Dalam kondisi seperti ini, Dion yang hanya orang luar hanya bisa terdiam dan hanya bisa jadi pendengar. 

"NGGAK!! Mami gak boleh cerai sama papi!" Tatjana dengan tegas menolak. 

"Tapi Kak, mami udah lelah. Bukan lelah fisik saja, tapi mental juga. Kamu gak tahu betapa mengerikannya gundik itu pergi ke rumah kita dan membuat kekacauan hingga mami bisa seperti ini." Tita bergedik ngeri membayangkan kembali peristiwa itu. 

"Justru karena itu kita gak boleh terlihat lemah dimata gundik dan papi. Apa mami rela rumah kita yang mami bangun dengan hasil jerih payah sendiri diambil dengan cuma-cuma oleh iblis itu? Apa mami iklas kalau semua kekayaan yang seharusnya jatuh ke tangan mami malah dihambur-hamburkan oleh perempuan sundel itu? Mami sudah merelakan banyak hal dan waktu untuk mendampingi papi, membesarkan kami seperti sekarang ini hingga mami lupa membahagiakan diri sendiri. Tatjana gak rela!" 

"Tapi kita bisa apa?" Irma terlihat tak berdaya dan ingin menangis.  "Kita tidak bisa melawan papi hanya dengan omong kosong. Papi kamu berkuasa, Nak. Sedangkan kamu—" Irma tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia takut melukai harga diri anaknya yang ia ketahui sedang jobless sekarang. 

"Kita bisa Mi. Tatjana yakin kita bisa melawan papi. Aku sudah bersumpah akan menghancurkan papi, terlebih-lebih lagi gundik itu. Tatjana akan menghancurkan mereka hingga tak bersisa. Mengembalikan tamparan papi yang dilayangkan ke wajahku ini dengan senyuman mengejek karena berhasil mengalahkan mereka. Tatjana sudah tidak sabar melihat mereka sujud memohon maaf di kaki mami dan mendengarkan penyesalan papi karena lebih memilih Gundik itu daripada istri sahnya."

Irma melihat kilatan serius dimata putri sulungnya. Meski begitu hatinya tetap saja merasa was-was. Melihat itu, Tatjana menghela napasnya. Dengan sangat terpaksa ia akan membuka kartu As-nya yang selama ini ia pendam. Bukan bermaksud merahasiakan, hanya saja waktunya belum tepat.  "Aku sekarang sudah bekerja di perusahaan start up, Mi. Namanya More Games. Posisiku di sana gak main-main. Aku seorang CEO. Bersama Dion kami merintis usaha itu hingga berkembang seperti sekarang. Tatjana yakin sebentar lagi perusahaan kami sukses dan mendulang pundi-pundi uang dengan sangat banyak. Saat itu tiba, Tatjana akan membeli gundik itu dengan uang yang aku hasilkan. Jaman sekarang semua bisa dilakukan kalau kita punya uang. Termasuk mengusir gundik itu dari kehidupan papi."

Akhirnya Irma pun bisa tersenyum lega, yang membuat kedua putrinya juga merasa tenang. Tatjana pun meminta izin ke maminya untuk memberi sedikit pelajaran kepada perempuan sialan itu karena telah berani menyakiti ibunya. Sambil menahan amarah, ia melangkahkan kakinya menuju rumah sakit tempat Gunawan dirawat. Tatjana yakin Gundik itu pasti sekarang sedang berada di sana.